Namun, kadang kali terjadi saat nasihat dari pengalaman masa lalu itu hanya dipandang sebagai bahan yang kuno. Dianggap kuno karena perbedaan waktu dan konteks pengalaman tersebut.
Pasalnya, orangtua saya bercerita tentang pengalamannya yang terjadi di tahun 1960-an untuk kami yang bersekolah di tahun 1990-an. Gapnya 30-an tahun.
Pasti banyak hal yang berbeda. Beda konteks, situasi dan waktu. Saat itu, hampir setiap desa sudah mempunyai satu atau dua SD. Umumnya, jarak sekolah dan rumah sudah berdekatan.Â
Dan, masih banyak kemudahan yang bisa dialami oleh anak sekolah saat itu. Mendengar pengalaman orangtua, kadang kala saya agak ragu bila saya bandingkan dengan konteks yang saya alami.
Mencermati situasi dan konteks sangat penting dalam proses pendidikan, termasuk dalam memberikan nasihat kepada seorang anak. Hasil dari evaluasi pada evaluasi itu bisa menentukan apakah sebuah pengalaman masa lalu itu pantas dijadikan bahan nasihat ataukah tidak.
Kalau tidak, tidak perlu dijadikan bahan nasihat. Anak mungkin berpikir apa yang dikisahkan itu hanya seperti cerita fiktif. Bahkan, tidak jarang mungkin anak merasa nasihat-nasihat orangtua dari pengalaman masa lalu terasa kuno. Tidak sesuai dengan waktu sekarang.
Tidak sedikit anak yang protes karena perbandingan yang dibuat. Protes karena pengalaman masa lalu dijadikan rujukan untuk membetulkan kesalahan pada masa kini.
Misalnya, orangtua menasihati anak-anak untuk tidak sering menonton TV setelah pulang sekolah. Orangtua bercerita pengalaman mereka bagaimana bekerja di kebun menjadi kewajiban setelah pulang dari sekolah.
Mungkin di jaman mereka, TV masih menjadi barang langkah. Pergi ke kebun seolah menjadi kewajiban banyak anak saat itu. Saat ini, TV di tiap rumah. Tawarannya pelbagai macam. Anak semakin betah di depan TV. Untuk mengantisipasi ketergantungan pada TV, orangtua mesti pandai mencari nasihat yang sesuai dengan konteks itu.
Bagaimana mungkin, seorang anak dinasihati untuk tidak menonton TV dengan mengatakan untuk bekerja di kebun.
Ada banyak pengalaman orangtua yang bisa menjadi bahan nasihat bagi anak-anak. Tetapi tidak semua pengalaman itu cocok untuk realitas dan konteks hidup seorang anak. Kalau tidak sesuai dengan konteks anak, nasihat itu bisa hanya dipandang sebelah mata. Dinilai kuno dan tidak sesuai dengan konteks hidup mereka.