Pertanyaannya, apakah orangtua memberikan waktu untuk berbicara dan mendengarkan anak-anak?
Mendengarkan anak tidak menunggu waktu tertentu. Seharusnya hal itu sudah bermula sejak kecil.
Biasanya sewaktu masih berusia balita, anak menyampaikan banyak pertanyaan kepada orangtua. Beberapa di antaranya sudah pandai bercerita dan menyampaikan pendapat. Pada situasi seperti inilah, orangtua mesti memberikan diri untuk mendengarkan kisah mereka.
Semakin orangtua perhatian dan atentif mendengarkan kisah anak, anak bisa merasa nyaman untuk bercerita. Dengan ini, anak melihat ada figur yang dipercaya dan mau mendengarkan cerita mereka.
Kondisi ini bisa terus terjadi saat anak bertumbuh. Bercerita kepada orangtua menjadi pengalaman yang lumrah karena orangtua menjadi figur yang nyaman untuk mendengarkan kisah anak.
Bukan tidak mungkin, anak juga membicarakan pengalaman mereka di sekolah, di tempat bermain dan bahkan apa yang mereka jumpai dan alami lewat internet dan media sosial. Mereka bercerita kepada orangtua karena mereka merasa orangtua sebagai tempat yang nyaman  dan bisa dipercaya untuk mendengarkan kisah mereka.
Mendengarkan anak merupakan salah cara untuk mengawasi perkembangan anak. Lewat kisah dan pengalaman seorang anak, orangtua bisa tahu pola pikir seorang anak.
Toh, pola laku selalu bermula dari pola pikir. Pola pikir yang baik selalu mengarah pada tingkah laku yang benar.
Kisah dan pengalaman anak bisa mempengaruhi pola pikir mereka. Kalau pola pikir mereka sudah salah, orangtua bertanggung jawab untuk meluruskan dan membenarkan pola pikir tersebut agar tidak bergerak ke arah yang negatif.
Hal ini kembali pada kesediaan hati dan kemampuan orangtua untuk mendengarkan anak. Anak mau bercerita tentang apa yang mereka alami dan pikirkan kalau orangtua sudah menjadi pendengar yang baik.
Tetapi kalau tidak, anak bisa memendam pikiran dan perasaannya. Ujung-ujungnya, mereka akan meluapkannya lewat cara yang salah.