Mohon tunggu...
Donny Candra
Donny Candra Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mengulang Sejarah

10 November 2016   00:28 Diperbarui: 10 November 2016   01:02 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah beberapa lama melihat dan mempelajari sekitar, aku teringat peristiwa Hotel Yamato tanggal 19 September 1945, tepatnya 6 hari lagi dari hari ini. Jantungku langsung berdebar. Mengetahui bahwa tempat yang kupijak saat ini akan menjadi tempat pertumpahan darah antara rakyatku dengan orang Belanda.

Awalnya aku merasa takut untuk berbuat sesuatu, tetapi pada akhirnya, aku memutuskan untuk tinggal selama beberapa hari lagi disini agar dapat membantu rakyatku melawan penjajah.

Beberapa hari telah berlalu dan hari yang ditunggu- tunggu akhirnya tiba juga. Bendera Belanda yang terpasang dipuncak Hotel Yamato menyulut amarah rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia yang marah pun memutuskan untuk meminta pihak Belanda untuk menurunkan bendera tersebut. Namun, pihak Belanda menolak. Dan ini menjadi tanda bahwa pihak Belanda tak mengakui kedaulatan rakyat Indonesia. Itu lah awal permasalahan yang ada, yang nantinya akan berujung pada pertumpahan darah di kedua belah pihak.

Aku yang dari masa depan, berkumpul ditengah kerumunan massa yang dipimpin oleh Jendral Soedirman. Ya, aku sempat bertemu dan berbincang dengannya soal apa yang akan ia lakukan jika pihak Belanda tak sejalan dengan massa. Beliau menjawab dengan sangat percaya diri, sopan, dan pasti. Aku juga dapat melihat dari gestur tubuhnya bahwa ia tidak takut melawan pihak Belanda. Ia berjalan dengan gagah seperti seorang yang baru dilantik menjadi panglima perang Sorga.

Beberapa jam kemudian, pertempuran pun terjadi.  Aku melihat orang- orang yang mati terkapar di tanah dengan kondisi mengenaskan dan darah dimana- mana.Untung saja, aku sudah terbiasa dengan pemandangan seperti itu. Seiring berjalannya waktu, makin banyak orang yang mati dan puncak pertempuran ini mulai terlihat.

Apakah kalian ingat dengan orang yang merobek bagian biru bendera Belanda? Ya, orang itu adalah diriku. Setidaknya di garis waktu yang baru. Aku diangkat oleh massa yang lain agar aku dapat merobek bendera tersebut. Sungguh suatu kehormatan yang besar dapat merasakan peristiwa sejarah itu secara langsung. Namun, saat dipuncak, pihak Belanda berhasil menembak kakiku. Aku pun langsung terjatuh ke arah kerumunan massa dan menghantam jam yang ada di pergelangan tanganku. Jam itu langsung bergetar dan dalam satu kedipan cahaya, aku langsung pindah ke tempat lain.

Kali ini aku berada di sebuah perkampungan. Aku tidak dapat melihat banyak hal karena rasa sakit yang kurasakan dikakiku. Aku yang sudah lemas karena kehilangan banyak darah meminta pertolongan dari masyarakat sekitar. Untung saja, ada masyarakat yang berbaik hati mau menolongku dan merawat luka- lukaku. Ia adalah bapak Kartodiwirjo.

Ia membawaku kerumahnya dan bertanya beberapa hal kepadaku. Seperti kanapa aku dapat luka seperti ini dan siapa namaku. Aku tak mau orang lain tahu nama asliku, jadi aku mengatakan kepadanya bahwa namaku adalah Soekarni  dan aku dapat luka seperti ini karena aku terjatuh dari tangga dan mengantam beberapa material bangunan. Aku beruntung karena ia percaya akan ceritaku.

Beberapa saat disana, aku menyadari bahwa sekarang aku berada di Blitar, Jawa Timur tahun 1916. Aku juga menyadari bahwa sebaiknya aku cepat pergi dan menyelesaikan mimpi ayahku. Namun, sebelum pergi, bapak Kartodiwirjo menyuruhku untuk tinggal selama beberapa hari, setidaknya sampai lukaku membaik. Dengan tawaran yang tulus darinya, aku tak tega menolaknya dan akhirnya menerima tawaran tersebut.

Selama beberapa hari dirumahnya, aku mengetahui kalau ia memiliki seorang isteri bernama Bu Supiah yang sedang mengandung. Mereka masih belum tahu nama apa yang akan mereka berikan kepada bayi mereka kelak. Berawal dari situ, aku dan keluarga Pak Kartodiwirjo mulai berbincang mengenai banyak hal. Mulai dari fenomena alam, ekonomi, pemerintahan, sampai pembajakan sawah. Jujur, aku sudah lama tak merasakan kasih dari seorang bapak. Aku sangat bahagia beliau mau menerimaku dan percaya kepadaku.

Sampai akhirnya, beliau bertanya apakah arti dari namaku. Aku yang tak tahu arti nama tersebut, langsung menjawab bahwa namaku, Soekarni berarti bahwa aku akan menjadi orang yang berpengaruh suatu saat nanti. Mendengarnya, beliau terlihat kaget dan tersenyum kepadaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun