Beberapa waktu lalu, lini masa berbagai  media sosial dijejali tagar yang isinya menyerukan untuk memboikot produk yang berasal dari negara Prancis. Reaksi ini muncul setelah warga dan netizen Indonesia menganggap Presiden Macron telah menghina keyakinan salah satu agama.
Protes bukan hanya terjadi di Indonesia, bahkan dari seluruh dunia. Tuduhan inipun semakin besar, setelah Presiden Turki, Recep Tayyib Erdogan turut mengecam pernyataan Presiden Prancis ini.
Dalam artikel ini, penulis tidak akan membahas asal muasal polemik ini. Juga tidak mau menilai siapa yang benar atau salah. Â Dalam kesempatan ini, penulis hanya ingin mengulas jika boikot resmi dilaksanakan, serta dampak boikot terhadap operasional militer Indonesia dalam menjaga pertahanan dan keamanan NKRI.Â
Kendatipun Prancis lebih dikenal sebagai negeri mode, Prancis adalah salah satu negara yang memiliki industri dan tekhnologi militer termaju di dunia. Berbagai jenis produk alutsista bertekhnologi tinggi, sudah dapat diproduksi secara mandiri oleh industri militer negara asalnya Napoleon Bonaparte ini.Â
Salah satu etalase yang menahbiskan keunggulan tekhnologi militer negara ini adalah keberadaan kapal induk Carles de Gaule. Kapal induk Prancis ini adalah satu-satunya kapal induk di dunia yang menggunakan nuklir sebagai tenaga pendorongnya, diluar kapal induk milik Amerika Serikat.Â
Untuk diketahui, sampai dengan saat ini, negara-negara maju seperti Rusia, China, Jepang bahkan Inggris, belum menguasai tekhnologi pembuatan kapal induk bertekhnologi nuklir.
Boleh dibilang, hampir semua tekhnologi tinggi dalam dunia persenjataan, sudah bisa diproduksi di dalam negeri oleh salah satu negara pendiri Uni Eropa ini. Mulai dari pesawat tempur, kapal perang, Main Battle Tank (MBT), satelit militer dan UAV. Bahkan kapal selam yang diproduksi untuk kebutuhan AL Prancis, sudah menggunakan nuklir sebagai tenaga pendorongnya.
Tidaklah mengherankan, alutsista "Made in France" laris manis di pasar persenjataan global. Banyak negara mempercayakan alat pertahanannya kepada alutsista yang diproduksi oleh negeri mode ini. Sebut saja, Arab Saudi.Â
Negeri kaya minyak ini mempercayakan kapal fregat produksi Prancis, Jenis La Fayette Class sebagai penjaga lautnya. India sendiri, negara yang selama ini pembelian alutsistanya berkiblat ke Rusia, tidak bisa menahan godaan untuk membeli Pesawat Tempur Rafale.Â
India membeli Rafale karena belum puas dengan pesawat tempur produksi Rusia, SU-30 MKI dalam mengimbangi kekuatan China di perbatasan negaranya.Â
Malah, negara sekelas Rusia yang notabene salah satu kampiun produsen senjata dunia, dipaksa menelan ludah, karena tidak berhasil mendapatkan kapal perang yang dipesannya dari Prancis -LPD kelas Mistral-. Serah terima kapal perang ini dibatalkan oleh Prancis akibat tindakan Rusia yang menginvasi Crimea, Ukraina.Â
Bagaimana dengan Indonesia? TNI sendiri adalah salah satu pengguna setia produk Prancis. Ketertarikan Indonesia terhadap produk alutsista asal Prancis bisa dimaklumi, karena boleh dibilang, sebagian besar alutsista produksi Prancis sudah teruji di medan sesungguhnya alias Battle Proven. Disamping itu juga, Negeri mode ini tidak pelit dengan skema impor persenjataan Indonesia yang wajib menyertakan Transfer of Technology (TOT).
Salah satu contoh alutsista buatan dalam negeri yang merupakan hasil dari alih tekhnologi dari negara Prancis adalah APC Anoa. Panser kebanggaan Pindad ini merupakan hasil reverse engineering panser pengangkut personil buatan Prancis, Panser VAB. Sampai dengan saat ini Panser Anoa masih memakai mesin Renault, mesin pendorong buatan Prancis.
Cukup banyak alutsista TNI yang berasal dari negara Prancis. Di matra darat misalnya, selain masih menggunakan panser jenis VAB, TNI AD baru baru ini telah mendatangkan meriam Howitzer kaliber 155 mm Caesar dari negeri Prancis. Belum lagi alustsista yang sudah lama mengisi inventori satuan Kavileri TNI AD, yakni Tank Ringan AMX-13.
Di matra laut dan matra udara tidak jauh berbeda. Berbagai jenis alutsista produksi Prancis turut mengisi arsenal kedua matra ini. Sebut saja rudal anti Kapal Exocet, Rudal pertahanan udara Mistral dan helikopter Superpuma/Cougar.Â
Bisa dibayangkan, seandainya Presiden Jokowi mengabulkan tuntutan sebagian kecil masyakat, untuk memboikot produk dari Prancis. Bila itu terjadi, TNI pasti turut merasakan dampaknya. Pembelian dan perawatan alutsista yang berasal dari Prancis akan terhambat. Kendala ini pasti berdampak terhadap operasional TNI dalam menjaga pertahanan dan keamanan negeri ini.
Nah, memboikot barang buatan Prancis sepertinya bukan solusi terbaik. Masih ada solusi yang lebih beretika dan mengikuti tata pergaulan internasional. Salah satunya dengan menyampaikan nota protes atau nota keberatan melalui Menteri Lur Negeri. Atau Menteri Luar Negeri bisa saja memilih cara lain, yakni dengan meminta klarifikasi dari Duta Besar Prancis untuk Indonesia.Â
Melihat fakta ini. Masih tertarik menyerukan boikot?. Kalaupun harus menyerukan boikot, sebaiknya dikalkulasi dulu untung ruginya untuk diri sendiri maupun dampaknya untuk negara ini.
Ngomong-ngomong, bagaimana respon istri Erdogan ya? melihat suaminya menyerukan boikot produk Prancis. Bukan apa-apa, istri Erdogan pasti tidak senang dengan tindakan suaminya ini, karena Nyonya Presiden Turki ini dikenal sebagai penggemar fanatik tas bermerek buatan Prancis... he.he
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H