Di berbagai daerah di indonesia misalnya perempuan tidak dilibatkan dalam berbagai langkah pengambilan keputusan dalam rumah tangga. Dalam tingkat yang lebih tinggi pun juga sama perempuan belum sepenuhnya dilibatkan dalam pengambilan keputusan terhadap solusi penyediaan air bersih. Belum adanya keterlibatan suara perempuan dalam upaya untuk mengatur dan mengolala air juga dikarenakan adanya nilai-nilai tradisonal yang menghambat (Indraswari, 2021).
Meskipun upaya penyediaan air bersih terus diupayakan oleh perempuan untuk memenuhi kebutuha rumah tangga sebagaimana beban tambahan yang diberikan kepada meraka. Namun akses terhadap air bersih tidak selamanaya bersahabat. Diberbagai negara-negara besar di dunia akses air bersih sebagai hak dasar umat manusia yang telah diakui oleh PBB tidak selamanya masyarakat dapatkan.Â
Selain Ketimpangan jender permasalahan perbedaan kelas sosial juga turut menentukan akses terhadap air bersih. Di Dhaka, Bangladesh perempuan dengan kelas sosial menengah keatas tidak perlu mengeluarkan tenaga ekstra untuk mendapatkan akses bersih. Permerintah sudah menyiapkan jaringan perpipaan sehingga meraka tidak perlu menuntut lebih atas hak meraka terhadap air.Â
Sedangkan untuk perempuan kelas bawah harus bekerja lebih keras untuk mendapatkan akses air bersih. Negara juga turut memvalidasi hal tersebut dengan hanya memandang hak perempuan kelas menengah keatas (Sultana, 2020).
Peningkatan laju urbanisasi yang tinggi dengan dasar untuk mencari kehidupan yang layak kadangkala menjadi dorongan masyarakat desa datang ke kota-kota besar. Bagi mereka yang punya keahlian dan sukses niscaya akan mendapat kehidupan baik. Namun, selebihnya lagi berakhir tinggal di pemukiman kumuh. Di kota-kota besar untuk mendaparkan akses air bersih masyarakat harus membeli terlebih dahalu. Bagi perempuan yang tinggal dikota pilihannya hanya ada dua membeli air dengan harga mahal atau menggunakan air yang terkontaminasi (Sultana, 2020).
Krisis air telah membuka tabir bahwa perempuan lah yang pertama kali terdampak jika kelangkaan air melanda. Perempuan mengalami berbagai ketidakadilan baik peran, status, dan kelas di dalam masyarakat. Krisis air juga mengancam perempuan terhadap kesehatan reproduksi meraka. Krisis air juga menyebabkan perempuan rawan tertular berbagai penyakit menular akibat buruknya sanitasi.Â
Pemangku kebijakan dan tentunya kepala negara harus segara hadir untuk terus berupaya menciptakan penyediaan air bersih. Kendala perempuan seringakali tidak terekspos sejalan dengan masih langgengnnya budaya patriarki. Air adalah Hak dasar semua lapisan masyarakat tidak peduli orang itu miskin-kaya, perempuan/laki-laki atau apapun itu.
DAFTAR PUSTAKA
Asian Developement Bank. (2016). Indonesia Country Water Assessment. https://www.adb.org/sites/default/files/institutional-document/183339/ino-water-assessment.pdf.
BPS. (2023a). Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Akses terhadap Sumber Air Minum Layak Menurut Provinsi (Persen), 2021-2023.
BPS. (2023b). Statistik Lingkungan Hidup Indonesia 2023. https://www.bps.go.id/id/publication/2023/11/30/d3456ff24f1d2f2cfd0ccbb0/statistik-lingkungan-hidup-indonesia-2023.html