Mohon tunggu...
Rahma dona
Rahma dona Mohon Tunggu... Wiraswasta - wiraswasta

http://donasaurus.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

[Seri Percikan Sungai] Masjid, Beras, Bawang, dan Sungai Aur

10 April 2018   22:40 Diperbarui: 11 April 2018   07:06 1001
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri dona
dokpri dona
Kakek dari kakek, memanfaatkan lokasi strategis Sungai Aur. Mereka berkongsi mendirikan  pabrik beras tepat di  pertemuan Sungai Aur dan Sungai Musi. Para petani dari hulu dan hilir,menjual padi pada Firma Bahrak&Co.

Halaman  Kraton Palembang dinamakan Benteng Kuto Besak, Komunitas Arab di daerah 3 Ilir membangun Pasar Kuto,  saudagar-saudagar keturunan Arab yang hidup bak  Pasha di Turki  membangun  "plaza" Jero Kuto.  Sementara lingkungan sekitar masih hidup di rumah rakit, beratap rumbia.

Mereka, membangun  "plaza"   lapangan semen  yang lumayan luas untuk menjemur gabah. Rumah-rumah Limas yang luas dan besar di bangun mengitari "plaza" Jero Kuto. Menjelang magrib atau sebelum Isya,biasanya ramai anak-anak bermain di Plaza Jero Kuto. 

dokpri dona
dokpri dona
Setiap rumah di Jero Kuto dilengkapi dengan  kolam mandi dan mencuci pribadi. Dahulu, diwaktu air sungai masih bebas keluar masuk perkampungan kolam-kolam itu selalu penuh. Setelah  penimbunan sana dan sini, kolam dan air tak lagi bisa bertemu. Sekarang, semua kolam  di timbun tanah menjadi sekadar taman bunga atau rumah kontrakan.

Semua berubah sejak mesin pengiling padi (pady huller)  dengan ukuran kecil mulai memasuki pasar Palembang pada akhir tahun 70an. Petani yang semula menjual gabah, beralih menjadi produsen beras di dusunya masing-masing. Satu persatu, kerabat meninggalkan Palembang mencari peruntungan ke  luar pulau atau ke luar negeri. 

Rumah-rumah besar di Jero Kuto, sekarang terlihat kumuh dan terlantar. Perlahan tapi pasti, Jero Kuto dan keturunan Arab di 10 Ulu mulai tengelam kisahnya.  Seorang Paman bercerita, kenapa ia yang tak mau datang dan berkunjung ke Jero Kuto lagi. Takut menangis, tak sanggup melihat betapa  berbeda suasana dulu dan sekarang. Tidak ada lagi rasa bangga, tinggal di Jero Kuto.

dokpri dona
dokpri dona
Pabrik beras yang sudah tutup, sempat di jadikan gudang penyimpanan garam. Sekarang dikontrakan sepupu saya, pada juragan bawang asli Banyumas.Wong Banyumas dan Tegal semula datang untuk bekerja di pabrik atau menjadi kuli angkut di pasar. Merasa kehidupan di Palembang, lebih lumayan dari tempat asalnya, akhirnya beranak cucu di Lorong masjid.

Begitu memasuki lorong, terdengar logat ngapak bersahut-sahutan. Sekarang, sebagaian besar warga di lorong masjid  menjadi pengupas bawang dengan upah sekitar Rp.1000; / sanggul (ikatan besar bawang merah).  Sayang sekali,karung-karung kulit bawang di tinggalkan begitu saja di sekitar taman  pedestarian.

dokpri dona
dokpri dona
Menyusuri Sungai Aur,seperti napak tilas jatuh bangun keluarga. Belajar dari masa lalu, kita ikuti perkembangan zaman atau tergerus zaman.**** Dona Bahrak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun