Mohon tunggu...
Donna Dwinita Adelia
Donna Dwinita Adelia Mohon Tunggu... Wiraswasta - Love to hide behind words

Ibu dua anak yang suka buang sampah lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tips dan Trik Bernegosiasi dengan Juragan Kecil

28 Mei 2020   07:26 Diperbarui: 28 Mei 2020   07:22 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah tak terhitung jumlah penelitian yang menunjukkan berbagai dampak negatif dari penggunaan gawai yang berlebihan. Saya sendiri pun mengalaminya. Lupa waktu adalah dampak yang paling sering saya rasakan sekalinya si gawai sudah berada dalam genggaman. Jemari rasanya begitu gatal untuk tidak segera menyentuh ikon sosial media sekedar untuk mengecek linimasa terbaru. 

Niatnya hanya menyempatkan 5 menit saja sebelum memulai aktivitas yang lain, tetapi nyatanya beberapa jam berlalu tanpa terasa. Tetiba hari sudah beranjak siang, cucian masih menumpuk, bahan-bahan dapur belum dibeli, dan rumah masih berantakan. Semua akibat terlena bergawai sembari rebahan !

"Lalu bagaimana dengan anak-anak ?"

Rasanya tak mungkin menjauhkan anak-anak dari paparan gawai dan teknologi pada jaman sekarang. Bagi saya memberikan larangan justru akan semakin memicu keingintahuan. Saya punya satu trik mudah dalam menghadapi anak-anak saya. Biasanya saya akan turut menjadi anak-anak lagi ketika berhadapan dengan mereka. 

Bagaimanapun saya pernah berada pada rentang usia mereka. Saya pernah berada dalam pola pikir mereka. Saya pernah menjadi anak-anak juga sama dengan mereka. Kemudian apa yang terjadi ketika ada sebuah larangan ? Jujur saja, dulu saya justru jadi semakin terinspirasi untuk melanggar dan mencari tahu bagaimanapun caranya tanpa ketahuan. Apalagi jika larangan tersebut hanya berlaku untuk saya tetapi tidak berlaku di kalangan teman-teman yang lain.

Hindari Adanya Standar Ganda

Sebisa mungkin standar ganda dalam keluarga harus diminimalisir. Aturan yang hanya berlaku untuk anak-anak namun tidak berlaku untuk orang tua hanya akan menimbulkan tambahan pertanyaan yang mungkin timbul di benak anak-anak.

"Mengapa papa boleh bermain handphone sepanjang waktu sementara aku tidak boleh ?"

Dua anak saya, berumur 10 dan  6 tahun dengan karakter yang berbeda. Si sulung cenderung tenang dan penurut, sedangkan si bungsu memiliki karakter yg lebih ceria dan penghibur suasana. Si sulung biasanya akan melakukan permintaan ortunya tanpa banyak protes. Berbeda dengan adiknya yang seringkali butuh beberapa waktu untuk berkompromi sampai akhirnya mencapai sebuah kesepakatan. Dua karakter yang berbeda tapi memiliki ketertarikan yang sama pada gawai.

Pada beberapa kesempatan, anak-anak pun ingin dianggap sebagai orang dewasa. Hal ini dapat saya tangkap dari keinginan mereka untuk melakukan segala sesuatunya sendiri tanpa bantuan orang lain. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka mampu. Inilah yang selalu saya ingat ketika pada suatu keadaan pemberian standar ganda tidak bisa dihindari. 

Anak-anak akan saya ajak bicara dalam dimensi yang lebih luas dengan paparan yang mudah dimengerti oleh anak seusianya. Rasa ingin tahu mereka harus dipuaskan sampai mentok hingga pada akhirnya mereka bisa menerima mengapa ada standar ganda yang berlaku untuk hal-hal tertentu.

1482400124-parents-with-children-926-5ece5550097f362ef0512b15.jpg
1482400124-parents-with-children-926-5ece5550097f362ef0512b15.jpg

Orang Tua adalah Role Model Terdekat

Anak-anak ibarat kertas yang bersih ketika dilahirkan ke dunia. Seiring pertumbuhannya, goresan warna hitam, putih dan warna-warna lainnya akan diberikan oleh lingkungan yang memaparnya. Lingkungan pertama adalah orang tua dan keluarga. Hingga kemudian mereka akan berinteraksi dengan dunia luar dan bergaul dengan teman-temannya. 

Semakin lama mereka akan menerima terpaan informasi dari berbagai penjuru dan media. Di sinilah tantangan sebagai orang tua sesungguhnya baru dimulai. Tantangan untuk mempersiapkan mental dan diri anak-anak untuk terjun ke dunia yang penuh akan berbagai informasi.

Ketika sedang bersantai bersama, seringkali saya bercerita pada anak-anak tentang bagaimana kondisi ketika saya berada di usia mereka. Tentang permainan apa saja yang saya mainkan, tentang jajanan apa yang pernah saya makan, acara televisi yang saya tonton, kondisi sekolah saya dulu dan hal-hal lainnya. 

Saya ingin anak-anak bisa menganggap saya sebagai sahabat terdekat untuk berbagi rahasia apapun tanpa merasa takut sedikit pun. Saya ingin selalu menjadi rumah mereka ketika mengeluh letih dan berbagi bahagia. Bagi saya itulah satu-satunya kunci yang harus mereka pegang ketika terjun di dunia luar. Ketika suatu saat mereka kebingungan, mereka akan langsung kembali kepada orang tuanya sebagai sumber solusi.

Kegemaran saya untuk membaca dan menulis sudah muncul sejak kecil. Setiap hari saya melihat ayah saya menghabiskan sebagian besar waktunya duduk di belakang meja sembari menulis. Pada hari-hari tertentu beliau mengajak saya untuk berkunjung ke kios majalah langganan untuk membeli sebuah novel serial favoritnya yang rutin terbit di setiap awal bulan. 

Kesempatan ini selalu saya gunakan untuk menarget ayah supaya membelikan majalah/ bahan bacaan yang saya inginkan. Perpustakaan adalah tempat yang paling sering saya singgahi. Hampir setiap pulang sekolah saya selalu mampir ke perpustakaan untuk meminjam atau mengembalikan buku. Ketika beranjak remaja dan mengenal kata "kencan", maka tempat kencan favorit saya adalah toko buku.

Saya sadar betul bahwa kegemaran ini terpicu karena ayah saya. Salah satu role model terdekat yang paling sering bersinggungan dengan saya. Role model terdekat yang sering saya lihat kegiatannya setiap hari. Inilah yang membuat saya berpikir bahwa anak-anak saya pun akan bercermin pada orang tuanya sebagai role model. 

Tinggal bagaimana si role model memilih untuk bertindak. Orang tua seyogyanya suka membaca jika ingin anak-anaknya kelak gemar membaca. Sama halnya dengan orang tua sebaiknya bijak dalam menggunakan gawai jika berharap anak-anak tidak terlalu terlena dengan gawainya. Segala sesuatu yang sering anak-anak lihat dalam keseharian akan selalu terekam dalam benak mereka. Terus tertanam tanpa sadar dan pada akhirnya akan turut berdampak pada tindakan dan perkembangan karakter masing-masing.     

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun