Mohon tunggu...
Rahma dona
Rahma dona Mohon Tunggu... Wiraswasta - wiraswasta

http://donasaurus.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dilema Penghargaan pada Seniman Palembang

29 Agustus 2018   12:39 Diperbarui: 30 Agustus 2018   06:21 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Misalnya Kamsul Arifudin, penerima penghargaan seni musik. Lelaki yang gemar berkaca mata riben ini, adalah  pencipta lagu pop Palembang-Ya Saman. lagu tersebut, sudah terdaftar pada Dirjen HAKI. 

Grup Band Armada, menyanyikan lagu ini dalam Opening Seagames 2011 lalu. Jangankan membayarkan haknya sebagai pencipta, panitia penyelenggara bahkan tidak memberi tahu Kamsul kalau akan menampilkan lagu tersebut.

Cek Elly, penerima penghargaan seni tari. Tari  Tanggai adalah master piece karyanya. Tari penyambutan tamu,  yang sekarang menjadi ikon seni tari Sumatra Selatan. Yang membuat Cek Elly kesal, ada saja  instruktur tari  yang mengacak-acak koreografinya sehingga tidak lagi "asli".

Padahal, perlu waktu lama  untuk merenungkan bagaimana setiap gerakan akan mencerminkan filosopi hidup dan kemegahan budaya masyarakat Palembang. Tak cuma gerakan tari, bahkan musik pengirinyapun sudah mengalami perubahan.

Kak Edi, adalah penata musik  orisinal  Tari Tanggai. Ia dan grup musiknya menulis aransemen, sambil melihat Cek Elly menari. Setiap gerak jari dan hentakan kaki  menjadi pertimbangan dalam mengatur suara.

dokpri
dokpri
Beberapa tahun yang lalu,  diluncurkanlan musik pengiring Tari Tanggai versi  Sydney Philharmonic Orcestra. Bila didengarkan dalam ruangan dengan  sound system yang layak akan terdengar lebih grande dan bercitarasa internasional. Upgrade, ini disponsori oleh Syahrial Oesman - Gubernur Sumatra Selatan  waktu itu. Biaya yang dikeluarkan untuk mengubah aransemen dan orcestra, kabarnya melewati 1 M.

Diluar soal menjadi lebih enak untuk didengar, Kak Edi mengatakan orkestra mungkin cocok untuk  tari balet. Tarian kreasi tradisional Sumatra Selatan, amat mengandalkan ketukan-ketukan musik sebagai penanda. Sehingga saat dipentaskan dengan iringan musik versi orkestra, alunan musik dan gerakan tari berjalan sendiri-sendiri.

Cerita-cerita soal  terabaikanya hak atas kekayaan intelektual seniman tidak hanya terjadi di Palembang. Kalau cuma sekedar tropy, mungkin mereka bisa beli sendiri. Yang penting aksi nyata, pemerintah dan masyarakat yang menggunakan karya mereka. Bayarkan hak atas kekayaan intelektual mereka. Seniman juga manusia, perlu uang  untuk terus berkarya***donapalembang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun