Pertanyaan ini mengajak kita untuk mempertimbangkan batasan logika dalam memahami kemahakuasaan. Banyak filsuf berpendapat bahwa kemahakuasaan Tuhan tidak berarti kemampuan untuk melakukan hal-hal yang kontradiktif secara logis. Sama seperti "membuat lingkaran persegi" yang tidak mungkin, menciptakan batu yang tidak dapat diangkat oleh Tuhan adalah sebuah kontradiksi yang tidak relevan bagi konsep kemahakuasaan. Ada juga pandangan yang menyatakan bahwa Tuhan bertindak sesuai dengan sifat-Nya yang sempurna dan rasional, sehingga menciptakan sesuatu yang mengalahkan kekuatan-Nya sendiri bertentangan dengan hakikat kemahakuasaan.
Namun, paradoks tentang kemahakuasaan Tuhan ini tidak berhenti pada satu pertanyaan saja. Berbagai pertanyaan serupa mengajak kita untuk mempertimbangkan sifat dari kekuatan tanpa batas dan apakah benar ada sesuatu yang berada di luar kemampuan Tuhan. Berikut adalah beberapa contoh pertanyaan yang sering digunakan untuk melatih kemampuan berpikir kritis dalam memahami kemahakuasaan.
Pertanyaannya misalnya, “Bisakah Tuhan menciptakan makhluk yang sama mahakuasanya dengan diri-Nya?” Pertanyaan ini menantang konsep keunikan dan kekuatan absolut Tuhan. Jika Tuhan menciptakan makhluk yang sama kuatnya, ini menimbulkan pertanyaan apakah kekuatan tanpa batas dapat “dibagi.” Jika kemahakuasaan adalah keunikan Tuhan, mungkinkah ada lebih dari satu entitas yang benar-benar tak terbatas?
Lalu, “Bisakah Tuhan membuat aturan yang Ia sendiri tidak bisa langgar?” Pertanyaan ini menggali apakah kemahakuasaan mencakup kemampuan untuk menciptakan batas yang bahkan Tuhan sendiri tidak dapat lampaui. Jika Tuhan mampu menciptakan aturan yang tidak bisa Ia langgar, maka ada batasan yang Ia buat untuk diri-Nya sendiri. Namun, jika Ia tidak bisa melanggar aturan tersebut, apakah Ia masih dianggap mahakuasa?
Ada pula pertanyaan, “Dapatkah Tuhan menciptakan sesuatu yang tidak bisa Ia pahami?” Ini mengeksplorasi sifat kemahatahuan Tuhan dan apakah mungkin ada sesuatu yang melampaui pengetahuan-Nya. Jika Tuhan bisa menciptakan sesuatu yang berada di luar pemahaman-Nya, hal ini bisa dianggap sebagai keterbatasan dalam pengetahuan-Nya, yang tampaknya bertentangan dengan konsep Tuhan yang mahatahu.
Pertanyaan lain yang muncul adalah, “Bisakah Tuhan membatasi kekuatan-Nya sendiri secara permanen?” Pertanyaan ini mempertanyakan apakah Tuhan dapat membatasi kekuasaan-Nya secara permanen, misalnya dengan menyerahkan sebagian atau seluruh kekuasaan-Nya dan menjadikannya tak tergantikan. Jika Ia mampu membatasi diri-Nya secara permanen, kemahakuasaan-Nya akan berkurang. Namun, jika Ia tidak bisa melakukannya, apakah itu berarti Ia tidak benar-benar mahakuasa?
Selanjutnya, ada pertanyaan tentang “Bisakah Tuhan menciptakan sesuatu yang kekal, lalu mengubahnya menjadi fana?” Pertanyaan ini mengangkat isu tentang sifat kekekalan dan apakah Tuhan bisa membatalkan keabadian. Jika Tuhan menciptakan sesuatu yang kekal tetapi kemudian membuatnya menjadi fana, hal ini menunjukkan ketidakstabilan kekekalan itu sendiri, yang tampaknya bertentangan dengan konsep sesuatu yang abadi.
Sebuah pertanyaan lain yang cukup menarik adalah, “Bisakah Tuhan menciptakan makhluk yang bebas tetapi tidak pernah bisa memilih yang salah?” Pertanyaan ini menggabungkan konsep kemahakuasaan dengan kehendak bebas. Jika Tuhan menciptakan makhluk dengan kehendak bebas yang hanya bisa memilih yang benar, apakah ini tetap mencerminkan kebebasan sejati, atau apakah kebebasan hanya bisa eksis ketika ada kemungkinan untuk memilih salah?
Pertanyaan-pertanyaan ini membantu kita mengidentifikasi batasan logis dan kontradiksi dalam konsep kekuatan tanpa batas. Dengan mempertimbangkan batasan logika dalam konsep kemahakuasaan, kita dapat mengeksplorasi konsep-konsep metafisika dengan lebih kritis dan mendalam. Pendekatan lainnya menyarankan bahwa kemahakuasaan adalah kemampuan untuk melakukan segala hal yang logis dalam dunia yang Tuhan ciptakan. Menanyakan apakah Tuhan bisa menciptakan sesuatu yang melampaui diri-Nya adalah sebuah category mistake, atau kesalahan kategori, yaitu mempertanyakan sesuatu yang pada dasarnya tidak masuk akal atau tidak logis.
Dengan memahami paradoks ini melalui logika, kita dapat menyadari bahwa kemahakuasaan Tuhan bukanlah izin untuk melakukan hal-hal yang kontradiktif, tetapi kekuatan untuk bertindak secara konsisten dengan sifat-Nya yang sempurna. Pertanyaan-pertanyaan dilematis seperti ini mengajak kita untuk berpikir kritis dan menyusun argumen secara logis ketika kita merenungkan konsep-konsep yang berhubungan dengan Tuhan dan kemahakuasaan-Nya.
Relevansi Pembahasan Dilema bagi Pemikiran Kritis