Mohon tunggu...
Rahma dona
Rahma dona Mohon Tunggu... Wiraswasta - wiraswasta

http://donasaurus.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cerita Alena bersama Seekor Ikan dan Udang

19 November 2021   20:25 Diperbarui: 19 November 2021   20:39 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Selepas zuhur, jalan Kemas Rindo  terlihat  lengang. Mungkin karena cuaca hari ini cukup terik. Orang lebih suka duduk atau rebahan di rumah.

Aku juga, lebih suka rebahan di rumah saja. Tapi karena suatu urusan keluarga, yang tak bisa didelegasikan. Membuat aku  rela, berpanas -- panas begini.

Sudah lama tak main ke Kemas Rindo, aku sempat nyasar tadi. Lantaran rawa  yang  jadi ancer -- ancer  lokasi rumah  bibik, sekarang sudah kering. Ditimbun tanah bercampur  serpihan batang, dari limbah penggergajian kayu.

Selain rawa- rawa yang mengiring, tak banyak yang berubah di sini. Terutama aromanya yang  khas.

Bau getah karet di udara  Kemas Rindo, belum tergantikan.Yup, ada dua pabrik pengolahan karet yang beroprasi di kawasan ini. Bau getah karet, bisa tercium belasan kilo meter jauhnya. Untung  sekarang selalu pakai masker, jadi tidak terlalu mengangu penciuman.

Nah, waktu melintas jembatan 3, sekilas kulihat seseorang mengangkat tangkul.Menuruti  naluri kepo, aku segera balik arah. Jarang orang menangkul, siang bolong begini. Pasti ada hal menarik, yang  bisa diceritakan.

Untung bisa  memarkir motor,di depan lapak pempek yang sedang libur. Urusan parkir kendaraan, di perkampungan pinggir sungai begini kadang ribet. Jalan kecil, susah muter,kalau tidak hati-hati  bisa nyungsep ke rawa-rawa.

Aku berjalan  turun  mendekat, sampai di batas air rawa.Kulihat seorang anak dan berdiri tak jauh, dari  sosok yang sedang menangkur. Gadis kecil berbaju biru, asik mengoyangkan ember hitam yang dipegangnya.

Tetiba terdengar suara gemuruh, bunyi  air yang lolos dari lubang jaring. Mengira yang sedang,mengangkat tangkul itu lelaki. Dengan gaya sok akrab, aku berteriak menyapanya.



'  la banyak apo dapet  kak ?

Dan aku kaget mendengar, suara perempuan yang  menyahut.

' Ai ..belum......baru masang dek '  jawabnya sambil kembali menengelamkan tangkul,  di rawa dangkal  samping rumah panggung.

Sambil mikir mau nanyain apa lagi, aku berteduh di samping lapak pempek.Eh, tak lama perempua itu mengankat  tangkulnya lagi.Aku dan gadis kecil itu, menatap penuh harap.

Melihat tak ada ikan yang terjaring, gadis kecil tadi mulai gusar.Ember hitam ditinggalkannya,lalu duduk berteduh bersamaku.

Setelah basa-basi dikit, akhirnya aku tahu namanya Putri . Ia adalah cucu,dari perempuan yang menangkul itu. Alena, jawabnya saat kutanya siapa nama nenek. Meski sudah dipangil nenek, Alena tak setua yang kalian bayangkan.  Ia masih terlihat cekatan dan kuat.

Putri sekarang kelas 4 sekolah dasar. Sesekali saja menemani neneknya, menangkul di rawa-rawa  sepanjang jalan Kemas Rindo.Kalau lagi dapat banyak, biasanya dijual pada orang  yang kebetulan bertemu di jalan.

 Tapi lebih sering dimasak sendiri, atau dibuat jadi bekasam -- ikan yang difermentasi dengan nasi. Cerita Putri terpotong, saat dua anak lelaki melintas

 Satu anak memeluk, bilah bambu dan gulungan jala. Aih ternyata mereka juga akan menangkul. ' Dasar tukang ikut-ikutan..'  kudengar Putri bergumam

Awalnya aku ingin melihat bagaimana,kedua anak itu merakit tangkul.Tapi suara teriakan Alena, menghentikan langkahku. Ia menunjukan hasil tangkapannya

dokpri
dokpri
Kulihat seekor udang,dan seekor ikan seluang,di telapak tangan Alena. Sementara Putri tidak begitu antusias, melihat hasil tangkapan nenek. Alena menyimpan ikan dan  udang,  ke dalam ember yang ditinggalkan Putri.

Aku pindah haluan mendekati anak lelaki, yang  sudah turun ke air. Gagang takul dipegangnya erat. Dengan sekuat tenaga, dia mengankat tangkul  ke udara. Jantungku berdebar.......ah lagi -- lagi zonk !


Kutunggu sekitar 30 menit, berharap mereka mendapat ikan lebih banyak. Apa mau dikata, jangankan ikan bahkan kecebongpun, tak ada yang terjaring.

Hari semakin sore, aku pamit pulang. Meninggalkan Alena, yang  masih tegak menangkul. Juga Putri yang sedang mencungkil, sarang semut di tanah. Sambil lalu aku teriakan harapan, untuk mereka ' semoga banyak dapet!

Sebenarnya penasaran, kenapa Alena menangakul diwaktu tanggung begini. Masyarakat tepian sungai pasang surut, biasanya  menangkul dipagi dan sore hari.  

Untung aku masih punya malu, tak sampai mempertanyaakan hal yang  mungkin membuatnya tak nyaman.

Kalaupun tak dapat banyak ikan siang ini. Aku berharap semoga  Alena dan Putri , masih punya nasi dan lauk untuk makan malam nanti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun