Wacana tentang pemulangan warga negara Indonesia (WNI) eks anggota ISIS masih menimbulkan pandangan pro dan kontra di tengah masyarakat.
Sejauh ini, saya beberapa kali pernah menanyakan langsung teman-teman yang saya jumpai tentang wacana ini. Semuanya tidak sepakat dengan pemulangan WNI eks anggota ISIS ini. Â
Ya, untuk konteks Indonesia secara umumnya, tidak sedikit masyarakat yang menyatakan dengan keras penolakan atas pemulangan WNI eks anggota ISIS.
Salah satu alasan adalah karena dengan bergabungnya mereka ke organisasi ISIS, mereka sudah membelot dari NKRI. Â Mereka sudah menyangkal identitas mereka sebagai orang Indonesia. Â Secara kasar mungkin bisa dikatakan kalau para eks anggota ISIS pernah menjadi WNI. Â
Dua sisi pendapat pro dan kontra juga terjadi pada level pejabat pemerintah. Ini berarti kalau peluang kepulangan WNI eks ISIS ke tanah air ini bisa saja terjadi. Ini bisa bergantung pada aneka pertimbangan dari pemerintah.
Tentunya, pertimbangan itu tidak mengesampingkan suara publik. Salah satu pertimbangan lain adalah fakta yang telah terjadi karena dampak keberadaan ISIS dan kemungkinan apa yang bisa muncul dari keberadaan ISIS ini.
Hemat saya, di balik peluang kepulangan WNI eks ISIS ini, kita juga patut mempertimbangkan sisi kekejaman yang telah dilakukan oleh ISIS ini. Kita tidak boleh melupakan catatan kelam yang telah ditulis oleh organisasi ISIS ini.
Para anggota ISIS tidak saja melancarkan teror di Syria dan Irak. Mereka juga pernah meneror beberapa negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia dan Filipina.
Filipina pernah mendapat guncangan hebat karena aksi teror ISIS. Tidak tanggung-tanggung, mereka berhasil menguasai dan melumpukan salah satu kota di pulau Mindanau, wilayah bagian Selatan Filipina, yakni Kota Marawi.
Secara konteks agama, Filipina merupakan negara bermayoritaskan Kristen Katolik. ISIS berhasil menguasai kota Marawi, yang kebetulan bermayoritaskan agama Muslim.
Krisis di kota Marawi ini dimulai pada tanggal 23 Mei 2017. Krisis ini berlangsung hampir selama lima bulan. Presiden Duterte mendeklrasikan kemenangan mileter Filipina pada tanggal 17 Oktober 2017 setelah tewasnya pemimpin grup Omar Maute dan Isnilon Hapilon.
Salah satu hal yang perlu digarisbawahi dari krisi di kota Marawi ini adalah persatuan antara grup-grup teroris yang sudah ada sebelum keberadaan ISIS. Â Anggota ISIS bergabung bersama salah satu grup teroris yang cukup berpengaruh di Filipina, Abu Sayyaf.
Ini juga mengingatkan kita kalau kepulangan mantan anggota ISIS bisa menjadi motor penggerahk bagi grup lain di Indonesia.
Pada waktu itu, militer Filipina tidak tinggal diam. Penguasaan ala ISIS ini merupakan perlawanan terhadap kedaulatan negara.
Gempuran militer Filipina di kota Marawi selama lima bulan tidak hanya menghancurkan kota Marawi secara fisik, tetapi mempengaruhi mentalitas ratusan ribu penghuni kota tersebut.
Lebih dari 100.000 penduduk mesti mengungsi. Â Hidup di pengunsian dan jauh dari tempat di mana mereka bertumbuh dan mencari hidup bukanlah pengalaman yang nyaman.
Fasilitias publik seperti kantor-kantor pemerintahan, sekolah, tempat ibadah menjadi target serangan ISIS. Hal ini bertambah parah saat terjadi konflik terjadi antara militer kontra ISIS selama lima bulan.
Setelah kembali dari pengungsian, masyarakat kota Marawi mendapatkan tempat tinggal mereka hancur lebur akibat pertempuran antara militer Filipina dan para pendukung ISIS.
Selain itu, Militer Filipina juga mengalami kesulitan untuk mengatasi para pendukung ISIS yang menguasai kota Marawi.
Kesulitan itu terjadi karena para pengikut ISIS sudah merencanakan dan menyiapkan aksi teror ini dalam waktu tertentu. Karenanya, mereka sudah mengenal kota Marawi dengan baik. Â
Banyak orang menyesali dengan aksi teror ISIS ini. Beberapa orang mengakui kalau sebelum aksi teror ISIS mereka mempunyai kehidupan yang tenang. Tetapi situasi berubah karena kehadiran ISIS (straitstimes.com 21/5/2019).
Kota Marawi merupakan salah satu kota penting di wilayah Selatan Filipina. Namun wajah kota ini berubah setelah 154 hari pertempuran.
Keberadaan ISIS telah melukai hati banyak orang di kota Marawi. Pastinya, mereka masih mempunyai luka batin yang mendalam bagi para pengikut ISIS hingga saat ini.
Kehancuran, sakit hati dan kekecewaan mereka tidak bisa ditebus dalam waktu semalam.
Saya kira ini juga terjadi pada beberapa orang yang merupakan korban ISIS di beberapa tempat di dunia. Trauma dan luka batin akan menyulitkan mereka untuk menerima eks anggota ISIS.
Apalagi kalau kita tidak tahu apakah mereka sungguh-sungguh terlepas dari ajaran yang mereka anuti ataukah tidak.Kalau belum, hal itu bisa menjadi beban baru bagi negara penerima eks anggota ISIS. Ujung-ujungnya, persoalan seperti yang terjadi di kota Marawi, Filipina bisa terulang kembali.
Rencana pemulangan WNI eks anggota ISIS mesti dipertimbangkan sebaik mungkin.
Dalam sejarah keberadaan kelompok ini, mereka pernah berusaha menjatuhkan sebuah negara dan menguasai salah satu kota di negara tetangga kita, Filipina.
Sekiranya sejarah kelam ini dipertimbangkan sebagai acuan dalam mengambil keputuasan soal pemulangan WNI eks ISIS ini.
Gobin Dd
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H