[caption id="attachment_363127" align="aligncenter" width="484" caption="Sumber gambar:indonesia.ucanews.com"][/caption]
Saat ini pergaulan remaja semakin memprihatinkan mulai dari seks besas, narkoba hingga tidak kriminalitas pembegalan. Perkembangan remaja saat ini mengarah pada hal yang negatif dan kriminalitas. Baru saja kasus yang menggemparkan Indonesia mengenai pesta bikini. Bobroknya moral remaja dimanfaatkan untuk meraup keuntungan pihak-pihak tertentu.
Keprihatinan mengenai remaja bukan tanpa alasan, kenyataan mengenai gaya pacaran yang kebablasan bagaikan pemandangan yang biasa kita lihat mulai dari kota hingga desa. Model berpakaian remaja saat ini juga pada tahap memprihatinkan. Bukan lagi mencerminkan adat ketimuran yang arif dan sopan.
Menurut sudut pandang saya remaja saat ini mengalami sakit mental yang ditandai oleh berbagai kenyaatan yang sering kita lihat yaitu:
Putusnya urat malu
Remaja saat ini nampaknya sudah tak ada lagi budaya malu. Berpakaian minim keluar rumah dengan hotpan maupun you can see seolah menjadi pandangan yang biasa kita lihat. Remaja yang berpelukan, berciuman ditempat umum seolah menjadi pemandangan yang biasa.
Memuja seks
Dikalangan remaja saat ini ada kecenderungan memuja seks, mereka beruhubungan intim dengan modus pacaran. Bahkan tak sedikit dari mereka yang bergonta ganti pasangan hanya karena ingin memuaskan nafsu seks belaka. Nafsu mereka dicukupi pacar dengan gratis. Ketika sudah tak puas berganti lagi hanya demi kepuasan seks. Mungkin ini berlebihan tapi faktanya itu jika kita mau kritis dengan lingkungan disekitar kita.
Lemahnya pemahaman agama
Pemahaman agama remaja saat ini sangat mengkhawatirkan, terbukti mereka berbuat asusila dan kriminal tanpa takut dengan dosa. Agama hanya pengakuan belaka tanpa ada keyakinan dan pengamalan yang intensif sehingga mudah sekali diombang-ambingkan oleh nafsu setan.
Pecandu sosial media
Kini sosial media menjadikan para remaja lebih lelusa dalam berhubungan satu sama lain tanpa ada hambatan jarak. Hal ini semakin menghancurkan pergaulan remaja, mereka dapat melakukan kegiatan yang memacu perbuatan asusila melalui sosial media baik foto, chating, webcam maupun pesan nakal. Bahkan seiring perkembangan teknologi ini prostitusi online juga semakin menjamur.
Siapa yang salah ?
Jika mengenai siapa yang salah, orangtualah yang paling bersalah dalam hal ini mengingat keluarga adalah pendidikan anak yang paling utama dan dasar. Setuju atau tidak kenyaataanya orangtualah yang paling berperan dalam membentuk karakter anak. Orangtua harus mampu memberikan contoh, tauladan dan pengetahuan agama yang memadai bagi si anak.
Kadang orangtua berpikiran jika telah mencukupi kebutuhan anak secara materi sudah selesai tugasnya. Sehingga mereka matia-matian bekerja untuk mencukupi kebutuhan anaknya agar anaknya bahagia. Bahkan saking sibuknya tak pernah mempedulikan perkembangan anaknya. Padahal tidak demikian, anak tak hanya butuh materi yang melimpah tetapi juga kasih sayang, teladan serta perhatian sehingga mereka tumbuh dan berkembang menjadi anak yang baik.
Dan dimana peran pendidikan? peran pendidikan adalah mengembangkan dan memupuk karakter mulia anak yang telah dibentuk dikeluarga. Sebenarnya tak pas jika seorang anak berperilaku negatif kemudian menyalahkan pendidikan. Mengingat jam belajar anak disekolah rata-rata di Indonesia hanyalah 8 jam selebihnya dikeluarga dan lingkungan. Peran sekolah sebatas 8 jam itu selebihnya kembali ke orangtua untuk membina anak-anaknya.
Dengan fenomena ini semoga orangtua-orangtua di Indonesia menjadi sadar akan pentingnya pendidikan dalam keluarga dan semua lini dapat bersatu padu dari keluarga,orangtua dan lingkungan sehingga semua dapat mengontrol perilaku menyimpan remaja saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H