Namun, melihat keseharian pasangan ini, saya tidak melihat kekurangan dari situasi itu. Mungkin di dalam diri mereka, mereka mempunyai perasaan tersendiri tentang hidup tanpa anak. Tetapi, melihat kehidupan harian mereka, kedua tetangga ini terlihat bahagia.
Tanpa anak bukanlah persoalan bagi relasi mereka. Mereka tetap ke gereja seperti biasanya. Berelasi sebagaimana mestinya.
Kebetulan, suami dari kedua tetangga ini adalah pekerja di luar negeri. Pergi dalam jangka waktu yang lama, dan kadang berlibur beberapa bulan. Setelah itu, pulang lagi ke luar negeri untuk bekerja. Hanya karena pandemi, mereka tinggal agak lama di rumah untuk saat ini.
Walau demikian, mereka tetap setia satu sama lain. Tidak terdengar kabar miring. Malah, relasi mereka begitu dekat.
Dengan ini, saya melihat relasi dua orang, antara laki-laki dan perempuan tidak ditentukan semata-mata karena faktor anak. Relasi itu terbangun karena pertama-tama cinta di antara kedua belah pihak.
Lalu, cinta itu berbuah pada kehadiran anak di keluarga. Dengan demikian, tanpa anak ataukah ada anak, sejauh cinta itu selalu kuat, relasi pun akan selalu kuat.
Banyak yang sudah mempunyai anak, tetapi relasi mereka berhenti di tengah jalan. Banyak pula yang berelasi hingga akhir hayat mereka walau relasi itu tanpa dikarunia oleh anak.
Jadi, keutuhan sebuah relasi sangat bergantung pada rasa cinta yang ada dalam diri kedua pasangan. Pendeknya, rasa cinta itu tidak akan terpengaruh, baik itu di tengah momen sukacita, maupan dalam situasi dukacita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H