Terjadilah penurunan permintaan akan bahan-bahan, harga komoditi turun. Harga pasar berjangka minyak bumi terus turun. Produktivitas terbenam jatuh, dan rasanya bisa dipastikan Amerika Serikat masuk dalam kondisi resesi. Kita lihat laporan PDB nanti di akhir bulan Juli.
Yang jadi beban adalah soal hutang. Jika perekonomian menjadi selambat itu, otomatis terjadi penurunan pajak dan Amerika Serikat bermasalah membayar biaya-biaya. Hutang publik Amerika Serikat sudah lebih dari dua kali lipat produksi domestik bruto, yang nilainya terus menurun. Tidak punya produktivitas saja sudah susah, tapi sekarang mereka harus bayar hutang.
Negaranya begitu juga rakyatnya, harus bayar hutang. Kalau tidak bayar hutang, maka mobil mereka diambil lagi -- terjadilah penarikan mobil dalam jumlah besar. Kalau tidak bayar hutang, rumah mereka diambil lagi, lantas mau tinggal di mana? Untuk bisa produktif, orang paling sedikit harus punya tempat tinggal. Bagaimana bisa menyediakan tempat tinggal?
Untuk segala sesuatu, dibutuhkan biaya. Memang jalanan tersedia dengan mulus, namun butuh supir dan truk untuk mengirim barang, entah membeli bahan atau menjual barang. Tanpa transportasi, orang hanya berjualan ke sekitarnya yang dekat saja, dan di sana tidak ada banyak uang. Ekonomi modern bisa mencapai skalanya karena luasnya distribusi dan kecanggihan transaksi. Kini, biaya untuk ekspedisi meningkat tinggi, bagaimana bisa bertransaksi?
Ada petani dan hasil bumi, tetapi mereka tidak bisa mengirimkan barang. Para pembeli keberatan dengan ongkos kirim yang meningkat tinggi. Ada pabrikan yang harus tutup karena tidak ada bahan baku tersedia. Orang akan berusaha memperoleh dana, dan di tengah kondisi ini tidak lagi memberikan diskon. Kalau mau beli, silakan beli dengan harga yang naik terus. Percuma memberi diskon, karena toh jumlah pembeli tidak akan bertambah.
Di sisi lain, ketika uang dollar mengalir ke Amerika Serikat, nilai dollar mengalami apresiasi nilai amat tinggi. Dengan kata lain, semua barang dari Amerika Serikat menjadi sangat mahal. Di dunia ini, siapa yang mau berbelanja sesuatu dari Amerika Serikat? Terlalu mahal, tidak kompetitif.
Karena mata uang US Dollar adalah mata uang cadangan devisa, kenaikan nilai USD juga membuat naik semua hutang yang dibuat dalam mata uang USD, padahal produktivitas yang muncul di tiap negara berangkat dari mata uang masing-masing. Negara-negara bermasalah untuk membayar hutangnya, baik pokok maupun bunga, karena dalam mata uang USD. Saya merasakan sendiri kesusahan ini di tahun 1998.
Tapi sekali lagi, The Fed mau menahan inflasi, jadi mereka menaikkan suku bunga walaupun itu berarti menarik likuiditas mengering, membuat produktivitas dalam negeri sangat-sangat tertekan, hutang rakyat meningkat (pernah merasakan ambil KPR, tapi kemudian suku bunganya dinaikkan oleh bank? Menyusahkan) dan membuat resesi semakin dalam. Apakah inflasi akan menurun?
Tidak, karena orang butuh uang, mereka akan menjual apapun yang sedikit masih mereka pegang, dengan harga lebih tinggi lagi. Sementara investasi, siapa yang masih berinvestasi? Mereka jual saham untuk menarik uang tunai dari sana. Pasar modal Amerika Serikat runtuh.
Saat pasar riil runtuh dan pasar modal juga runtuh, yang muncul bukan lagi sekedar resesi yang diduga minimal 18 bulan, melain kan suatu kondisi yang disebut Depresi ekonomi. Terakhir ada Great Depression adalah di tahun 1929. Akankah dunia kembali melihat Depresi terjadi?
Bagaimana dengan Indonesia?