Malah, negara sekelas Rusia yang notabene salah satu kampiun produsen senjata dunia, dipaksa menelan ludah, karena tidak berhasil mendapatkan kapal perang yang dipesannya dari Prancis -LPD kelas Mistral-. Serah terima kapal perang ini dibatalkan oleh Prancis akibat tindakan Rusia yang menginvasi Crimea, Ukraina.Â
Bagaimana dengan Indonesia? TNI sendiri adalah salah satu pengguna setia produk Prancis. Ketertarikan Indonesia terhadap produk alutsista asal Prancis bisa dimaklumi, karena boleh dibilang, sebagian besar alutsista produksi Prancis sudah teruji di medan sesungguhnya alias Battle Proven. Disamping itu juga, Negeri mode ini tidak pelit dengan skema impor persenjataan Indonesia yang wajib menyertakan Transfer of Technology (TOT).
Salah satu contoh alutsista buatan dalam negeri yang merupakan hasil dari alih tekhnologi dari negara Prancis adalah APC Anoa. Panser kebanggaan Pindad ini merupakan hasil reverse engineering panser pengangkut personil buatan Prancis, Panser VAB. Sampai dengan saat ini Panser Anoa masih memakai mesin Renault, mesin pendorong buatan Prancis.
Cukup banyak alutsista TNI yang berasal dari negara Prancis. Di matra darat misalnya, selain masih menggunakan panser jenis VAB, TNI AD baru baru ini telah mendatangkan meriam Howitzer kaliber 155 mm Caesar dari negeri Prancis. Belum lagi alustsista yang sudah lama mengisi inventori satuan Kavileri TNI AD, yakni Tank Ringan AMX-13.
Di matra laut dan matra udara tidak jauh berbeda. Berbagai jenis alutsista produksi Prancis turut mengisi arsenal kedua matra ini. Sebut saja rudal anti Kapal Exocet, Rudal pertahanan udara Mistral dan helikopter Superpuma/Cougar.Â
Bisa dibayangkan, seandainya Presiden Jokowi mengabulkan tuntutan sebagian kecil masyakat, untuk memboikot produk dari Prancis. Bila itu terjadi, TNI pasti turut merasakan dampaknya. Pembelian dan perawatan alutsista yang berasal dari Prancis akan terhambat. Kendala ini pasti berdampak terhadap operasional TNI dalam menjaga pertahanan dan keamanan negeri ini.
Nah, memboikot barang buatan Prancis sepertinya bukan solusi terbaik. Masih ada solusi yang lebih beretika dan mengikuti tata pergaulan internasional. Salah satunya dengan menyampaikan nota protes atau nota keberatan melalui Menteri Lur Negeri. Atau Menteri Luar Negeri bisa saja memilih cara lain, yakni dengan meminta klarifikasi dari Duta Besar Prancis untuk Indonesia.Â
Melihat fakta ini. Masih tertarik menyerukan boikot?. Kalaupun harus menyerukan boikot, sebaiknya dikalkulasi dulu untung ruginya untuk diri sendiri maupun dampaknya untuk negara ini.
Ngomong-ngomong, bagaimana respon istri Erdogan ya? melihat suaminya menyerukan boikot produk Prancis. Bukan apa-apa, istri Erdogan pasti tidak senang dengan tindakan suaminya ini, karena Nyonya Presiden Turki ini dikenal sebagai penggemar fanatik tas bermerek buatan Prancis... he.he