Mohon tunggu...
Doni Bastian
Doni Bastian Mohon Tunggu... Penulis - SEO Specialist - Konsultan Pemeliharaan Ikan Koi

Sekadar berbagi cerita..

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Artikel Kompasianer dan Kode Etik Jurnalistik

2 Desember 2015   23:33 Diperbarui: 3 Desember 2015   15:09 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Artikel demi artikel yang ditulis oleh kompasianer mengalir begitu deras tak mengenal waktu. Sesekali ada yang tertahan atau karena memang sengaja ditahan oleh admin agar mampir di bilik 'PILIHAN', sambil menunggu sesaat kemudian nangkring di panggung "HL".

Saking derasnya aliran artikel yang lalu-lalang, para pembaca tak sempat lagi membaca satu-per satu judul artikel yang baru masuk. Hingga akhirnya hanya sebatas melirik kolom-kolom yang ada di halaman muka, sambil memilih artikel mana yang menarik untuk dibaca dari judulnya saja.

Fenomena ini sudah sangat biasa terjadi di Kompasiana. Bahkan untuk artikel berkualitas yang ditulis oleh penulis profesionalpun tentu akan tenggelam ditelan oleh ganasnya arus artikel yang masuk. Satu-satunya yang mampu menyelamatkan sebuah artikel dari pusaran arus adalah karena campur tangan admin Kompasiana sendiri. 

Bila saja admin tak begitu teliti menyimak isi artikel sembari melirik siapa penulisnya, niscaya tulisan dari penulis sehebat apapun tak akan mampu menyelamatkan dirinya sendiri. Begitu ganasnya percaturan artikel di Kompasiana ini.

Di sisi lain, saya melihat adanya sedikit keterlibatan para Kompasianer yang memberi perhatian lebih terhadap sebuah artikel yaitu dengan meng-klik tombol 'beri nilai' maka akan muncul pilihan; menarik, aktual, bermanfaat dll. Semakin banyak kompasianer yang melakukan klik pada tombol tersebut maka semakin menambah besar kemungkinan judul artikel yang bersangkutan terpampang di kolom 'NILAI TERTINGGI'. Atau kemungkinan lain adalah karena banyaknya komentar terkait sebuah artikel juga seakan menggiringnya agar terkumpul pada kolom 'TERPOPULER'.

Kolom Ter- Ter-an tersebut dalam penglihatan saya bagai sebuah sekoci yang menampung judul-judul artikel agar tak tenggelam dalam lautan Kompasiana, meski untuk periode atau durasi waktu tertentu.

Baik kolom TER-TER-an, 'PILIHAN', HEAD LINE dan kolom-kolom lainnya di halaman muka, ibarat tempat bersandar sejenak bagi judul artikel, sambil menunggu para pembaca berdatangan. Judul artikel inilah yang punya potensi besar memperoleh jumlah pembaca terbanyak.

Lalu Apa Masalahnya?

Begini, menurut saya dan mungkin beberapa diantara anda yang sependapat dengan saya, para membaca tentu mencari artikel yang memberi manfaat atau memenuhi keinginannya. Untuk kategori Fiksiana, bolehlah kita abaikan saja untuk sementara, sebab yang akan saya fokuskan disini adalah perihal artikel yang mengungkap sebuah berita atau fakta. Apalagi terkait isu terpopuler yang tengah menghangat sekarang ini terutama dibidang politik dan hukum.

Terkait hal ini saya menemukan beberapa artikel yang seolah mengungkap sebuah fakta, tapi sama sekali tidak didukung oleh bukti atau link sumber berita. Masih mending bila fakta tersebut tidak mengaitkan nama seseorang apalagi pejabat publik, tapi ada artikel yang nyata-nyata menyebutkan nama seseorang dan apa yang ditulisnya seperti sedang 'menelanjangi'. Namun demikian yang patut disayangkan adalah nama penulisnya yang tidak jelas atau boleh dibilang anonim.

Nah, disinilah persoalan itu mulai muncul. Terus terang, benak saya sedikit terusik saat membaca jenis artikel seperti itu. Sepintas saya membaca nama penulisnya yang anonim, saya tak berselera lagi melanjutkan membacanya sampai tuntas. Untuk apa meluangkan waktu demi sebuah informasi yang tak bisa dipertanggungjawabkan?

Kode Etik Jurnalistik

Kompasiana adalah Jurnalisme Warga, dimana setiap orang punya hak yang sama untuk menyampaikan pendapat. Di era keterbukaan seperti sekarang ini, Kompasiana tentu sangat berperan dalam memberi kesempatan semua warga menyalurkan aspirasi maupun kreatifitasnya dalam menulis. Tapi ada satu pagar yang tak boleh dilanggar. Itulah yang dinamakan Kode Etik Jurnalistik.

Tanpa adanya pagar, ibarat tanaman tentu akan menjalar kemana-mana, tak teratur dan sulit dikendalikan. Demikian juga dengan artikel para kompasianer. Meski punya hak yang sama, tapi kompasianer harus tetap berada didalam pagar kode etik. Di negeri ini, tak seorangpun diperbolehkan melanggar batas pagar itu, bila tak ingin terseret ke dalam permasalahan hukum. 

Tapi, tentu ada saja kompasianer yang belum atau tidak mengerti, membandel atau bahkan sengaja melompat pagar. Bila benar bahwa masih banyak kompasianer yang berbuat demikian, apakah ini dibiarkan saja terjadi, atau mungkin memang tak mudah untuk dideteksi dan dikendalikan.

Peran Admin Kompasiana

Admin Kompasiana adalah 'Tuhan' di jagad Kompasiana. Mungkin sedikit berlebihan ungkapan saya ini. Tapi setidaknya saya bisa memberi gambaran bahwa nasib sebuah artikel Kompasianer berada di tangan admin. Bahkan akun kompasianerpun dapat musnah seketika hanya dengan sekali klik oleh admin. Begitu besar peran admin dalam mengelola jagad Kompasiana ini. 

Terkait dengan masalah pelanggaran batas etika jurnalistik, maka sesungguhnya peran admin Kompasiana sangatlah dibutuhkan. Artikel kompasianer yang baru dirilis, tentu hanya admin yang pertama kali mengetahuinya. Momen ini semesetinya bisa digunakan sebagai filtrasi atau proses saringan awal terhadap artikel yang nyata-nyata melanggar kode etik. Tapi, tampaknya para adminpun juga merasa kewalahan untuk menyaring begitu banyak artikel yang deras mengalir.

Motif Penyalahgunaan Kompasiana oleh Pihak Tertentu

Saya juga mencium adanya aroma tak sedap di Kompasiana, bila menyaksikan adanya artikel-artikel yang melanggar kode etik. Saya sangat yakin, tentu ada pihak-pihak tertentu yang sengaja menggunakan media Kompasiana ini untuk menyebarluaskan propaganda, fitnah atau menggiring opini publik demi mendukung aksi mereka untuk tujuan tertentu.

Terutama hal ini terjadi di dalam kancah politik dan hukum di tanah air. Biasanya fenomena semacam ini muncul saat musim kampanye tiba, pemilu/pilkada atau sedang terjadi isu nasional di bidang politik yang memanas. Salah satu contohnya adalah adanya kasus terpanas saat ini yaitu yang melibatkan para pejabat negara antara lain Setya Novanto dan Sudirman Said.

Apa yang Mesti Diperbuat?

Bila melihat kondisi yang ada secara komprehensif, tentu tak bisa dibiarkan terus terjadi pelanggaran kode etik jurnalistik yang di lakukan oleh Kompasianer. Meski jelas-jelas bahwa Kompasiana telah menetapkan syarat dan aturan yang tertuang dalam TOS (Terms of Service), namun tak berarti bahwa Kompasiana berdiam diri. Maksud saya adalah, pihak Kompasianapun harus tetap aktip atau setidaknya merusaha untuk menekan serendah mungkin terjadinya kasus pelanggaran kode etik jurnalistik.

Jangan sampai ada suara sumbang atas keberadaan Kompasiana, sebab sekarang ini Kompasiana terlanjur membentuk sebuah komunitas penulis terbesar  yang pernah ada di negeri ini, dimana terdapat ribuan atau bahkan ratusan ribu kompasianer yang berinteraksi. Disisi lain, kompasiana juga telah menyediakan fasilitas 'share' artikel ke dalam media sosial lain. Dengan demikian, tak heran bila ada sebuah artikel yang segera populer dalam sekejab saja, bagai virus yang menjangkit dimana-mana.

Bila artikel yang terlanjur populer tersebut ternyata mengandung pelanggaran kode etik jurnalistik di dalamnya, bukankah ini malah berbalik menjadi bumerang terhadap keberadaan kompasiana sendiri? Belum lagi bila ditanggapi secara serius oleh pihak yang meras difitnah atau dicemarkan nama baiknya dan bergulir ke ranah hukum yang tentu akan makin merepotkan.

Oleh sebab itu, ada baiknya bila pihak Kompasiana membuat aturan baru terkait isu pelanggaran kode etik pada artikel milik kompasianer. Apa yang bisa dilakukan antara lain adalah bagi pemilik akun yang belum terverifikasi dengan sempurna, maka semua artikel yang dihasilkannya perlu ditangani secara khusus. Hal ini ditengarai dengan adanya akun-akun baru, yang mana penulisnya tidak jelas keberadaannya atau anonim yang hanya membuat satu atau dua tulisan saja, namun isinya melanggar kode etik jurnalistik.

Juga bagi artikel dari pemilik akun yang belum terverifikasi, sangat tidak disarankan dipasang pada posisi Head Line. Mengapa demikian? Sebab terlepas dari kualitas materi dan jenis artikel yang dibuat, bisa saja pada awalnya memang untuk meraih simpati para pembaca, agar namanya populer dan mudah memguasai kolom-kolom pada halaman muka. Namun belakangan punya tujuan lain, dengan menyelipkan beberapa artikel tendensius dan melanggar kode etik.

Penyempurnaan Mekanisme Verifikasi Akun Kompasiana

Hal terpenting dari semuanya itu adalah perihal mekanisme verifikasi akun. Kompasiana perlu menyusun kembali mekanisme yang lebih dapat diandalkan untuk mewujudkan akun-akun kompasianer yang terjamin keberadaannya.

Dengan demikian, hal ini diharapkan akan mampu mendorong semangat menulis bagi kompasianer dengan rasa tanggung jawab yang tinggi serta menghormati kode etik jurnalistik. Disamping itu juga akan meminimalisir kemungkinan adanya pihak-pihak yang punya niat jahat atau ingin memanfaatkan Kompasiana demi kepentingannya sendiri.

Salam

@DoniBastian 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun