Mohon tunggu...
Doni Bastian
Doni Bastian Mohon Tunggu... Penulis - SEO Specialist - Konsultan Pemeliharaan Ikan Koi

Sekadar berbagi cerita..

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

[Jokowi] Begitulah Orang Memanggilku

18 Desember 2015   00:01 Diperbarui: 18 Desember 2015   00:14 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

orang memanggilku jokowi yang katanya menjadi presiden RI
aku terlahir di antara serpihan kayu yang diserut oleh bapakku
ibuku hanya inginkanku menjadi lilin yang senantiasa menerangi
kamarku yang pengap dan sempit membuatku terbiasa hidup sulit

akupun tak pernah bermimpi untuk terbang bersama bintang
bercanda dibibir sawah dan bermain bersama teman sekelas
kesederhanaan dan kejujuran adalah kunci pembuka jalan
sebagaimana cerita ibuku saat menemaniku tertidur pulas

waktu yang bergulir membawaku kepada dimensi yang berbeda
meski bunga-bunga cita yang sempat menguncup kini mulai mekar
namun aku tahu bahwa musim ini tak akan abadi untuk selamanya
bila tiba saat mentari redupkan sinarnya membuatku makin tersadar

aku bukanlah siapa-siapa tanpa kehadiran kalian semua
dan karena kalian pula aku menjadi ada di antara mereka
bila orang menjagaku bukan berarti aku tak boleh disentuh
meski mega begitu erat menahan tapi hujan tetap saja luruh

sepanjang malam aku mendengar jerit ilalang disudut gunung
yang merintih tergilas roda kekuasaan yang lama merundung
sementara wajah penuh dusta menari di tengah pesta dansa
bersenandung irama sumbang di sela hidangan beraroma dosa

mungkin langit yang sengaja menulis takdir di telapak tanganku
bahkan akupun tak pernah merasa bahwa aku yang ditunjuknya
tapi angin perubahan seperti memaksaku berjalan di garis depan
di pundakku terselip amanat dari anak-anak angsa yang menderita

meski kau jadikan aku sebagai raja di dalam kemilau singgasana
tapi aku tetaplah seperti dulu yang tak silau akan gemerlap cahaya
cukuplah bagiku sesuap nasi di atas periuk seperti yang kalian punya
tiada yang lebih indah selain ketika bersama kalian duduk satu meja

sentuh kulitku dan jabat tanganku erat sebagai bagian dari keluarga
izinkan aku mendengar suara hatimu yang telah sekian lama terpenjara
beri aku sedikit waktu untuk melukis panorama indah di atas latar
membelai rambut anakmu yang mulai kusam agar kembali bersinar

aku bukanlah malaikat yang turun dari surga
dan aku juga bukan manusia yang sempurna
tak perlu memujaku setinggi bintang di angkasa
tak usah berburuk sangka bila hatiku yang bicara

tiada guna sejuta puisi bila membuat kekasihmu pergi
tiada manfaat yang tersirat jika mengoyak kedamaian
biarlah hujan turun sembari menunggu datang pelangi
jalin tanganmu saat berjalan seiring menuju kemenangan

bumi ini senantiasa berputar layaknya roda pedati
jika aku diatas dan kau dibawah hanya sementara
bukan berarti kita terpisah dinding menjulang tinggi
sambut aku bila tiba giliranku untuk kembali bersama

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun