Pandemi virus Corona memaksa kita untuk berdiam dan tinggal di rumah. Tinggal di rumah merupakan salah satu arahan penting agar tidak terjangkit virus Corona.
Meski tidak sepenuhnya aman, paling tidak tinggal di rumah meminimalisir penyebaran dan peluang keterjangkitan virus Corona.
Tinggal di rumah selama masa karantina mungkin sudah menghadirkan pelbagai perasaan dan realisasi baru. Perasaan tentang rumah. Realisasi baru dalam berelasi dengan orang-orang serumah.
Pertanyaannya, apakah Anda (kita) nyaman berada di rumah sampai saat ini?
Pastinya, jawaban bisa beraneka macam. Jawaban juga bergantung pada karakter tiap pribadi, seperti berkarakter ekstrovert ataukah introvert. Jawabannya juga bergantung pada pekerjaan yang kita geluti.
Bagi seorang ibu rumah tangga, tinggal di rumah bukanlah persoalan. Toh, rumah menjadi situasi hidupnya setiap hari. Yang membedakan mungkin prihal kebersamaan dengan anggota rumah.
Kalau sebelum masa karantina, hari Sabtu atau Minggu menjadi hari di mana keluarga berada di rumah. Saat masa karantina, hampir setiap hari, anggota keluarga berada bersama di rumah.
Sementara bag wanita karier yang kerap berada di luar rumah dan beraktivitas dengan pelbagai suasana yang berbeda, tinggal di rumah bisa menjadi pengalaman yang membosankan.
Perasaan kita tentang rumah juga bergantung pada suasana kita pada rumah itu sendiri. Biasanya kita mempunyai perasaan yang berbeda antara rumah keluarga, rumah teman dan rumah orang lain.
Bahkan tidak jarang terjadi, kita merasa berada di rumah sendiri saat berada di rumah orang lain. Padahal, beda lokus tetapi kita merasa nyaman seperti di rumah sendiri.
Dalam bahasa Inggris, rumah diterjemahkan dengan dua kata. House dan home. House dan home mempunyai arti dan nilai rasa yang berbeda.
House lebih diterjemahkan sebagai bangunan fisik. Sementara itu, home mempunyai arti yang lebih luas dan mendalam.
Home bisa diterjemahkan bukan hanya sebatas bangunan fisik, tetapi juga situasi dan kondisi tempat yang terikat secara spiritual dan emosianal. Bahkan home juga bisa diterjemahkan sebagai suatu tempat di mana kita bisa merasa nyaman.
Tidak heran, orang bisa menilai tempat kerja sebagai rumah atau home karena dia merasa nyaman. Sementara, rumah keluarga hanya dilihat sebagai tempat istirahat untuk melepas lelah. Terlebih lagi, jika rumah keluarga tidak memberikan kenyamanan.
Atau juga, seorang anak yang menemukan kenyamanan di rumah teman daripada di rumah sendiri. Ini bisa terjadi karena situasi dan suasana yang dihadirkan di rumah teman berbeda dengan situasi rumah sendiri.
Selama masa karantina, sebagian besar dari kita melakukan aktivitas dari rumah. Belajar, bekerja dan beribadah dari rumah. Ketiga aktivitas ini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita selama masa karantina.
Memang, terkesan praktis. Kita tidak perlu membuang tenaga dan waktu untuk pergi ke luar rumah. Ini juga menjadi kesempatan untuk berada bersama dengan keluarga.
Namun seiring perjalanan waktu, kita mungkin merasa kalau kita membutuhkan situasi yang berbeda untuk belajar, bekerja dan berdoa. Hal itu ini terjadi karena rasa bosan. Situasi yang sama menjadi pemandangan harian. Kita ingin keluar dan berada pada situasi yang berbeda.
Hemat saya, rasa bosan terbilang normal. Pasalnya, kecenderungan kita yang menginginkan situasi yang dinamis. Lama-lama juga situasi bosan bisa hilang kalau menemukan cara baru untuk mengatasinya.
Persoalan yang perlu diperhatikan saat kita tidak merasa nyaman dengan situsi rumah. Ketidaknyamanan ini bisa lebih berhubungan situasi batin penghuni rumah.
Situasi batin dipengaruhi bukan saja semata-mata bangunan fisik dari rumah tersebut. Tetapi situasi batin itu dipengaruhi oleh relasi dengan orang serumah.
Ada yang timpang. Tiap orang tidak menunjukkan relasi laiknya sebagai anggota keluarga. Relasi juga cenderung fungsional tanpa terlalu melibatkan emosi dan perasaan.
Tak jarang terjadi, keluarga yang mempunyai rumah sederhana mempunyai relasi yang akrab antara satu sama lain. Sementara yang berumah mewah, mereka tidak mempunyai relasi yang hangat. Ada kecenderungan untuk keluar dan berada di tempat lain.
Saat kita melihat rumah sebagai tempat yang tidak nyaman, saat itu kita menilai dan merasa rumah semata sebagai bangunan fisik, house. Meski kita berada dengan anggota keluarga dan fasilitas yang memadai, kita tidak merasa nyaman. Relasi terasa hambar. Tiap orang sibuk dengan urusannya masing-masing.
Tetapi kalau kita merasa nyaman, ini artinya kita menilai rumah bukan sebagai bangunan fisik tetapi tempat yang dihiasi oleh suasana. Home. Suasana itu tercipta oleh ikatan emosional sebagai sebuah keluarga dan dihiasi dengan perasaan saling mencintai dan melengkapi. Walaupun bentuk fisik rumah terbilang simple, tetapi penghuni rumah merasa at home.
Setelah beberapa hari berada dalam masa karantina, pastinya setiap kita mempunyai pengalaman berbeda. Rumah menjadi pemandangan harian. Ada rasa bosan pastinya.
Tetapi kalau ada rasa tidak nyaman, itu bisa berarti ada yang salah dengan suasana di dalam rumah kita. Ketidaknyamanan itu terjadi karena faktor relasi antara satu sama lain di rumah.
Beraktivitas di rumah seharusnya menjadi momen untuk memaknai rumah itu sendiri. Mungkin ada dari antara kita yang lebih cendurung menilai rumah sebagai tempat persinggahan, tempat istirahat dan bangunan fisik.
Masa karantina merupakan momen untuk membaharui komitmen kita bersama orang-orang serumah. Kita menjadikan rumah sebagai tempat yang nyaman.
Tempat yang nyaman hanya bisa tercipta kalau kita membangun relasi antara satu sama lain. Relasi yang penuh dengan ungkapan cinta antara satu sama lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H