Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Suara Korban Kekerasan Seksual Tidak Boleh Dipojokkan, tetapi Mesti Didengarkan

8 Januari 2020   15:56 Diperbarui: 8 Januari 2020   16:09 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Persoalan masa silam selalu menjadi bayang-bayang kehidupan seorang korban. Meski sudah hidup mapan, korban tetap tidak bisa begitu saja melupakan dan lari dari bayang-bayang kelam di masa lalu mereka. Pada titik inilah, pihak korban mesti mendapat pendampingan psikis dan mental.

Pendampingan psikis dan mental itu berupa upaya untuk mendengarkan suara korban. Biarkanlah korban berkisah, menuturkan perasaan dan sakit hati mereka. Kalau bisa suara-suara mereka dibarengi dengan upaya untuk mencari keadilan agar para korban merasa diperhatikan dan dihargai.

Tetapi kalau para korban dibungkam dan bahkan tidak didengarkan, hal itu malah menimbulkan soal baru dalam diri korban.

Bukan rahasia lagi kalau pengalaman masa silam bisa menjadi motor untuk korban melakukan hal yang sama atau meluapkannya dengan melakukan hal negatif yang berbeda.  

Suara pihak korban mesti menjadi perhatian serius dari pelbagai pihak. Tentunya dampak psikis dari apa yang mereka alami mungkin tidak sebanding dengan hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku. Apalagi kalau pelaku melihat perbuatannya itu sebagai hal yang "biasa-biasa saja."

Di sekitar kita banyak korban yang menjadi kekerasan dan penyelewengan seksual. Kadang kala terjadi kita mendiamkan kasus itu dan bahkan berusaha menenangkan korban tanpa membantu korban untuk menyembuhkan luka yang ada di dalam dirinya.

Pada saat itulah kita tidak sebenarnya mendiamkan korban, tetapi kita malah bisa membangun pelaku lain. Tidak jarang terjadi kalau pelaku kekerasan seksual bermula dari pengalaman masa silam yang disembunyikan dan bahkan ditumpuk.

Entah apa yang merasuki  Reynhard Sinaga sehingga menjadi seorang predator seksual di Inggris. Hingga kini, kita belum tahu apakah ada korban atau tidak di Indonesia, negaranya sendiri.

Pastinya, mentalitas Reynhard Sinaga tidak terbentuk begitu saja. Boleh jadi ada faktor lain seperti faktor sosial dan budaya yang membentuk kepribadian pelaku.

Tanpa mau menduga-duga, Reynhard Sinaga mungkin saja pernah menjadi korban dari ketidakpeduliaan atas jati dirinya. Dia tidak mengalami penerimaan dan pengakuan di lingkungannya.

Reynhard Sinaga berasal dari keluarga kaya. Bahkan orangtuanya mengingingkannya untuk menikah dengan seorang wanita karena orangtuanya tidak tahu kalau dia adalah seorang gay.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun