Hijrah bukan hanya berpindah secara fisik tetapi cara kita untuk memanage agar kita mampu menjadikan masa lalu sebagai evaluasi dalam mengubah sesuatu yang buruk menjadi baik di masa yang akan datang. Di sinilah kita dituntut untuk mengisi ruang dan waktu dengan seni memanage waktu agar hidup kita bermakna dan tidak sia-sia. Dalam sebuah pepatah dikatakan bahwa, "waktu seperti pedang, jika kamu tidak menebasnya maka dia yang akan menebasmu".
Dalam kesempatan yang berbeda waktu dikenal juga dengan istilah Al-'Asr, dapat diartikan dengan masa atau waktu dengan periodenya. Islam mengajarkan kepada kita tentang pentingnya memanage waktu, yang dituangkan dalam Q.S. Al-'Asr. Bahkan, melalui Surah ini pula kita diajarkan untuk bisa menikmati bukan menghakimi waktu, karena waktu selalu bersikap netral dan tidak memihak.Â
Saking pentingnya manusia untuk memperhatikan waktu maka Alloh swt bersumpah atas nama waktu (wal 'asr). Muhammad Asad dalam bukunya "The Message of the Quran", mengartikan kata al-'Asr dengan the flight of time (berlalunya waktu).Â
Jadi waktu yang telah berlalu tidak mungkin bisa dikembalikan lagi. Berbagai ilustrasi yang terjadi pada masa lalu memiliki konsekuensi terhadap masa depan, berarti apa yang kita lakukan pada masa lalu akan berdampak dalam kehidupan kita yang sekarang dan masa yang akan datang.
Setelah kita memahami begitu mulianya kedudukan waktu di sisi Alloh swt, maka pada ayat yang berikutnya dalam Q.S. Al-'Asr dijelaskan tentang tata cara menikmati perjalanan waktu agar kita tidak termasuk orang-orang yang rugi, yaitu:
Pertama. Mengisi waktu dengan iman dan amal soleh (Q.S. Al-'Asr: 3). Iman adalah keyakinan yang melekat dalam diri manusia. Iman bersifat abstrak karena berupa paradigma harapan yang ditegaskan dalam hati yang harus direalisasikan, apakah dalam bentuk pernyataan verbal atau perbuatan nyata.Â
Niat yang terlintas di dalam hati, jika tidak dilaksanakan maka akan sia-sia. Implikasi dari Iman adalah Ibadah dalam bentuk perbuatan atau ritual agama tertentu, seperti syahadat, solat, puasa, zakat dan haji (rukun Islam).Â
Setelah mantap dalam beriman maka eskalasi berikutnya adalah beribadah. Ibadah di sini tidak hanya diartikan secara langsung (vertical) kepada Alloh swt, tetapi harus bersentuhan (horizontal) dengan masyarakat. Bahkan, untuk mengentaskan persoalan sosial maka kita tidak cukup hanya mengandalkan dakwah verbal, tetapi harus melengkapinya dengan dakwah sosial yang bisa menyentuh dan menyelesaikan akar permasalahan.Â
Sasaran kebaikan bukan hanya ditujukan secara personal tetapi juga komunal, karena orang yang terbaik adalah orang yang mampu memberikan manfaat bagi orang lain. Jadi, Iman ibarat wadah yang harus diisi dengan berbagai amal soleh, karena Iman tanpa amal soleh akan sia-sia.
Demikian sebaliknya, amal soleh tanpa Iman juga akan sia-sia, karena tidak bermanfaat secara ketuhanan (teologis) dan akhirat (eskatologis), seperti Imannya orang kafir walaupun selama hidupnya dia banyak berbuat baik maka semuanya akan tetap sia-sia.
Kedua. Mengisi waktu dengan saling mengajak dan menjalankan kebenaran (Q.S. Al-'Asr: 3). Dalam ayat ini kebenaran yang hakiki (Al-Haqq) adalah Alloh swt. Ketika manusia letih, penat, kehilangan harapan dalam menatap kesibukan dunia.