Judul tulisan ini terlahir dari pernyataan Presiden Filipina, Duterte pada beberapa hari lalu. Pernyataan ini keluar sebagai salah satu bagian dari konfrensi persnya.
Biasanya dalam konfrensi pers tersebut, Presiden Duterte memberikan beberapa informasi, pandangan dan pendapat mengenai Covid-19 setiap pekan. Dalam konfrensi persi itu juga, Duterte juga memberikan laporan mengenai status di pelbagai provinsi.
Konfrensi pers ini menjadi perhatian banyak pihak. Apa yang dinyatakan oleh Presiden menjadi referensi bagi pemerintah daerah. Sangat sulit bagi pemerintah daerah menjalankan protokol yang berseberangan dengan suara dari pemerintah pusat.
Misalnya, sebelum konfrensi pers ini dibuat, provinsi daerah di mana saya tinggal sudah menginformasikan jika status provinsi kembali ke status General Community Quarantine (GCQ) dari status Modified General Community Quarantine (MGCQ). Ini artinya ada penurunan status. Dari sangat longgar hingga ke situasi yang sedikit ketat.
Memang status GCQ cukup moderat bila dibandingkan dengan status Enhanced Community Quarantine (ECQ). Status ECQ sendiri terbilang ketat. Tidak sembarang orang keluar rumah.
Bahkan ada beberapa tempat di mana masyarakatnya diwajibkan tinggal di rumah dan tidak diperbolehkan untuk meninggalkan rumah mereka. Sejauh ini, hanya tertinggal satu daerah yang ada dalam status ECQ. Di bulan Maret dan April, hampir semua daerah di Filipina berada dalam status ECQ.
Provinsi di mana saya tinggal sudah berada dalam status MGCQ. Agak longgar. Yang dijalankan hanya protokol new normal, seperti jaga jarak dan mengenakan masker.
Namun, pemerintah berencana untuk mengembalikan atau menurunkan status provinsi ini pada GCQ. Rencana ini dibuat setelah ada penambahan kasus korona dalam waktu sepekan. Padahal semenjak 1 Juni, provinsi ini bebas dari Korona.
Namun, situasi berubah sejak pekan lalu. Tiga kasus baru ditemukan dalam jangka waktu yang berdekatan. Karena ini, pemerintah provinsi memutuskan untuk menurunkan kembali status provinsi dalam GCQ.
Namun, keputusan ini tidak terealisasi. Nampaknya, pemerintah pusat tidak mengabulkan rencana ini. Presiden Duterte hanya menetapkan beberapa provinsi dalam GCQ. Sementara provinsi ini tetap dalam koridor MGCQ.
Saat ini status provinsi ini tetap dalam koridor MGCQ. Status ini sangat longgar. Setiap orang umumnya bisa keluar rumah. Kerumunan diperbolehkan. Asalkan mengikuti protokol new normal seperti wajib pakai masker, jaga jarak, dan cuci tangan.Â
Suara dari pemerintah pusat tetaplah patokan bagi pemerintah daerah. Walau pemerintah daerah sudah berencana, pemerintah pusat tetap yang memutuskan setiap rencana. Karenanya mau tidak mau pemerintah provinsi ini harus patuh pada keputusan pusat.
Selain menginformasikan status provinsi-provinsi, dalam pernyataannya itu, Presiden Duterte mengingatkan para orangtua untuk tidak membiarkan anak-anak mereka untuk keluar rumah atau juga mengajak anak mereka keluar rumah.
Peringatan ini menimbang ancaman virus corona yang masih terjadi di beberapa tempat (Inquirer. Net 16/6/2020). Bahkan Presiden Duterte juga mengingatkan jika anak mereka sakit karena virus korona, jangan salahkan pemerintah pada apa yang terjadi.
Sejatinya, perihal kesehatan pertama-tama merupakan tanggung jawab pribadi. Kalau kita ingin sehat, kita semestinya yang pertama-tama menjaga kesehatan kita. Pemerintah hanya mendukung upaya kita itu.
Begitu pula, soal kesehatan anggota keluarga kita. Kita bertanggung jawab dalam menjaga kesehatan keluarga kita sendiri dan bukan orang lain.
Dalam konteks pandemi korona, kita semestinya menjadi agen utama dan pertama menjaga diri kita dari penyakit Covid-19. Tugas kita dalam menjaga kesehatan juga merupakan bentuk dukungan kita pada cara kerja pemerintah.
Hal itu dimulai dari lingkup keluarga. Anak-anak tidak dibiarkan begitu saja untuk keluar rumah, bermain berkelompok atau jalan-jalan ke pusat keramaian.
Bagaimana pun, liburan sekolah yang dibuat dalam jangka waktu yang relatif lama tidak lepas dari upaya untuk menyelamatkan anak-anak dari keterjangkitan virus korona. Mereka diliburkan untuk tinggal dan belajar dari rumah.Â
Dengan ini pula, sekiranya anak-anak tidak menggunakan waktu liburan ini untuk bermain dengan teman-teman yang lain. Apalagi jika anak-anak tidak peduli dengan keadaan diri mereka saat berada di luar rumah.
Di depan tempat tinggal saya terdapat lapangan basket. Sudah lama, anak-anak muda tidak bermain basket karena penyakit korona. Namun, semenjak masa pelonggaran, lapangan basket ini kerap dipenuhi oleh anak-anak berusia SD. Cukup ramai. Mereka bermain badminton.
Pada satu sisi, masih ada aturan yang mengikat anak-anak untuk selalu tinggal di rumah. Paling tidak, mengurangi aktivitas di luar rumah.
Di sisi lain, aktivitas itu memberikan angin segar tersendiri bagi anak-anak. Tentunya, bukan hanya orangtua dan orang dewasa yang berdampak karena masa karantina. Pastinya, anak-anak juga.
Bermain bersama bisa menjadi penebusan bagi situasi tertekan karena tinggal di rumah untuk jangka waktu yang lama. Namun, hal itu juga beresiko karena bisa memberikan peluang bagi anak-anak terjangkit korona.
Pada situasi seperti ini, orangtua mempunyai peran penting dalam mengontrol interaksi anak di luar rumah. Kesehatan anak-anak menjadi tanggung jawab orangtua. Pembiaran bisa berarti memberi peluang bagi anak-anak terjangkit virus korona.
Prinsipnya, kesehatan setiap pribadi adalah tanggung jawab masing-masing. Tanggung jawab itu menyata lewat menjaga diri dari penyakit korona.
Tidak hanya itu, untuk orangtua peran mereka melebar pada perlindungan pada anak-anak. Orangtua sekiranya mempunyai peran untuk menjaga dan mengontrol anak-anak agar tidak terjangkit korona.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H