Cuacanya optimis banget, waktu  aku ngegass  dari rumah menuju Pasar 16 Palembang.Di jalan  aku  memuji  Cumulus Congestus,yang  berarak cantik di langit biru. Hmmm  hari yang baik untuk  sanjo lebaran. Haduh, aku terlalu cepat menyimpulkan. Cuaca Kota Palembang  ternyata masih labil. Memasuki  kawasan 16 Ilir,cuaca mulai  meredup.
Dari  Jl. Kebumen Darat belok kanan, aku parkir di lorong  basah (JL. Sentot Alibasya).Karena masih suasana lebaran(kamis 05/05 ) ruas jalan di tengah pertokoan, yang biasanya  disesaki pedagang.Hari ini  terlihat lengang.
Duh,gerimis mulai turun.Menghindari  gerimis  aku  berlari-lari kecil,dari emperan toko satu ke toko lain. Baru  di toko ke 3,aku dapat  barang yang dicari. Air  terburai dari  Cumulus Congestus. Hujan turun sekehendak hatinya.
Tak ada gunanya  hujan-hujanan di jalan. Dari pada pulang demam, berteduh saja di emperan toko. Aku berdiri tak jauh dari lapak penjual bunga  tabur.Â
Warna-warni bunga menyegarkan pandangan.Sesekali semeriwing  aroma minyak  wangi  cap Air Mata Duyung tercium.Jeruk nipis dan jeruk purut,berlungguk di shaf depan.Sementara  irisan Pandanus ammaryllifolius dan  bunga setaman  memenuhi tampah bagian belakang.
Di depan toko ini  ada  dua  pedagang bunga tabur. Seorang  wanita lumayan tua,yang seorang lagi lebih muda. Kemudian aku tahu, kalau mereka adalah anak beranak.Nova dan Ibunya. Mereka berasal dari  kawasan 3 Ilir Palembang.Di sebuah gang yang kebetulan pula bernama  Lorong Bunga.
Sejak  awal  90an Nova  sudah membantu ibunya  menjual bunga. Jangan bayangkan  para penjual bunga ini,memetik  sendiri  bunga-bunga itu. Menjual bunga sudah seperti bisnis sayur- mayor. Empat sampai 5 hari sekali,pemasok bunga dan pandan akan datang.
Sekantong kresek  ukuran sedang bunga setaman berharga Rp.5000. Seratus lembar daun pandan,dibeli dengan harga  Rp.10.000. Yang agak mahalan dikit adalah  harga  mawar dan cempaka.  Rp.500/ tangkai mawar. Sedang  bunga cempaka  Rp.30.000/100 kuntum.
Sekarang  hampir setiap hari mulai dari pukul  7 pagi  hingga  4 sore.Ibu  2 anak ini bisa kita temui di Lorong Basah.
Obrolan kami  terhenti, ada pembeli datang . Pemuda  bermasker ,menawar  harga  bunga  Michelia Alba yang masih kuncup. Nova pasang harga 3 lima ribu,pemuda itu menawar 4 lima ribu. Harga deal,Nova mengemas  8 kuntum  ke dalam plastik asoy.
Obrolan kami lanjutkan, sembari  jemarinya lincah menyayat lembaran pandan dengan  pisau cutter. Nova  membuat kembang  urai. Kembang  urai adalah lembaran  daun pandan,  yang telah disisipi bunga.
Di Palembang  mengantung Kembang  urai  di pintu  atau etalase toko-toko adalah hal yang biasa. Mungkin sebagai  bentuk doa, agar dagangan mereka laris manis.Seperti bunga yang dikerumuni lebah.Nah, kebetulan  ini hari Kamis ( malam Jumat  ) ramai warga keturunan  yang membeli kembang urai sebagai persembahan.
Meski tidak seglamour  menjual bunga potong. Ternyata bisnis bunga tabur,lumayan menguntungkan. Dengan senang Nova bercerita, dari keuntungan  menjual bunga ia bisa mencukupi kebutuhan rumah tangga. Menyekolahkan anak, melunasi kredit motor. Sekarang  ia sedang mencicil  sebuah rumah sederhana di daerah Kenten Laut  Palembang.
Hujan mulai reda.Setelah saling follow akun Facebook,aku pamit pulang. Dalam hati aku selipkan doa. Semoga rezeki  pedagang kaki lima di Pasar 16,sederas hujan hari ini. Palembang 05-5-2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H