orang memanggilku jokowi yang katanya menjadi presiden RI
aku terlahir di antara serpihan kayu yang diserut oleh bapakku
ibuku hanya inginkanku menjadi lilin yang senantiasa menerangi
kamarku yang pengap dan sempit membuatku terbiasa hidup sulit
akupun tak pernah bermimpi untuk terbang bersama bintang
bercanda dibibir sawah dan bermain bersama teman sekelas
kesederhanaan dan kejujuran adalah kunci pembuka jalan
sebagaimana cerita ibuku saat menemaniku tertidur pulas
waktu yang bergulir membawaku kepada dimensi yang berbeda
meski bunga-bunga cita yang sempat menguncup kini mulai mekar
namun aku tahu bahwa musim ini tak akan abadi untuk selamanya
bila tiba saat mentari redupkan sinarnya membuatku makin tersadar
aku bukanlah siapa-siapa tanpa kehadiran kalian semua
dan karena kalian pula aku menjadi ada di antara mereka
bila orang menjagaku bukan berarti aku tak boleh disentuh
meski mega begitu erat menahan tapi hujan tetap saja luruh
sepanjang malam aku mendengar jerit ilalang disudut gunung
yang merintih tergilas roda kekuasaan yang lama merundung
sementara wajah penuh dusta menari di tengah pesta dansa
bersenandung irama sumbang di sela hidangan beraroma dosa
mungkin langit yang sengaja menulis takdir di telapak tanganku
bahkan akupun tak pernah merasa bahwa aku yang ditunjuknya
tapi angin perubahan seperti memaksaku berjalan di garis depan
di pundakku terselip amanat dari anak-anak angsa yang menderita
meski kau jadikan aku sebagai raja di dalam kemilau singgasana
tapi aku tetaplah seperti dulu yang tak silau akan gemerlap cahaya
cukuplah bagiku sesuap nasi di atas periuk seperti yang kalian punya
tiada yang lebih indah selain ketika bersama kalian duduk satu meja
sentuh kulitku dan jabat tanganku erat sebagai bagian dari keluarga
izinkan aku mendengar suara hatimu yang telah sekian lama terpenjara
beri aku sedikit waktu untuk melukis panorama indah di atas latar
membelai rambut anakmu yang mulai kusam agar kembali bersinar
aku bukanlah malaikat yang turun dari surga
dan aku juga bukan manusia yang sempurna
tak perlu memujaku setinggi bintang di angkasa
tak usah berburuk sangka bila hatiku yang bicara
tiada guna sejuta puisi bila membuat kekasihmu pergi
tiada manfaat yang tersirat jika mengoyak kedamaian
biarlah hujan turun sembari menunggu datang pelangi
jalin tanganmu saat berjalan seiring menuju kemenangan
bumi ini senantiasa berputar layaknya roda pedati
jika aku diatas dan kau dibawah hanya sementara
bukan berarti kita terpisah dinding menjulang tinggi
sambut aku bila tiba giliranku untuk kembali bersama
bagaimanapun juga kita berada di dalam satu perahu
tak kubiarkan kau jatuh dan tenggelam ditelan kesulitan
ulurkan kedua belah tanganmu agar aku dapat meraihmu
percayalah bahwa kita 'kan menuju gerbang kemakmuran
bagiku,
kemewahan yang tertinggi adalah kesederhanaan
kebahagiaan yang terindah adalah kebersamaan
kalian dan aku berada di dalam sebuah keluarga
persatuan dan kesatuan bangsa diatas segalanya
Â
#donibastian - lumbung puisi GF - 17/12/2015
ilustrasi : kompas.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H