Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pemeriksaan di Checkpoint, Tolok Ukur Keselamatan Sebuah Wilayah Selama Karantina

20 April 2020   19:46 Diperbarui: 21 April 2020   04:27 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini merupakan pengalaman saat melewati dan memperhatikan aktivitas di pos checkpoint di salah satu provinsi bagian utara Filipina. Hari Senin menjadi jadwal bagi kami, sekabupaten pergi ke ibu kota provinsi.

Di gerbang keluar kabupaten, terdapat sebuah pos checkpoint. Pihak keamanan berseragam lengkap, pihak medis dan beberapa pekerja dari dinas kabupaten nampaknya sibuk mengecek siapa saja yang melakukan perjalanan. Jadinya, situasi trafik tidak bisa dihindari.

Tentunya, perjalanan ke luar kabupaten tidak wajib untuk semua masyarakat. Ini hanya berlaku bagi mereka yang mempunyai kartu identitas karantina dan bagi mereka yang betul-betul membutuhkan sesuatu di ibu kota.

Kalau tidak memiliki kebutuhan, perjalanan itu bisa ditangguhkan. Jarak kabupaten ke ibu kota tidak terlalu jauh. Sekitar 30-an km.

Dua pekan terakhir, aturan di pos checkpoint terlihat lebih ketat dari biasanya. Ini terjadi semenjak pemerintah pusat memperpanjang masa penguncian wilayah.

Kelihatannya, masa perpanjangan ini menjadi kesempatan untuk membatasi penyebaran virus Corona. Sehingga saat masa perpanjangan selesai, paling tidak situasi sedikit berada dalam kontrol pemerintah.

Saya sendiri sedikit merasa cemas saat berada di checkpoint. Situasinya serupa di bandara kalau bepergian ke luar negeri atau masuk ke Indonesia. Tanpa paspor, kelebihan barang dan membawa barang-barang yang dinyatakan berbahaya, perjalanan ke dalam dan luar negeri bisa terganggu.

Di pos checkpoint selama masa karantina, tanpa kartu identitas, seseorang tidak boleh keluar. Bukan hanya itu, alasan harus jelas dan masuk akal.

Makanya, yang boleh pergi ke ibu kota provinsi adalah mereka yang membutuhkan sesuatu yang tidak tersedia di ibu kota kabupaten. Seperti misal, toko obat.

Memang, ada toko obat di ibu kota kabupaten, tetapi persediannya terbatas. Sementara di ibu kota provinsi, ada tersedia beberapa toko obat. Persedian dan pilihannya lebih banyak. Selain itu, yang boleh keluar adalah mereka yang mempunyai pekerjaan di ibu kota provinsi.

Saya sendiri beralasan pergi sebuah komunitas pastor yang terletak di ibu kota provinsi. Di komunitas ini, saya melakukan beberapa pekerjaan dan mendapatkan persediaan untuk kebutuhan rumah.

Alasan itu diterima. Saya pun harus pulang sebelum pemberlakuan jam malam yakni pukul 8 malam. Kalau saya pulang keesokan harinya, saya bisa saja tidak diizinkan untuk masuk kembali.

Situasi di checkpoint sangat "mencekam." Tidak jarang terjadi jika beberapa orang tidak diijinkan untuk bepergian. Pasalnya, apa yang mereka butuhkan sudah tersedia di ibu kota kabupaten.

Umumnya, mereka yang ditolak adalah mereka yang hendak pergi berbelanja ke pasar. Itu pun hanya berlaku untuk beberapa kabupaten. Sementara beberapa kabupaten masih bisa pergi ke ibu kota provinsi kalau itu merupakan jadwal yang sudah ditentukan.

Semenjak pemberlakukan masa karantina, pemerintah kabupaten berupaya untuk menyediakan setiap barang kebutuhan pokok di ibu kota kabupaten.

Upayanya memang tidak maksimal karena situasinya hanya untuk sementara. Setelahnya, situasi bisa berangsur normal dan mereka kembali pada rutinitas seperti biasa.

Selain itu, hal yang paling dicemaskan di pos checkpoint kalau tiba-tiba situasi badan kita menjadi panas. Padahal itu bisa disebabkan karena cuaca.

Karena ini, tidak jarang tim medis meminta yang bersuhu badan panas untuk berhenti sembari menunggu beberapa saat. Kalau suhu badan tidak berubah, keputusan akhir adalah dikarantina dan status pun menjadi orang dalam monitor (person under monitor).

Jadi, melewati checkpoint bukanlah pengalaman gampang. Kalau kita mempunyai kartu karantina dan tujuan yang kuat, kita bisa diperkenankan untuk melakukan perjalanan. Kalau tidak, kita siap untuk ditolak untuk melakukan perjalanan.

Sejauh ini, tempat saya sedikit longgar. Beberapa kabupaten memberlakukan aturan lockdown total. Yang boleh masuk ke kabupaten itu hanyalah mereka yang ber-KTP kabupaten tersebut.

Kalau tidak ber-KTP kabupaten itu, yang bersangkutan tidak akan diizinkan untuk masuk. Kalau ada kebutuhan mendesak, pihak kepolisian yang akan menjalankan tugas tersebut.  

Di satu sisi, situasi checkpoint yang memberlakukan aturan yang ketat ini memang menguntungkan. Terlebih khusus, dari sisi kesehatan. Masyarakat semakin terlindungi dari keterjangkitan virus Corona. Di kabupaten-kabupaten yang melakukan penguncian secara total relatif aman dari kasus Covid-19.

Di sisi lain, masyarakat pastinya kesulitan secara ekonomi. Belum tentu, situasi dan kondisi kabupaten memungkinkan mereka untuk memenuhi kebutuhan harian.

Apalagi saat ini di Filipina secara umum sedang terjadi musim panas. Waktu yang tidak tepat untuk bercocok tanam. Selain itu, pemerintah belum tentu mampu untuk menyuplai kebutuhan harian masyarakat dalam jangka waktu yang lama.

Siang ini, saya mendengar cerita dari seorang pastor. Menurutnya, salah satu pekerja di rumah biara itu mempunyai banyak anggota keluarga. Karena ketiadaan pendapatan, mereka hanya bisa mengonsumsi nasi dengan bagoong.

Bagoong merupakan makanan khas di Filipina dan biasanya dikonsumsi oleh masyarakat. Umumnya, bagoong merupakan hasil olahan ikan yang dihaluskan dan rasanya sangat asin. Gampang ditemukan di pasar. Harganya terjangkau.

Bagi keluarga dari pekerja di rumah biara itu, bagoong ini menjadi teman dari nasi selama masa karantina. Ini artinya situasi sudah agak sulit. Makanya, kalau pemerintah tetap melakukan perpanjangan, hidup masyarakat kian rumit.

Pemberlakukan cara kerja di pos checkpoint yang begitu ketat tidak memungkinkan masyarakat untuk semaunya bepergian keluar.

Memberlakukan aturan ketat di checkpoint sangatlah penting. Bahkan tugas di checkpoint bisa menjadi tolok ukur utama untuk melindungi sebuah wilayah dari keterjangkitan virus Corona.

Terbukti, aturan di pos checkpoint yang teratur dan disiplin yang sering diberlakukan di pintu keluar kabupaten di sini telah berhasil menjaga kabupaten ini dari Covid-19.

Kalau cara kerja di pos checkpointnya ketat, teratur, dan disiplin, keselamatan masyarakat pun pasti semakin terjamin. Sebaliknya, kalau pos checkpointnya tidak ketat, peluang keterjangkitan sebuah wilayah semakin besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun