Mohon tunggu...
Rahma dona
Rahma dona Mohon Tunggu... Wiraswasta - wiraswasta

http://donasaurus.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Televisi Inkubator Alay yang Menjadi Budaya Nasional

16 Juni 2018   12:30 Diperbarui: 16 Juni 2018   20:16 2565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berulang kali, ditegur soal ejek mengejek lawan main. Tetapi terus terjadi,  mau tahu kenapa?

IMO - menurut hemat saya ada hubunganya dengan budaya Indonesia. 

Pertunjukan drama tradisional, sudah dikenal sejak zaman nusantara belum bernama Indonesia.  Biar mudah, kita pakai contoh adalah Lenong dari Betawi. Menggunakan bahasa Melayu dialek Betawi, bahasa pengantar Lenong bisa dimengerti semua etnis. Sebab itu ejek mengejek, ala Lenong adalah yang paling sering digunakan pada tayangan varietry show.

Julukan  yang menyangkut cacat fisik, atau membandingkan manusia dengan benda lain adalah trik memancing tawa. Masih kenal dong, sama yang namanya Bokir, Bolot, Boneng. Nama pangung  mereka, adalah julukan dari cacat fisik atau ejekan yang biasa mereka lakukan di atas pentas.

Tak cuma Lenong, seni pertunjukan tradisional daerah lain pun sami mawon. Adalah Ketoprak, seni pertunjukan tradisional Jawa yang sukses menjadikan lelaki kemayu sebagai bintang panggung. Kabul alias Tessy, orbitan dari paguyuban seni pertunjukan tradisional Ketoprak. 

Mantan prajurit KKO ini, sudah jadi Tessy sejak Srimulat masih main di Taman Sriwedari-Solo. Tessy bukan banci biasa, lebih cocok masuk kategori Drag Queen. Tetap jantan, dalam pakaian wanita. 

Lagi pula dahulu, nampaknya kita masih berpikir waras. Dapat memisahkan yang mana cuma sekedar lakon ( acting),yang mana bencong sejati. Tidak ada bencong, yang mau pakai cincin segede-gede dosa begitu.

Penampilan lelaki kemayu, mulai bikin pusing ketika mereka ramai berseliweran di TV. Adalah Olga, Ivan Gunawan, Ruben Onsu dengan gaya bencong kekinian sebagai trend setter tampilan lelaki kemayu. Saya bingung, haruskah memasukan idola saya Nazar Sungkar dalam barisan ini.

Bahasa tubuh dan kepribadian pria-pria cantik ini, jadi mesin produksi tawa yang tak lekang oleh waktu. 

Penggerek rating, sekaligus penggali lubang kubur bagi idealisme program TV. 

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), tahun 2016 sempat mengeluarkan larangan media massa menampilkan Waria dalam tayangan dan iklan. Pelarangan itu niatnya baik, mencegah generasi muda Indonesia dari paparan "virus" LGBT yang katanya sedang mewabah. Alamak, LGBT bukan virus flue yang bisa menular begitu saja saat bencong bersin. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun