Di belakang tempat tinggal saya, berdiri sebuah rumah berteras. Kadang saya melihat aktivitas keluarga ini di teras rumah mereka. Â
Praktisnya, teras rumah itu menjadi tempat berkumpul bagi keluarga itu. Biasanya pagi dan sore hari. Terlebih lagi, situasi terasnya nyaman. Ada kipas angin yang bisa menjadi teman kalau udaranya sudah panas.
Suatu kali saya bertanya alasan mereka suka sekali berada di teras rumah. Pemilik rumah mengatakan jika di dalam rumah signal internet tidak terlalu bagus. Makanya, mereka harus keluar rumah agar mendapat jaringan internet yang mumpuni.
Karena ini, saya pun mengerti mengapa anaknya dan anak-anak dari tetangga mereka juga sering berada di teras rumah itu. Berbeda dengan pasangan suami-istri yang menghilang kalau sejam atau dua jam berada di teras rumah itu.
Anak mereka dan beberapa anak tetangga begitu betah berada di teras rumah itu. Mereka suka berada di teras itu bukan karena terasnya semata, tetapi karena phone mereka.
Saya yakin jika phone mereka diambil, mereka pasti mencari tempat untuk pergi bermain dan berkumpul dengan teman-teman mereka. Tetapi karena ada phone dan tempatnya mendukung, mereka betah untuk tinggal berlama-lama di teras rumah itu.
Anak mereka masih berada di bangku SD. Tetapi dia sudah mempunyai phone. Anak-anak tetangganya juga demikian. Mereka biasa bermain phone mereka masing-masing di depan teras rumah itu.
Pernah saya coba mengecek apa yang mereka lakukan dengan phone mereka. Sebagaimana anak-anak pada umumnya, mereka sibuk dengan game online. Bahkan mereka berkompetesi di antara mereka sendiri.
Pantasan saja mereka betah dengan phone. Kerap kali seharian. Berhenti karena bateri phonenya lemah atau jedah karena jam makan pagi dan siang. Kalau tidak, mereka duduk membisu dengan phone mereka. Kadang berbicara tentang situasi game yang sementara mereka mainkan.
Dari sudut pandang saya, hal itu sangat sulit dipahami. Hampir seharian dengan phone adalah situasi yang kurang sehat. Kecuali kalau ada pekerjaan dan persoalan yang mesti dijalankan melalui phone. Tetapi jika hanya untuk bermain game, situasinya sangat sulit dipahami.
Di lain pihak, saya juga bingung dengan orangtua mereka. Apakah mereka tidak bosan dengan situasi anak mereka? Ataukah, mereka membiarkan situasi itu agar anak mereka tidak pergi ke mana-mana atau melakukan hal-hal yang berseberangan?
Dulu sewaktu masih berada di Sekolah Dasar, tahun 90-an, phone masih jauh dari keseharian kami. Mengisi waktu-waktu kosong, kami biasanya pergi bermain bola di tanah lapang atau berenang di sungai. Pemandangan ini masih ada untuk sebagaian anak saat ini.
Pengalaman ini jauh lebih menyenangkan. Tingkat sosialisasi dengan teman-teman yang lain menjadi intens. Selain itu, ada semangat untuk mencari pengalaman-pengalaman baru di luar rumah.
Tetapi tidak sedikit anak yang sudah mengabaikan pengalaman ini walau masih ada kesempatan. Salah satu alasannya, karena bermain phone lebih menarik daripada bermain di tanah lapang atau bermain dengan teman-teman lain tanpa phone.Â
Saya hanya heran dengan orangtua mereka. Pembiaran pada anak untuk berjibaku dengan phone dalam jangka waktu yang lama bukanlah situasi yang gampang. Bisa jadi, karena phone mereka tidak peduli dengan situasi di sekitar.
Ya, kadang-kadang saya mendengar bagaimana tetangga saya memanggil anak mereka. Mereka harus berteriak berkali-kali memanggil nama anak mereka untuk hanya untuk makan atau masuk rumah.
Sebenarnya, mereka mendengar panggilan orangtua mereka. Tetapi karena terlalu peduli dengan phone, mereka seolah tidak mendengarkan panggilan orangtua mereka.
Jadi siapa yang salah? Saya kira orangtua seharusnya berperan untuk mengontrol penggunaan phone pada anak. Tidak setiap hari. Tidak setiap saat. Atur waktu agar phone tidak menjadi bagian yang begitu melekat dari keseharian seorang anak.
Pernah saya melihat sebuah keluarga yang mengontrol kedua anak mereka dalam pemakaian phone. Aturannya, anak boleh menggunakan phone hanya pada akhir pekan. Sabtu dan Minggu. Hari-hari lain, kedua anak mereka bermain di luar rumah kalau pulang sekolah atau jika tidak ada les sore di rumah.
Kalau tidak bermain di luar rumah, anak laki-lakinya suka menonton film dokumenter tentang hewan. Orangtuanya mengatakan jika anak laki-lakinya itu sangat suka dengan film dokumenter tentang hewan. Bahkan lebih suka film dokumenter daripada film kartun atau juga film di bioskop.
Sementara yang anak perempuan suka menggambar. Kalau tidak keluar rumah, anak perempuan suka menghabiskan waktu dengan menggambar.
Di balik aturan yang diterapkan, keuntungannya adalah mereka bisa bersosialisasi dengan tetangga di sekitar. Juga, orangtua bisa mulai melihat minat dan bakat anak mereka sejak kecil.
Tidak salah seorang anak bermain phone. Hanya menjadi persoalan, bukan saja bagi anak-anak, tetapi bagi kita umumnya, saat phone mengontrol hidup kita melebihi hal-hal lainnya.
Kalau ini yang terjadi, kita sudah berada dalam situasi yang tidak sehat. Dalam mana, kita terkontrol oleh phone. Seharusnya, kitalah yang mengontrol phone dalam relasi kita setiap hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H