Perbandingan bisa menjadi bahan untuk menilai kelebihan dan keunikan setiap anak. Dengan ini, orangtua bisa menjadi sadar kalau setiap anak mempunyai kelemahan dan kekurangannya masing-masing.
Kesadaran ini pun bisa menuntun orangtua dalam mendidik anak. Boleh jadi, tidak semua anak dididik dengan pola yang satu dan sama.
Perbandingan agak menantang saat itu dilakukan dengan anak-anak tetangga. Apalagi kalau bahan perbandingan itu seputar tentang perihal kesuksesan anak-anak tetangga.
Pernah saya dibandingkan dengan anak tetangga sewaktu masih berada di bangku SD dan SMP. Anak tetangga kami umumnya berusia lebih tua dari saya. Ada yang sudah SMA dan berkuliah. Umumnya, mereka memiliki performa yang cukup bagus di bangku sekolah.
Kebetulan tetangga ini berkawan baik dengan orangtua kami. Jadi, setiap kali mereka bertemu, tetangga ini kerap menceritakan tentang kesuksesan anak-anak mereka di bangku kuliah.Â
Orangtua kami lebih banyak membisu dan hanya mengagumi apa yang sementara terjadi pada anak-anak tetangga itu. Pasalnya, umumnya kami masih berada di bangku SD.
Namun, kisah tetangga ini kadang menjadi bahan perbandingan orangtua. Performa kami di rumah dan di sekolah dibandingkan dengan performa anak-anak tetangga.
Saat kami mempunyai nilai-nilai yang rendah di sekolah, orangtua mulai membandingkan itu dengan keberhasilan anak tetangga. Saat ada dari antara kami yang tidak disiplin, orangtua kadang kala mengambil referensi pada cara hidup yang dijalankan oleh anak-anak tetangga.
Perbandingan ini mungkin bertujuan untuk dijadikan bahan pelajaran bagi kami. Tetapi, secara tidak langsung hal itu malah menimbulkan beban batin. Secara pribadi, saya dihantui oleh kesuksesan orang lain, dalam hal ini anak-anak tetangga.Â
Dua dampak dari perbandingan
Perbandingan, pada satu sisi, bisa menjadi bahan pelajaran. Kita belajar dari kelebihan yang dimiliki oleh orang lain. Bahkan dari perbandingan itu bisa menjadi inspirasi untuk menjalankan panggilan hidup kita.