Karena itu, Jokowi mesti berani mengambil langkah tegas. Salah satunya, menindak semua aparatur negara yang secara jelas sudah terlibat dan dirasuki oleh paham radikal. Tentunya, kita tidak mau kalau aparatur negara tidak sejalan dengan program dan gagasan pemerintah dan negara karena lebih memihak pada paham tertentu.
Selain itu, dunia pendidikan juga mesti dibebaskan oleh aneka upaya yang merasuki guru dan para murid dengan gagasan-gagasan yang merusak bangsa dan negara.
Ketiga, bebaskanlah persoalan kabut asap dari Indonesia. Persoalan kabut asap pada tahun ini adalah bencana nasional. Akibat bencana ini, banyak aspek kehidupan yang merugi.Â
Sebut saja, aspek kesehatan masyarakat yang bisa berdampak jangka panjang maupun pendek. Belum lagi, aspek ekonomi. Karena kabut asap, sekolah diliburkan dan kegiatan di luar rumah menjadi terbatas.
Tentunya, siapa saja tidak mau kalau persoalan yang sama ini terjadi lagi di periode kedua. Kalau terjadi lagi, akan muncul pertanyaan besar tentang kualitas kepemimpinan yang sedang diemban.
Biarkanlah persoalan kabut asap itu menjadi catatan kelam di periode pertama dan mesti dijadikan pelajaran untuk periode kedua.
Hemat saya, agar tidak terjadi lagi, saya kira Jokowi harus memilih dan menentukan pejabat kementerian yang berani untuk menindak tegas siapa saja pelaku pembakaran hutan.
Pada titik ini, saya kira kita boleh meminjam gaya kepemimpinan menteri perikanan, ibu Susi Pudjiastuti dalam menindak aksi kapal pencurian ikan. "Tenggelamkan!" Saya kira kita butuh figur seperti itu yang secara nyata dan tegas menindak pelaku pembakaran hutan di negara ini.
Kiranya tiga harapan ini akan menjadi bagian dari perjalanan dan pelayanan dari pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin di periode kedua 2019-2024.
Gobin Dd
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H