Misalnya Kamsul Arifudin, penerima penghargaan seni musik. Lelaki yang gemar berkaca mata riben ini, adalah  pencipta lagu pop Palembang-Ya Saman. lagu tersebut, sudah terdaftar pada Dirjen HAKI.Â
Grup Band Armada, menyanyikan lagu ini dalam Opening Seagames 2011 lalu. Jangankan membayarkan haknya sebagai pencipta, panitia penyelenggara bahkan tidak memberi tahu Kamsul kalau akan menampilkan lagu tersebut.
Cek Elly, penerima penghargaan seni tari. Tari  Tanggai adalah master piece karyanya. Tari penyambutan tamu,  yang sekarang menjadi ikon seni tari Sumatra Selatan. Yang membuat Cek Elly kesal, ada saja  instruktur tari  yang mengacak-acak koreografinya sehingga tidak lagi "asli".
Padahal, perlu waktu lama  untuk merenungkan bagaimana setiap gerakan akan mencerminkan filosopi hidup dan kemegahan budaya masyarakat Palembang. Tak cuma gerakan tari, bahkan musik pengirinyapun sudah mengalami perubahan.
Kak Edi, adalah penata musik  orisinal  Tari Tanggai. Ia dan grup musiknya menulis aransemen, sambil melihat Cek Elly menari. Setiap gerak jari dan hentakan kaki  menjadi pertimbangan dalam mengatur suara.
Diluar soal menjadi lebih enak untuk didengar, Kak Edi mengatakan orkestra mungkin cocok untuk  tari balet. Tarian kreasi tradisional Sumatra Selatan, amat mengandalkan ketukan-ketukan musik sebagai penanda. Sehingga saat dipentaskan dengan iringan musik versi orkestra, alunan musik dan gerakan tari berjalan sendiri-sendiri.
Cerita-cerita soal  terabaikanya hak atas kekayaan intelektual seniman tidak hanya terjadi di Palembang. Kalau cuma sekedar tropy, mungkin mereka bisa beli sendiri. Yang penting aksi nyata, pemerintah dan masyarakat yang menggunakan karya mereka. Bayarkan hak atas kekayaan intelektual mereka. Seniman juga manusia, perlu uang  untuk terus berkarya***donapalembang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H