Mohon tunggu...
Donna Dwinita Adelia
Donna Dwinita Adelia Mohon Tunggu... Wiraswasta - Love to hide behind words

Ibu dua anak yang suka buang sampah lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Piring-piring Cantik nan Sakti

26 Mei 2020   09:02 Diperbarui: 26 Mei 2020   09:29 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku mencoba berdeham untuk membersihkan tenggorokanku sembari mempersiapkan kalimat untuk menyapanya. Namun beberapa saat kemudian hatiku mencelos ketika mendengar seruan seorang anak laki-laki yang baru saja keluar dari pintu apartemen yang sama. "Mamaaa! Mamaaa! Tunggu dong! Papa masih ambil air wudhu lagi”, anak kecil itu merajuk dan langsung melingkarkan kedua lengannya di pinggang wanita yang tadi kukira bidadari yang jatuh dari langit. Aku menelan ludahku sendiri. Ternyata lebaran kali ini tidak berpihak padaku.

Sekitar 30 menit kemudian aku menghentikan mobil di depan rumah nenekku. Jam di mobilku menunjukkan pukul 06.05 WIB. Kuketuk pintu dan kukumandangkan salam ketika memasuki rumah yang spontan dijawab oleh ibuku. Beliau tampak sibuk menata meja yang biasa digunakan untuk santap bersama. Melihatku memasuki ruangan, beliau berseru padaku,"Tolong siapkan piring-piringnya seperti biasa. Setelah itu kita mulai sholat iednya di musholla".

Aku beranjak menuju sebuah lemari yang terletak di sudut ruangan tersebut. Kupandangi isinya yang tampak dari pintunya yang berkaca bening. Nenekku sungguh sangat luar biasa. Beliau lahir sebelum Indonesia mengumandangkan kemerdekaannya. Koleksi pecah belahnya bagiku memang tiada duanya. Selera beliau klasik dan elegan. 

Hal ini sangat terpancar dari penampilan dan pilihan akan semua barang yang dimilikinya, termasuk piring-piring cantik ini. Tampak di hadapanku beberapa tumpuk piring keramik berhias bunga warna biru khas negara Belanda. Motif ini terkenal dengan istilah “Delft Blue”. Motif ini sangat terkenal dan tetap menjadi incaran para kolektor hinga saat ini. Entah sejak kapan nenek ikut serta menggemarinya, yang jelas beliau sangat menyukainya.

Aku membuka pintu lemari, berniat mempersiapkan piring yang diminta ibu. Dengan hati-hati kukeluarkan dua tumpukan piring cantik tadi dan kususun di atas meja. Sedikit jengkel aku berbisik pada mereka,”Tolong hari ini kalian tak usah unjuk kesaktian lagi ya! Aku lelah menghadapinya!”.

Sumber : www.instagram.com/pt.luckyindahkeramik1
Sumber : www.instagram.com/pt.luckyindahkeramik1

Tiba-tiba timbul sebuah ide di kepalaku. Aku berjongkok untuk membuka pintu bagian bawah lemari. Aku tahu di dalamya tersimpan piring-piring yang tidak disukai oleh nenekku karena motifnya yang menurut beliau norak. Aku tersenyum melihat tumpukan piring bergambar ayam jago yang ada disitu. 

Piring serupa sering kutemui digunakan oleh penjual nasi goreng langgananku. Mungkin itu pula sebabnya nenekku membencinya. Segera kuambil beberapa piring bergambar ayam jago itu. Kubisikkan mantra rahasiaku pada mereka sebelum kuselipkan di antara piring-piring cantik yang sudah tersusun rapi di atas meja. Aku berharap kehadiran para ayam jago itu bisa menangkal kesaktian piring-piring cantik yang seringkali merepotkanku.

Selesai mengatur semua piring di atas meja, aku segera menuju ruang mushola. Di sana ibu dan nenek sudah mengenakan mukena siap untuk melaksanakan sholat. Sholat ied pun kami jalankan dengan aku sebagai imamnya. Biasanya tak lama lagi para paman dan bibi serta saudara-saudara sepupuku akan mulai berdatangan kemari seperti lebaran-lebaran sebelumnya. Sebagian besar keluargaku memang hidup di Jakarta, sehingga dalam masa pandemi ini kami tetap dapat berkumpul bersama.

Jam antik nenek sedang berdentang Sembilan kali ketika para kerabatku mulai berdatangan. Mereka datang dengan membawa berbagai kue dan masakan untuk dinikmati bersama-sama. Dalam sekejap meja makan nenek penuh dengan berbagai hidangan. Hidangan ketupat lengkap dengan berbagai lauk-pauknya tak pernah alpa sebagai penciri khas momen lebaran. 

Masih ditambah menu ala eropa kesukaan nenek, seperti beef lasagna dan macaroni schotel. Kue-kue basah pun berjajar, ada lumpia, pastel, lemper, onde-onde, cara bikang serta banyak kue yang aku tak tahu namanya. Tak ketinggalan di atas meja di ruang tamu juga sudah penuh dengan berbagai jenis kue kering dan cemilan ringan lainnya. Tanpa sadar aku menelan ludah. Program diet yang kujalankan mati-matian dalam setahun terakhir sepertinya akan kacau balau hanya dengan satu hari ini saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun