Pihak kampus sebagai salah satu komponen telah berubah menjadi benalu yang menjadi ancaman para sivitas akademika. Berubahnya kampus menjadi benalu ini juga disebabkan oleh turut andilnya pemerintah dalam dinamika kampus. Idealnya pemerintah itu hanya sebatas sebagai steering yang bertugas pada tataran mengawasi dan mendukung jalan kegiatan kampus.Â
Namun, faktanya pemerintah dalam menjalankan fungsinya pun sudah melampaui dari apa yang seharusnya.Â
Hari ini, pemerintah sudah masuk kedalam ekosistem akademik dengan dalih mendisiplinkan institusi kampus sebagai rumah pengetahuan. Padahal seharusnya guna mengembangkan ilmu pengetahuan pemerintah dilarang untuk ikut campur ke internal kampus terlalu dalam. Kebebasan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan bagi para sivitas akademika adalah sebuah prinsip yang harus dipahami.Â
Prinsip tersebut menyangkut hak-hak para sivitas akademika untuk tidak direpresif guna terciptanya ekosistem pengetahuan yang inklusif. Selama ini sivitas akademika dihantui rasa takut akan bayang-bayang sanksi yang dijatuhkan oleh pemerintah lewat institusi kampus. Sanksi itu membuat perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia menjadi stagnan sejalan dengan aksi kebebasan berpikir yang terus dibatasi.
Kampus adalah Praesidium libertatis. Tempat dimana benteng dari kebebasan untuk menyatakan berbagai pendapat serta kritik lantang disuarakan. Kampus juga harus tetap menjadi check and balances terhadap ekosistem segala dinamika kenegaraan. Jangan sampai Otorianisme gaya baru yang dibungkus dengan label demokrasi berhasil menjajah kampus.Â
Kampus sudah semestinya menjadi ruang merdeka bagi para sivitasnya. Apabila kondisi ini belum sepenuhnya tercapai maka harus segera disadari bahwa kita sedang terjajah di kampus yang katanya merdeka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H