Mohon tunggu...
Rahma dona
Rahma dona Mohon Tunggu... Wiraswasta - wiraswasta

http://donasaurus.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

[Seri Percikan Sungai] Masjid, Beras, Bawang, dan Sungai Aur

10 April 2018   22:40 Diperbarui: 11 April 2018   07:06 1001
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Awal tahun 80an,waktu  kecil gembira sekali kalau diajak ke rumah nenek di Lorong Masjid Jamik 10 Ulu - Palembang. Ikut sepupu memancing atau sekedar jauh-jauhan melempar kayu ke tengah sungai. Saat banyu besak - sungai pasang, pedestarian yang tergenang memberi sensasi berjalan di atas air.

Yang paling asyik, main-main air di halaman Masjid Jamik 10 Ulu yang antik. Saya  ngambok- menyombong pada teman-teman, masjid di rumah nenek ada kolam renangnya. 

dokpri dona
dokpri dona
Didirikan  Abdullah Thalif Al Kaff, pada tahun 1872. Dibangun,diantara tiga sungai, Musi di barat, Aur di selatan dan Sungai Lumpur di Utara. Lokasi yang strategis, dahulu kolong  masjid ini kerap menjadi  tempat persembunyian  para pejuang.

Peristiwa yang paling sering disebut dalam sejarah adalah penyerangan loji Belanda di Sungai Aur oleh  laskar Sultan  Mahmud Badarudin 2. Loji Belanda Sungai Aur,sekarang lebih dikenal sebagai Asrama Polisi.

Berada di daerah aliran sungai, tentu saja masjid ini awalnya berbentuk panggung-rumah tiang tinggi.Setelah beberapa kali kali penimbunan,sekarang sudah bertingkat dua dan benar-benar kering. Saya suka, cara pengurus Masjid Jamik Sungai Lumpur mengharagai sejarah dan founding father.

Mereka, tetap mempertahankan  semua pintu jendela dan tiang yang sudah berumur ratusan tahun. Seperti kue Nagasari,inti tetap bangunan lama kulit luarnya saja yang lebih moderen. Cuma sekarang, tidak bisa lagi menyombong masjid di rumah nenek ada kolamnya.

Nama dan lokasi Sungai Aur dan Sungai Lumpur sering tertukar. Sungai Aur, adalah sungai yang mengalir tepat di samping Pasar 10 Ulu yang tak jauh dari Dermaga Kelenteng Chandra Nadi  10 Ulu. Berseberangan dengan Pasar 16 Ilir-Palembang. 

dokpri dona
dokpri dona
Barang yang diperdagangkan di pasar 10 Ulu, menginformasikan  apa yang terjadi di sepanjang aliran sungai. Gondang-sejenis keong dan kerang akan sering terlihat di musim surut. Ikan dan udang,  memasuki anak sungai di musim pasang naik. Biji -- biji bunga Lotus, menandai paceklik tidak ada buah atau  sayur lain yang bisa di jual ke pasar. 

Bila air pasang, masih kita temui  orang-orang yang menjala ikan dengan biduk kecil menyusuri Sungai Aur.

dokpri dona
dokpri dona
Sungai Lumpur, sekitar 100m ke utara Kantor Lurah 11 Ulu.Tak banyak yang bisa diceritaka tentang Sungai Lumpur, sekarang tak lebih besar dari sebuah selokan kurang  lebih 3m lebarnya. Banyak yang lebih senang mandi dan mencuci di Sungai Lumpur,karena lebih sepi,biduk yang melintas tak banyak.

Sekitar 3 tahun lalu, DAS Sungai Lumpur yang berada di samping Kantor Lurah 11 Ulu dibangun  semacam tanggul. Didirikan juga, banyak taman-taman kecil lengkap dengan tempat duduk dari marmer tepat di atas aliran air. Mungkin, untuk menghindari pemandangan kotor sampah saat sungai mengering. Bukanya mencari jalan bagaimana cara menangulangi sampah,lebih praktis kalau Sungai Lumpur dikorbankan.

dokpri dona
dokpri dona
Kakek dari kakek, memanfaatkan lokasi strategis Sungai Aur. Mereka berkongsi mendirikan  pabrik beras tepat di  pertemuan Sungai Aur dan Sungai Musi. Para petani dari hulu dan hilir,menjual padi pada Firma Bahrak&Co.

Halaman  Kraton Palembang dinamakan Benteng Kuto Besak, Komunitas Arab di daerah 3 Ilir membangun Pasar Kuto,  saudagar-saudagar keturunan Arab yang hidup bak  Pasha di Turki  membangun  "plaza" Jero Kuto.  Sementara lingkungan sekitar masih hidup di rumah rakit, beratap rumbia.

Mereka, membangun  "plaza"   lapangan semen  yang lumayan luas untuk menjemur gabah. Rumah-rumah Limas yang luas dan besar di bangun mengitari "plaza" Jero Kuto. Menjelang magrib atau sebelum Isya,biasanya ramai anak-anak bermain di Plaza Jero Kuto. 

dokpri dona
dokpri dona
Setiap rumah di Jero Kuto dilengkapi dengan  kolam mandi dan mencuci pribadi. Dahulu, diwaktu air sungai masih bebas keluar masuk perkampungan kolam-kolam itu selalu penuh. Setelah  penimbunan sana dan sini, kolam dan air tak lagi bisa bertemu. Sekarang, semua kolam  di timbun tanah menjadi sekadar taman bunga atau rumah kontrakan.

Semua berubah sejak mesin pengiling padi (pady huller)  dengan ukuran kecil mulai memasuki pasar Palembang pada akhir tahun 70an. Petani yang semula menjual gabah, beralih menjadi produsen beras di dusunya masing-masing. Satu persatu, kerabat meninggalkan Palembang mencari peruntungan ke  luar pulau atau ke luar negeri. 

Rumah-rumah besar di Jero Kuto, sekarang terlihat kumuh dan terlantar. Perlahan tapi pasti, Jero Kuto dan keturunan Arab di 10 Ulu mulai tengelam kisahnya.  Seorang Paman bercerita, kenapa ia yang tak mau datang dan berkunjung ke Jero Kuto lagi. Takut menangis, tak sanggup melihat betapa  berbeda suasana dulu dan sekarang. Tidak ada lagi rasa bangga, tinggal di Jero Kuto.

dokpri dona
dokpri dona
Pabrik beras yang sudah tutup, sempat di jadikan gudang penyimpanan garam. Sekarang dikontrakan sepupu saya, pada juragan bawang asli Banyumas.Wong Banyumas dan Tegal semula datang untuk bekerja di pabrik atau menjadi kuli angkut di pasar. Merasa kehidupan di Palembang, lebih lumayan dari tempat asalnya, akhirnya beranak cucu di Lorong masjid.

Begitu memasuki lorong, terdengar logat ngapak bersahut-sahutan. Sekarang, sebagaian besar warga di lorong masjid  menjadi pengupas bawang dengan upah sekitar Rp.1000; / sanggul (ikatan besar bawang merah).  Sayang sekali,karung-karung kulit bawang di tinggalkan begitu saja di sekitar taman  pedestarian.

dokpri dona
dokpri dona
Menyusuri Sungai Aur,seperti napak tilas jatuh bangun keluarga. Belajar dari masa lalu, kita ikuti perkembangan zaman atau tergerus zaman.**** Dona Bahrak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun