Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kotaku yang Belum Siap di Tengah Kabar Pasien dalam Pengawasan (PDP) Corona

25 Maret 2020   11:39 Diperbarui: 25 Maret 2020   12:06 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semalam saya mendapat pesan dari salah satu saudari saya dari Flores. Dia menanyakan kabar saya berada di tengah situasi karantina di Filipina.

Tanpa basa-basi, saudari saya ini langsung menginformasikan jika di rumah sakit daerah kami sudah ada pasien dalam pengawasan (PDP) Corona.

Dari pesan itu, saudari saya ini terlihat agak sedikit cemas. Apalagi salah seorang saudara saya bekerja di rumah sakit tersebut.  

Sembari memberikan peneguhan, saya hanya meminta untuk tidak panik dan berusaha mengikuti aturan medis dalam melawan Covid-19. Arahan pemerintah dan pihak medis sangatlah jelas. Sekarang tinggal kita yang mesti mengikuti dan mentaati arahan tersebut.

Berita tentang pasien PDP Corona di rumah sakit daerah kami ini kian mencemaskan saat beliau dinyatakan meninggal dunia pagi ini.

Semalam beliau masih dirawat di rumah sakit daerah, tempat di mana keluargaku tinggal. Mungkin karena keterbatasan fasilitas dan soal rujukan rumah sakit penanganan Corona, yang bersangkutan dipindahkan ke rumah sakit kabupaten tetangga. Rumah sakit ini menjadi salah satu rujukan penanganan Corona. Tidak sampai sehari berada di rumah sakit kabupaten tetangga, pasien ini dinyatakan meninggal dunia.

Sejauh ini, belum ada pernyataan resmi kalau beliau dinyatakan positif Covid-19. Statusnya masih sekadar pasien. Pasien Dalam Pengawasan. Hasilnya bergantung pada penyelidikan lebih lanjut.

Seturut beberapa berita, beliau ini mempunyai beberapa indikasi yang serupa dengan penyakit Covid-19. Mungkin karena keterbatasan fasilitas, pihak medis tidak serta merta menyatakan kalau yang bersangkutan menderita Covid-19 ataukah menderita penyakit lain. Harapannya penyakit lain.

Saya sendiri sulit dan cemas membayangkan kalau andaikata ternyata pasien itu positif Covid-19. Kecemasan saya dilatari oleh dua hal.

Pertama, bayangan saya pada ketersediaan fasilitas kesehatan. Di wilayah Jawa saja, ketersediaan alat perlindungan diri (APD) masih terbatas. Padahal wilayah Jawa bisa dikatakan mempunyai akses yang mumpuni bila dibandingkan dengan tempat kami di wilaya Indonesia Timur.

Karena keterbatasan ini, pemerintah pusat bahkan mesti memesan tambahan APD dari China untuk melengkapi fasilitas perawatan Corona sejumlah tempat.

Sementara di wilayah saya, Flores, fasilitas masih minim. Contohnya, di kabupaten saya hanya ada dua rumah sakit, rumah sakit pemerintah dan swasta.

Kedua rumah sakit ini pun bukan menjadi rujukan pemerintah dalam penanganan pasien Covid-19. Salah satu rumah sakit yang menjadi rujukan berada di kabupaten tetangga. Dari pusat kabupaten saya ke kabupaten tetangga ini perjalanan dengan kendaraan roda empat bisa ditempuh selama 3-4 jam.

Kedua, andaikata positif Covid-19 (hanya pengandaian pribadi), entah sudah berapa lama pasien ini menderita penyakit itu. Kalau dia menderita dalam jangka waktu lama, tentunya, secara tidak langsung keluarga dan teman dari pasien ini bisa mendapat dampak. Prosedur selanjutnya mereka juga harus dikarantina atau bahkan dites secara komprehensif. Semoga tidak positif!

Saya kira pemerintah kerap mengarahkan masyarakat tentang Covid-19. Salah satu arahan adalah melakukan karantina, terutama bagi orang-orang yang tiba dari perjalanan jauh dan mempunyai tanda-tanda seperti Covid-19.  Walau bukan positif Covid-19, paling tidak orang yang mempunyai simpton-simpton seperti Covid-19 bisa mempunyai langkah antisipasi secara dini.

Keberadaan PDP di kota kami memberikan banyak reaksi. Di beberapa grup chat WA yang saya ikuti bertaburan diskusi tentang pasien yang dikategorikan PDP itu. Sebagian besar berharap semoga pasien tidak positif Covid-19. Saya pun berharap demikian.

Dalam rasa tidak pasti, saya berharap kalau pasien itu hanya menderita penyakit lain. Bukan Covid-19. Harapan ini dilatari oleh keadaan wilayah kami. Menimbang ketersediaan fasilitas, saya agak sangsi kalau wilayah kami bisa melakukan perlawanan terhadap Covid-19.

Sejauh ini, pemerintah hanya membenarkan tentang kematian PDP tersebut. Meski demikian, pemerintah belum bisa memberikan pernyataan kalau yang bersangkutan itu dinyatakan positif ataukah negatif Covid-19. Masih perlu penelusuran dan uji coba lebih jauh agar membuktikan Covid-19. Sekali lagi, semoga bukan Covid-19.

Di balik rasa yang tidak jelas, mungkin keberadaan PDP menjadi awasan yang cukup serius bagi siapa saja. Awasan bukan untuk menimbulkan kepanikan, tetapi kewaspadaan.

Seruan tinggal di rumah mesti diperhatikan secara serius. Menjaga jarak mesti dipatuhi. Keramaihan dan kerumunan mesti dihentikan untuk sementara waktu.

Semuanya itu demi kebaikan bersama dan bukan untuk kepentingan satu atau golongan tertentu. Mengikuti arahan pemerintah dalam melawan Covid-19 merupakan upaya untuk melindungi diri sendiri, keluarga, tetangga, teman dan siapa saja yang kita jumpai.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun