Mohon tunggu...
Doni Kurnianto
Doni Kurnianto Mohon Tunggu... Guru - Guru Madrasah Ibtidaiyyah

seorang fakir ilmu yang tertarik dalam bidang pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pendidikan dalam Keluarga (Sebuah Renungan untuk Para Orang Tua)

31 Mei 2024   22:20 Diperbarui: 31 Mei 2024   23:11 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

كُلُّ مَولُودٍ يُولَدُ عَلَى الفِطرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِدَانِهِ أو يُنَصِرَانِهِ أو يُمَجِسَانِهِ

“setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka tergantung orang tuanya yang menjadikan anak itu Yahudi, Nasrani, atau Majusi”

       Dari hadits tersebut kita memahami bahwasanya pembentukan kepribadian anak di mulai dari orang tuanya. Maka orang tua adalah orang yang berperan penting dalam pendidikan anak. Karena pendidikan yang diberikan orang tua akan memiliki dampak yang signifikan dalam kehidupan anak.

       Namun kebanyakan orang tua beranggapan bahwasanya pendidikan anaknya murni ditanggung sekolah. Sehingga yang terjadi saat ini adalah orang tua menyerahkan anak sepenuhnya kepada sekolah. Mungkin jika dianalogikan sekolah adalah tempat penitipan anak, sehingga orang tua yang telah menyerahkan anaknya kepada sekolah merasa kewajibannya dalam mendidik anak telah terpenuhi. Terlebih lagi jika sekolahnya adalah sekolah yang menerapkan belajar full day, orang tua akan lebih merasa terlepas kewajiban mendidiknya.

       Pendidikan yang diberikan orang tua, mulai dari buaian hingga anak mencapai aqil baligh merupakan pendidikan yang utama. Bahkan KH. Abid Marzuqi menyebutkan (dalam perkuliahan di STAI Attaqwa) bahwasanya masa pendidikan orang tua kepada anaknya dimulai dari masa kandungan. Karena anak akan merasakan segala yang dirasakan oleh orang tuanya, khususnya ibu saat dalam kandungan. Sehingga apa yang dilakukan dan di rasakan sang ibu akan berdampak kepada anaknya setelah ia dilahirkan. Tanggung jawab itu bahkan ditegaskan oleh Allah ta’ala melalui firmannya:

يَا أيُّهَا الَّذِينَ أمَنُوا قُوا أنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُم نَارًا

“wahai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (QS. At-Tahrim:6)

       Ayat ini menegaskan jika seseorang memiliki tanggung jawab untuk mendidik keluarganya terutama anaknya. Lebih luas lagi sebagai seorang muslim kita memiliki kewajiban moral untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat di sekitar kita sebagai bentuk amar ma’ruf nahi munkar. 

       Kembali kepada topik utama dari segitiga pagar satu titik terdapat tiga pilar yang saling menghubungkan, antara orang tua/keluarga, guru, dan masyarakat. Pilar-pilar ini saling bersinergi untuk memantapkan proteksi kepada sang anak yang mendapat pendidikan. Ketika salah satu dari ketiga pilar ini runtuh maka runtuhlah pendidikannya.

       Akan tetapi selain dari ketiga pilar yang saling bersinergi, sang anak pun memiliki peran penting dalam pendidikannya sendiri. Maka sebagus apapun sinergi antara orang tua/keluarga, guru, dan masyarakat jika sang anak telah memutuskan untuk mereset pendidikan yang telah diterimanya maka siapa yang dapat mencegahnya?. Karena sejatinya setiap manusia diberi kebebasan dalam berkehendak, tentu saja tidak luput dari konsekuensi atas apa yang dia perbuat.

وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَىهَا

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun