Mohon tunggu...
Rahma dona
Rahma dona Mohon Tunggu... Wiraswasta - wiraswasta

http://donasaurus.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Wong Kito Galo"

5 Februari 2018   18:17 Diperbarui: 3 Maret 2018   09:55 1918
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang menarik perhatian pada Triangle Culture Festival (TCF)  di Monpera Palembang 3 Februari 2018 adalah  cosplay dongeng  dari Tiongkok . Biksu Thong sam chong, Kera sakti,Pat kay ,Sampek dan Engtay,Hakim Bao serta  beberapa cosplay yang saya tak tahu karakter  cerita apa.  Seolah-olah mereka semua  habis syuting di Palembang.  Melihat mereka foto bareng, tak mau ketinggalan saya ikutan eksis.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Hubungan budaya,perdagangan dan agama daratan Tiongkok dan Palembang  bisa ditelusuri sampai berabad-abad lampau. Beberapa kebudayaan yang aslinya dari China kemudian berasimilasi dengan budaya Palembang.Bahkan empek-empek yang merupakan kreativitas etnis Tionghoa akhirnya menjadi ikon Palembang.

Tahun 1848-1854,kolonial Belanda menerbitkan Staadblads, yang mengatur kedudukan hukum masyarakat Hindia Belanda. Pengaturan, yang merupakan kelanjutan dari  Wijkenstelsel (Undang-undang wilayah) peraturan mengenai pemukiman dan mobilitas masyarakat menurut etnis.

Kampung China, Kampung Arab, dan Kampung India menjadi bukti bahwa produk hukum kolonial itu pernah eksis di Palembang. Dengan dibagi-bagi menurut etnis menjadi mudah diawasi dan dikendalikan. Singkat kata,  ini adalah bagian dari kampanye devide et impera - pecah belah dan kuasai.

Di perkampungan Palembang yang hetrogen, masyarakat menggunakan istilah wong kami untuk menyebut kelompok mereka  dan wong kamu untuk menunjuk lawan bicara .Idiom wong kamu - wong kami, sebenarnya   berkesan ofensif - menyerang.

Seperti dua kubu yang  berhadapan saling tunjuk muka kami dan kamu. Situasi yang sangat mudah untuk di manipulasi pihak ketiga.

Menarik sekali mengamati bagaimana sejatinya interaksi antar etnis di Triangle Culture Festival  yang  bertujuan  mendekatkan  pendukung  ketiga budaya. Dibawah tenda utama saya duduk tak jauh dari alur masuknya tamu. 

Sepasang muda mudi berselempang  Bujang gadis Palembang berdiri menjadi penyambut undangan. Tak lama berselang tiba pula dua pasang muda mudi dengan selempang Koko dan Cici Palembang.Pasangan yang hadir belakangan toleh kiri kanan akhirnya berdiri saja bersebrangan dengan pasangan bujang gadis tadi.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Sengaja saya mengamati dengan seksama  bagaimana interaksi antara Bujang Gadis Palembang dengan Koko dan Cici.Tak ada yang saling senyum tegur dan sapa. OMG  saya nyengir dalam hati mereka adalah para pemenang kontes dengan motto  Brain Beauty and Behavior. Kemana senyum,ramah tamah dan sopan santun yang memukau hati para juri dulu ?

Pemuda-pemudi  generasi milenial ini adalah masa depan Indonesia. Mereka, semakin jauh dari  masa dimana  sejarah Bangsa Indonesia  bermula. Mengkondisikan,agar mereka merasa berakar di nusantara  adalah penting.Membuat mereka , merasa menjadi bagian "organik" dari   Bangsa Indonesia adalah  krusial .

Etnis-etnis di Palembang ibarat kata benang warna-warni yang di tenun menjadi kain.Tetap dalam warna masing-masing  tetapi menyatu dalam harmoni pada selembar kain. Bhineka tunggal ika berbeda  tetapi satu jua adanya.

Merekatkan rasa persatuan dan kesatuan ,tidak bisa pakai sim sala bim dan selesai dalam satu malam.Kerja besar ini,adalah tugas semua elemen bangsa.Pemuda-pemudi dari semua etnis sama-sama harus menyadari kita dalam perahu yang sama. Perahu kebangsaan ini bocor kita semua tengelam.

Kalau saja  tulisan saya ini dibaca oleh instansi penyelengara kontes putra-putria an  akan menjadi  preseden baik bagi anak muda  seandainya pemuda-pemudi WNI keturunan,diundang  ikut dalam event tersebut. Akan membangun rasa bahwa mereka bagian dari seluruh puta-putri Indonesia. Selama ini banyak  yang menjadi  pemenang kontes putra-putri tidak asli etnis Palembang lalu apa bedanya  dengan pemuda-pemudi WNI keturunan?

Mereka warga Kota Palembang maka buatlah mereka banga menjadi Wong Plembang. Bangkitkan kesadaran, bahwa wong kamu dan wong kami sejatinya adalah wong kito galo****

dona Februari 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun