“demi jiwa yang telah ditinggikan, maka (Allah) mengilhamkan kepadanya jalan keburukan dan ketaqwaan”
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan bahwasanya Allah menerangkan kepada jiwa-jiwa manusia jalan kefasikan dan jalan ketaqwaan, kemudian memberinya petunjuk kepadanya sesuai dengan apa yang telah ditetapkan Allah untuknya. Sedangkan petunjuk yang Allah berikan bisa melalui ayat-ayat qauliyah (al-Qur’an), melalui perantara hambanya yang lain, atau langsung melalui kesadaran orang yang diberikan petunjuk tersebut.
Namun perlu diketahui bahwasanya pendidikan anak sebelum aqil baligh akan berporos pada orang tua/keluarganya. Sesuai seperti apa yang disabdakan Rasulullah ﷺ yang sebelumnya telah kita bahas. Orang tua yang membangun pondasi bagi pendidikan anaknya, sehingga pendidikan anak sangat bergantung pada orang tuanya.
Raghib as-Sirjani menyebutkan (tt:128) di antara hak anak yang harus dipenuhi adalah memenuhi pendidikan dan pengajaran yang baik, terlebih lagi urusan-urusan agama yang sangat penting. Termasuk dalam hal pemeliharaan emosional, Islam mengajarkan agar memberikan perlakuan kepada anak dengan cara yang baik dan penuh kasih sayang, bermain dan bersikap penuh kelembutan. Sebagaimana diriwayatkan ketika Rasulullah ﷺ mencium Husain bin Ali, sementara ketika itu di sisi beliau ada sahabat Aqra’ bin Habis. Aqra mengatakan “Aku mempunyai sepuluh anak tapi sekali pun aku belum pernah menciumnya.” Lantas beliau ﷺ memandang kepadanya seraya berkata “siapa yang tidak pernah memberikan kasih sayang, dia tidak akan dikasihi” (HR al-Bukhari).
Islam memandang begitu pentingnya memenuhi hak pendidikan anak, sehingga sudah sepatutnya orang tua tidak hanya menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak kepada orang lain. Begitu pentingnya bahkan hingga Rasulullah ﷺ memberitahukan bahwa orang tua yang berhasil memberikan hak pendidikan kepada anaknya dengan ganjaran di surga bersamanya. Sebagaimana sabdanya ﷺ, “siapa yang mementingkan pendidikan dua anak perempuan sampai mencapai dewasa, dia dan aku (Rasulullah) kelak didatangkan hari Kiamat. Seperti jarak antara kedua jari tangan.” (HR. An-Nasai)
Adapun jika anak tidak mendapatkan hak pendidikannya dari orang tua/keluarganya, maka pendidikan yang diterimanya dari yang lainnya tidak akan maksimal. Karenanya banyak anak yang baligh namun belum aqil saat ini karena kurangnya kesadaran orang tua untuk memberikan hak pendidikan kepada anaknya.
Sehingga banyak anak yang meruntuhkan segitiga pagar yang telah dibangun karena ia merasa pendidikan yang telah ia terima tidak diperlukan olehnya, namun ketika ia telah mencapai keadaan aqil ia akan merasa bahwasanya pendidikan yang dahulu telah diterimanya begitu penting untuk dirinya.
Menurut Chairu Ummatin (2021:47) lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama yang membentuk watak dan karakter manusia (anak). Sebagai lembaga pendidikan pertama, dasar-dasar kepribadian dan pola pikir anak akan dibentuk dalam lingkungan keluarga.
Taufiq dan Rafiqoh menegaskan (2022:16) apabila di dalam sebuah keluarga selalu menerapkan tata krama, maka anak akan menjadi seseorang yang mengenal tata krama baik di manapun dia berada, begitu pun sebaliknya.
Karena itu mari kita mulai pendidikan anak-anak kita dari lingkungan keluarga, untuk membangun pondasi yang kokoh. Menjadikan kepribadian anak yang lebih baik dengan memberikan hak-haknya dan membimbingnya menjadi insan yang berakal dan berakhlak mulia.
Sumber: