Mohon tunggu...
Donna Farras Aurelie
Donna Farras Aurelie Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

New

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Diskriminasi terhadap Penduduk Papua dalam Bidang Pendidikan dan Pekerjaan

30 Juni 2024   13:09 Diperbarui: 30 Juni 2024   13:18 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Gambaran Umum Topik

Papua menghadapi tantangan besar dalam pendidikan dan sosial-ekonomi yang diperparah oleh diskriminasi terhadap penduduk asli. Akses pendidikan sulit karena infrastruktur minim, kurangnya fasilitas, kekurangan guru terlatih, dan hambatan bahasa. Diskriminasi terhadap penduduk asli Papua terlihat sangat nyata, meskipun Papua sendiri memiliki potensi ekonomi besar. 

Orang-orang Papua seringkali diabaikan dalam rekrutmen sektor formal dan mengalami ketidakadilan dalam gaji yang layak, serta banyak dari mereka yang hanya bekerja di sektor informal tanpa jaminan kerja. Hal ini mengakibatkan orang-orang Papua menghadapi masalah yaitu tingkat pengangguran yang tinggi dan pendapatan rendah. 

Akses mereka dalam mendapatkan pekerjaan layak dan layanan publik terbatas memperparah kondisi sosial-ekonomi mereka. Kebijakan inklusif dari pemerintah, program pelatihan keterampilan, kesadaran masyarakat daerah lain terkait perbedaan, serta ketegasan aparat hukum dalam menegakkan hukum diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua agar terbebas dari diskriminasi dan ketidakadilan.

Faktor Penyebab

Diskriminasi terhadap orang Papua sudah lama terjadi. Hal ini disebabkan oleh perbedaan ras, suku, warna kulit, budaya, dan gaya hidup. Ras Melayu yang dominan di Indonesia memandang rendah orang Papua Ras Melanesia yang berkulit sawo matang. Mereka memandang Ras Melanesia sebagai orang yang rendah, tidak berpendidikan, dan tertinggal modernisasi.

 Hal ini bisa juga diperkuat oleh pandangan turun temurun, prasangka dan stereotip dari lingkungan sekitar Ras Melayu terhadap orang-orang di Papua khususnya Ras Melanesia. Kurangnya pemahaman dan penerapan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika juga memperburuk keadaan. 

Pancasila menekankan pentingnya keadilan sosial, kemanusiaan yang adil dan beradab, dan persatuan Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika, yang berarti "berbeda-beda tetapi tetap satu," menekankan pentingnya kesatuan dalam perbedaan. Akan tetapi, apabila nilai-nilai ini tidak dipahami dengan baik oleh masyarakat akan timbul kecenderungan tidak menghargai perbedaan suku, agama, ras, dan antar golongan yang akan menyebabkan prasangka, stereotip, kemudian berakibat pada diskriminasi. 

Selain itu, Pemerintah kurang menegakkan hukum untuk mencegah diskriminasi. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kasus ketidakadilan yang masih terjadi, termasuk akses pendidikan, kesehatan, dan peluang pekerjaan yang terbatas. Kebijakan pemerintah juga terkadang tidak mempertimbangkan konteks budaya dan sosial Papua sehingga memperparah diskriminasi dan ketidakadilan.

Teori Psikologi Sosial Terkait

Pada artikel kali ini, penulis akan mengaitkan fenomena ini dengan beberapa teori psikologi sosial. Teori yang digunakan terdiri dari:

  1. Teori Diskriminasi. Diskriminasi berhubungan dengan perilaku, terutama perilaku negatif yang ditujukan kepada individu-individu karena keanggotaan mereka dalam kelompok tertentu. Berdasarkan karakteristik kelompoknya, diskriminasi dibagi menjadi beberapa bentuk, yaitu seksisme (diskriminasi berdasarkan jenis kelamin), rasisme (diskriminasi berdasarkan ras), diskriminasi dalam pekerjaan, diskriminasi agama, dan sebagainya. 

  2. Teori Stereotip. Stereotip mencakup kepercayaan umum yang kita miliki tentang kelompok, mencerminkan pandangan kita tentang anggota kelompok tertentu (Kenrick et al., 2002). Meskipun seringkali tidak akurat, stereotip berlaku sangat luas dan sering dialami, sehingga tampak hampir menjadi bagian esensial dari kondisi manusia.

  3. Teori Prasangka. Prasangka adalah sikap terhadap suatu kelompok sosial. Istilah "prasangka" digunakan untuk menggambarkan perasaan-perasaan negatif kita terhadap seseorang karena kelompok sosialnya atau asal-usulnya. Keanggotaan menunjukkan bahwa seseorang memiliki karakteristik yang dimiliki oleh kelompoknya, meskipun orang tersebut mungkin tidak memiliki karakteristik atau sifat tersebut.

  4. Teori Identitas Sosial. Ingroup bias adalah jenis bias kognitif yang menyebabkan kita mengategorikan orang berdasarkan apakah kita memiliki kesamaan dengan mereka atau kelompok lain. Menurut ingroup bias, orang-orang tergolong menjadi dua, yaitu dalam kelompok yang sama dengan kita (ingroup) atau berada di kelompok yang berbeda (outgroup). Ingroup bias menyebabkan kita lebih memihak anggota dalam kelompok kita sendiri, memperlakukan mereka secara berbeda, dan lebih bersedia berbagi sumber daya dengan mereka.

  5. Teori Konformitas. Konformitas didefinisikan oleh para ahli psikologi sosial sebagai kecenderungan seseorang untuk mengubah persepsi, pendapat, dan perilaku mereka untuk memenuhi standar kelompok (Kassin et al., 2011). Kita mungkin awalnya menolak untuk menyesuaikan diri dan lebih memilih untuk menunjukkan siapa kita dan seperti apa kita. Meskipun demikian, banyak orang merasa sulit untuk melanggar peraturan sosial. 

Hubungan Teori Psikologi Sosial dengan Diskriminasi di Papua

Kualitas pendidikan yang rendah di Papua memengaruhi peluang kerja dan promosi mereka. Stereotip negatif tentang kemampuan intelektual dan keinginan belajar penduduk Papua menyebabkan perlakuan diskriminatif dari guru, administrator, dan teman sebaya, seperti harapan rendah terhadap kinerja akademis mereka. 

Diskriminasi pendidikan terhadap penduduk Papua terjadi karena stereotip negatif yang menganggap mereka kurang cerdas atau berprestasi. Norma sosial ini mempengaruhi sikap dan perlakuan guru, siswa, dan masyarakat, serta berdampak pada akses mereka terhadap fasilitas pendidikan. 

Di dunia kerja, stereotip ini juga menyebabkan ketidakadilan dan peluang yang lebih sedikit bagi penduduk Papua dalam promosi dan pelatihan. Penduduk Papua sering dianggap sebagai kelompok "luar" oleh masyarakat lain di Indonesia karena prasangka dan stereotip negatif, serta ketimpangan ekonomi dan sosial. Anggapan bahwa Papua tertinggal memperbesar perbedaan dan jarak sosial. Kurangnya interaksi sosial memperkuat perasaan asing dan memudahkan berkembangnya prasangka dan stereotip.

Dampak Diskriminasi di Papua

Diskriminasi yang terjadi Papua semakin meningkat dan mempengaruhi kehidupan sehari-hari mereka mulai dari akses pendidikan hingga kesempatan mendapatkan pekerjaan yang layak. Hal ini berdampak pada kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat Papua. Diskriminasi yang terjadi berakibat pada kesenjangan perlakuan sosial yang dirasakan oleh orang Papua di berbagai lingkungan kehidupan termasuk pendidikan, pekerjaan, bahkan media sosial.

Di bidang pendidikan, anak-anak Papua seringkali sulit mendapatkan pendidikan berkualitas karena kurangnya fasilitas, tenaga pengajar, dan bahan ajar yang memadai. Kondisi ini mengakibatkan rendahnya kualitas pendidikan dan kesulitan mendapatkan pekerjaan dan gaji yang layak. Diskriminasi dalam akses pekerjaan ini memperparah kemiskinan di Papua. 

Atas diskriminasi tersebut, banyak orang Papua melakukan pemberontakan dan demonstrasi, menuntut kebebasan dan keadilan dari diskriminasi yang mereka alami. Konflik ini juga diperburuk oleh sikap acuh tak acuh, respon negatif dari masyarakat, media massa yang hanya menekankan bagian tertentu yang mungkin sensitif bagi sebagian pihak baik Papua atau masyarakat daerah lain, serta lambannya respons pemerintah dan kurangnya penegakan hukum memicu aksi demonstrasi. 

Demonstrasi yang terjadi tidak hanya dilakukan secara damai namun juga demonstrasi yang dilakukan dengan kekerasan. Mereka merasa bahwa tindakan secara damai tidak lagi efektif untuk mengatasi permasalahan yang terjadi. Tindakan kekerasan ini seringkali menimbulkan konflik berkepanjangan dengan aparat keamanan dan merugikan masyarakat yang tidak terlibat.

Saran Solusi untuk Mengurangi Diskriminasi di Papua

Untuk mengatasi permasalahan tersebut salah satunya dapat dimulai dari mewujudkan pendidikan berkualitas di Papua. Untuk mewujudkannya diperlukan beberapa hal yaitu:

  1. Sarana dan prasarana yang memadai: Sarana dan prasarana yang memadai mempercepat pertumbuhan pendidikan. Tanpa dukungan yang cukup, perkembangan pendidikan tidak maksimal.

  2. Kualitas guru: Guru sebagai media penyampai pengetahuan sangat menentukan perkembangan pendidikan. Keberhasilan guru diukur dari seberapa mudah siswa memahami materi yang diajarkan.

  3. Pendidikan kewirausahaan: Mengingat sebagian besar masyarakat Papua dan Papua Barat adalah petani, pendidikan kewirausahaan dapat memberdayakan mereka untuk memanfaatkan sumber daya alam setempat. Fachrurozi (2009) menyatakan bahwa pengembangan pendidikan berpengaruh pada tingkat kemiskinan, dimana daerah dengan tingkat kemiskinan tinggi biasanya memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Pendidikan di Papua dan Papua Barat harus mengatasi keterbatasan dan memanfaatkan peluang untuk meningkatkan perekonomian.

Daftar Pustaka

Afriansyah, A. (2022). Refleksi Dua Puluh Tahun Pembangunan Pendidikan di Tanah Papua (2001-2021). Jurnal Masyarakat Indonesia, 48(1).

Berlianto, H. B. (2023). Upaya Hukum Penghapusan Diskriminasi dan Rasisme Terhadap Masyarakat Asli Papua. Comserva: Jurnal Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat, 2(10), 2209-2222.

Karlina, S. A., & Wardhani, N. K. (2020). Media Online dan Diskriminasi Rasial Papua. JIKE: Jurnal Ilmu Komunikasi Efek, 3(2), 217-234.

Mardiani, I. P., Anisah, I., Hasibuan, M., & Fadilah, N. (2021). Konflik internal Antara pemerintah Indonesia dengan gerakan separatis Di Papua. Jurnal Syntax Fusion, 1(2), 49-57.

Maryam, E. W. (2019). BUKU AJAR PSIKOLOGI SOSIAL Penerapan Dalam Permasalahan Sosial. UMSIDA Press.

Nikolopoulou, K. (2023). What Is Ingroup Bias? | Definition & Examples. Scribbr. https://www.scribbr.com/research-bias/ingroup-bias/. 

Purnaweni, H. (2018). "Kebijakan Pendidikan di Papua: Analisis Kesenjangan dan Upaya Pemerataan." Jurnal Ilmu Pendidikan 30, no. 2, 115-172.

Ramadhan, M. A. (2018). PENDIDIKAN DAN KEMISKINAN DI PAPUA DAN PAPUA BARAT. ResearchGate.

Setiawan, I. (2019). Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Papua dalam Perspektif Pekerjaan dan Pendapatan."Jurnal Ekonomi dan Pembangunan 26, no. 1, 45-60.

Suryanto, dkk. (2012). Pengantar Psikologi Sosial. Pusat Penerbitan dan Percetakan UNAIR.

Penulis

  1. Aulia Fevrianti Sukemi (P0123052)

  2. Donna Farras Aurelie Kurnia Dewi (P0123074)

  3. Elvionita Sahara (P0123081)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun