Mohon tunggu...
doni hermawan
doni hermawan Mohon Tunggu... lainnya -

pria 24 tahun yang hobi tentang hal-hal yang berbau musik, olahraga, berpetualang,terutama menulis, serta fotografi yang sedang coba dipelajari lebih intens. Saat ini tengah berjuang menyelesaikan s1nya di ekstensi Ilmu Komunikasi FISIP USU. Hari-hari diisi dengan menulis dan terus menulis. Karena baginya menulis adalah bercerita kepada siapapun yang membaca tulisannya. Impiannya adalah bisa berkeliling dunia dengan tulisan-tulisannya. Salah satunya meliput piala dunia secara langsung. Walaupun itu masih sekedar mimpi.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Memelihara Dualisme (PSMS)

22 Desember 2011   17:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:53 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Seminggu belakangan PSMS Medan dalam ketegangan. Keabu-abuan dalam menentukan sikap menghadapi dualisme kompetisi yang terjadi di tanah air berujung pada dualisme di tubuh PSMS sendiri. Nama PSMS Medan terdaftar di dua kompetisi yang bersebrangan, Indonesian Premier League (IPL) dan Indonesian Super League (ISL). Mengikuti tren dualisme seperti yang terjadi di klub-klub lain seperti Persija, Arema dan Persebaya.

Tentunya ada dua kubu dengan pemikiran yang tidak sama. Perang statement di media antara kubu ISL dan IPL menghiasi headline-headline media masa di Medan. Karena itu suasana pertemuan 40 klub pemilik saham PSMS yang difasilitasi Pengurus PSMS, akhir November lalu di Garuda Plaza Hotel (GPH) diyakini dalam tensi tinggi.

Namun ketegangan hanya di awal. Rapat berjalan adem ayem dan tidak ada perdebatan yang pelik. Pertemuan membahas dualisme yang terjadi berakhir antiklimaks. Intinya tak ada yang membantah PSMS tetap berjalan di dua kompetisi.

Ketua Umum Perisai Pajak, Julius Raja mengatakan sudah terlambat untuk memperdebatkan lagi soal ISL atau IPL karena dua tim sudah berjalan. " Arah PSMS sudah jelas. PSMS yang main di IPL juga sudah jalan. Biarlah PSMS yang ISL jalan dan IPL jalan. Tidak mungkin lagi kita rubah. Harusnya sebelumnya ada voting," ujarnya.

Tudingan terhadap  PSSI yang tidak tegas menyikapi dualisme yang terjadi tak terbantahkan lagi. " Ini memang yang diciptakan PSSI.  Dualisme-dualisme seperti ini. Ketegasan dari PSSI itu tidak ada. Kalau ada ngapain kita berdebat disini," katanya.

Meskipun juga ada suara-suara yang resah melihat dualisme yang terjadi dan mengkritisi soal pilihan ke ISL. "Jangan hanya salahkan PSSI. Salahkan juga PSMS. Dibenarkan tidak oleh FIFA ada dua kompetisi. Karena kiblat kita kesana. Pak idris berani tanggung jawab gak soal pilihan ini. Kalau berbicara lebih baik dua kompetisi ini digabung.  Kita saja di PSMStidak tahu lagi dimana PSMS berkiblat. Kalau dikemudian hari ISL tidak disahkan, ke laut kita," ujar Fauzi Hasballah dari Kesawan Putra.

Sebelumnya Sekretaris Umum PSMS, Idris memaparkan alasan mengapa pihaknya memilih ISL. "Awalnya kami mungkin sepakat ketika PSMS memilih liga resmi. Tapi pembagian 70:30 yang ditawarkan konsorsium kepada kita secara tidak langsung membuat PSMS terjual. Konsorsium juga tidak memberikan uang jaminan 15 Miliar yang kita minta, tidak mungkin pemain digaji pakai surat jaminan," ujarnya.

Pemahaman soal pembagian saham ini coba dikoreksi Dolly Siregar dari PS Padang Lawas. "Pembagian saham 70:30 yang dimaksud bukan soal kepemilikan. Tp pembagian keuntungan. Dan itu sudah trtulis di MoU," ujarnya turut diamini Johnny Sembiring.

Rapat diakhiri dengan pembagian uang pembinaan sebesar Rp.2,5 juta plus lima buah bola kepada peserta Turnamen Rahudman Cup. Rapat pun berakhir dengan senyuman tanpa menyelesaikan permasalahan. Mengendorkan kembali urat syaraf yang sebelumnya tegang antar dua kubu.

Kesimpulannya kedua kubu dipersilahkan menjalankan opsi pilihannya masing-masing. Soal benar atau salah sepertinya berkiblat pada ungkapan klasik "biar waktu yang menjawab". Seakan tak sadar kalau di luar gedung rapat, dahi publik pecinta sepakbola Medan berkerut memikirkan nasib tim pujaannya.

Tak dipungkiri dua musim berlalu sejak turun kasta, ekspektasi publik Medan memang menggunung ingin melihat kembali tim pujaannya berlaga di level 1. Lalu kondisi apakah sudah  menjawab ekspektasi dan layakkah ini dianggap sebuah kebanggaan?

Di mata sepakbola nasional, PSMS bukan lagi The Killer (baca pembunuh-red) yang ditakuti di era perserikatan dahulu. Seorang kawan di Malang menyebutkan PSMS bak klub "salon" yang sibuk mempercantik diri, dihadapan Ketua Umum PSSI (Djohar-red) dan PT Liga Indonesia.

Jajaran elit pengambil kebijakan tak kuasa mengambil sikap atas dua opsi yang ditawarkan. Atas  IPL yang hadir dengan menyebut dirinya resmi dan sederet konsep profesional yang aplikasinya kabur. Di sisi lain  ilegalitas ISL tertutupi dengan pakem lama yang menjual dengan kehadiran tim-tim elit seperti Persipura, Sriwijaya dan tim-tim bertabur bintang lainnya.

Nah, juga jangan dilupakan iming-iming dana yang ditawarkan dua pengelola kompetisi kepada peserta. Gelontoran dana bermilyar-milyar juga pembagian saham keuntungan pastinya menggoda  di tengah peraturan tanpa APBD yang segera diberlakukan. Artinya klub-klub tak perlu bersusah payah mencari pendanaan klub.

Faktanya, bukan kebanggaan yang diberikan kepada publik namun kebingungan. Kalau diajak menonton PSMS tentu pertanyaan yang muncul "PSMS yang mana? Yang ISL atau IPL?". Silahkan memilih atau menikmati keduanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun