Perubahan konteks sosial tetap tidak mempengaruhi konsep dan pemandangan hidup bertetangga. Kehidupan bertetangga adalah bagian yang tak terpisahkan dalam sebuah relasi sosial.
Hal itu juga merupakan suatu konteks yang mesti dilihat dan dipahami secara bijak. Kalau tidak konflik antar tetangga bisa saja terjadi. Makanya kita seyogianya tahu dan paham siapa saja dan seperti apa tetangga yang ada di sekitar kita.
Tidak semua tetangga itu sama. Ada tetangga yang menginginkan iklim kehidupan di sekitarnya aman, tenang dan damai. Saya kira hal ini merupakan gambaran tetangga pada umumnya.
Ada tetangga yang begitu toleran dengan tetangga. Apa pun yang terjadi pada tetangga, hal itu bukanlah persoalan baginya.
Misalnya, saat salah satu tetangga mempunyai acara dan karena acara itu situasi agak ramai dan ribut. Keramaian dan keributan itu secara langsung berdampak pada hidup mereka sebagai tetangga.
Bukannya bereaksi dengan protes dan penolakan, mereka malah mengerti dengan situasi seperti itu. Tetapi kalau ada tetangga yang tidak mengerti dengan situasi seperti ini, yang bisa muncul adalah perdebatan dan konflik.
Karenanya kehidupan bertangga mesti melibatkan sensitivitas melihat dan memahami kehidupan tetangga yang lainnya. Kita tidak bisa memaksa tetangga kita untuk menuruti dan mengikuti apa yang kita inginkan.
Pada saat kita menginginkan pandangan kita menjadi pandangan orang lain, pada saat itu pula kita membangun sekat dan menciptakan ruang untuk berselesih. Â
Saya masih ingat salah satu suasana yang menguji hidup bertetangga. Suasana pesta. Biasanya, di Flores pada umumnya, saat ada pesta, dentuman bunyi musik menjadi hal yang biasa-biasa saja. Bunyi musik menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pesta. Tanpa bunyi musik yang acap kali volumenya tinggi, pesta terasa kering.
Persoalannya kerap terjadi saat bunyi musik sudah terjadi beberapa hari sebelum hari di mana pesta itu berlangsung. Bahkan tidak sedikit pula yang membunyikan musik tanpa peduli dengan situasi tetangga yang mungkin sementara beristirahat atau mempunyai salah keluarga yang sakit.
Meski demikian, ada yang melihat itu sebagai fenomena yang biasa karena itu sudah menjadi bagian dari kenyataan sosial.
Tetapi ada pula yang tidak menerima keadaan itu. Apalagi kalau orang-orang yang baru datang dan masuk ke dalam konteks sosial seperti itu.
Pada saat titik kesabaran tidak terkontrol lagi, kadang muncul protes, perdebatan dan cekcok antara yang menjadi penyebab keributan dengan yang menjadi korban dari keributan tersebut.
Dalam situasi seperti ini, kehidupan bertentangga mesti dilihat dan dievaluasi. Evaluasi ini bertujuan untuk melihat karakter seperti apa yang dimiliki oleh tetangga sekitar.
Pastinya mereka juga mereka mempunyai batas toleransi dengan apa yang kita lakukan asalkan kita juga tidak berlaku terlalu berlebihan.
Kehidupan bertetangga kadang terlihat gampang saat dilihat dari luar. Tetapi dalam jangka waktu tertentu, kehidupan itu bisa menghadirkan persoalan tertentu.
Persoalan itu bisa saja terjadi saat tidak adanya sikap saling pengertian antara satu sama lain. Salah satu tetangga merasa biasa-biasa saja dengan apa yang dilakukannya, tanpa mau tahu apa reaksi dari tetangga yang lainnya. Sebaliknya, tetangga yang merasa menjadi korban akan mencari cara lain untuk mengulang yang sama.
Jadinya, kehidupan bertetangga berada pada kubangan yang cukup kelam. Kalau tidak diatur dengan baik, bisa jadi akan ada letupan berupa cekcok antara satu sama lain.
Sangat penting melihat dan memahami kehidupan bertetangga. Kalau dilihat secara mendalam, kehidupan bertetangga merupakan gerbang untuk masuk ke dalam konteks yang lebih luas.
Kalau kita terbiasa membangun kehidupan bertetangga dengan baik, kita juga gampang terlibat dalam konteks kehidupan sosial yang lebih luas.
Tetapi kalau kita tidak membiasakan diri membangun kehidupan bertetangga yang penuh damai dan ketentraman, kita juga akan meresa sulit membangun relasi dengan sesama dalam konteks yang lebih luas.
Jadi, membangun sebuah relasi yang penuh kedamaian kerap mulai dari kita membangun relasi dengan tetangga. Kita tidak boleh memandang sebelah mata relasi kita dengan tetangga.
Sebaliknya, kita menjadikan kehidupan bertetangga itu sebagai medium sosialisasi untuk membangun kehidupan bertetangga ke arah yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H