Mohon tunggu...
H.D. Silalahi
H.D. Silalahi Mohon Tunggu... Insinyur - orang Tigarihit

Military Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibuku, Manusia Setengah Dewa Bagiku

17 November 2020   16:39 Diperbarui: 17 November 2020   21:07 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : theheartysoul.com

Nada-nada yang indah

Selalu terurai darinya

Tangisan nakal dari bibirmu

Takkan Jadi Ceritanya

Tangan Halus dan Suci

Telah Mengangkat Tubuh ini

Jiwa Raga dan Seluruh Hidup

Rela Dia Berikan

Penggalan lirik lagu ciptaan Melly Goeslaw ini cukup mengambarkan pandanganku tentang arti dan peran sosok ibu. Tak dapat dipungkiri, dalam struktur rumah tangga, ibu adalah satu tiang fundamental dalam menopang kekokohan bangunan keluarga. Di Indonesia yang masih menganut budaya ketimuran, norma yang berlaku di masyarakat menuntut kemampuan sosok seorang ibu yang multifungsi. 

Diawali dengan tugas mengandung 9 bulan, bertaruh nyawa ketika melahirkan, memenuhi kewajiban sebagai ibu rumah tangga, mengurus anak beserta suami dan malah sebagian lagi harus urun serta mencari nafkah di luaran.

Realitas ini juga terjadi di keluarga penulis sendiri. Saya dilahirkan dalam keluarga besar, kami terdiri dari 9 bersaudara, 7 perempuan dan dua laki-laki. Penulis sendiri adalah anak ke-8. 

Dengan kondisi ini, boleh dibayangkan seberapa repot Bapak dan ibu mengurus 9 orang anaknya dengan isi kepala dan sifat yang berbeda-beda. Selain itu, pekerjaan Bapak yang hanya seorang guru rendahan, membuat ibu juga harus turut mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Ibu bekerja sebagai seorang guru di sebuah Sekolah Dasar (SD).

Sedari kanak-kanak, penulis sudah melihat sendiri bagaimana repotnya ibu dalam menjalankan rutinitas keluarga kami sehari-hari. Ibuku, kami sering memanggilnya dengan sebutan Omak, rutin bangun tidur setiap pukul 5 pagi setiap hari. 

Dikala kami masih terbuai mimpi, beliau sudah sibuk memasak sarapan dan mempersiapkan kebutuhan kami untuk sekolah. Setelah urusan rumah tangga sudah beres, beliau harus berangkat lagi ke sekolah untuk mengajar. Selepas Omak selesai menjalankan kewajibannya sebagai guru, kesibukan beliau belum berhenti. Setibanya di rumah, omak kembali berkutat mengurusi pekerjaan rumah tangga. 

Ketika kami beranjak dewasa, kesibukan Omak semakin menjadi-jadi. Untuk memenuhi kebutuhan biaya bagi kakak-kakakku yang sudah duduk di bangku kuliah, Bapak dan Omak berinisiatif membuka les privat di rumah. Aktivitas mengajar les ini dilakukan sore hari, selepas pulang mengajar di sekolah masing-masing.

ilustrasi (sumber : popbela.com)
ilustrasi (sumber : popbela.com)

Faktanya, kebutuhan rumah tangga dan biaya pendidikan bagi kami semua, membuat penghasilan bapak dan omak tidak mencukupi. Apalagi pada saat  4 orang saudara perempuanku berbarengan duduk di bangku kuliah. Untuk memenuhinya, omak harus sering berutang kepada tetangga dan saudara. 

Penulis sendiri pernah diajak oleh Omak ke sebuah bank untuk memohon pinjaman dengan jaminan SK Pengangkatannya sebagai PNS. Semua ini dilakukan Omak agar kami anak-anaknya punya bekal pendidikan di masa depan. Sungguh suatu pengorbanan yang sangat berat.

Peran Ibu Bagi Penulis.

Bagi penulis sendiri peran seorang ibu sangat besar. Beliau berperan besar dalam membentuk karakter dan keperibadianku saat ini. Dengan segala kerepotan dan beban mengurus 9 anak, omak masih menyempatkan diri untuk mendengar keluh kesahku. Penulis mengakui sendiri dari kedua orangtuaku, penulis lebih dekat sama omak. 

Bukan apa-apa, pembawaan Bapak yang keras dan tegas membuat saya agak keder untuk bercerita hal-hal pribadi. Disamping itu,Bapak memang berperan pasif dalam mengambil keputusan di internal keluarga. Bapak baru berperan kalau ada urusan eksternal seperti mencari nafkah, menghadiri acara adat dan urusan yang menyangkut gereja. 

Di usia saat ini, saya mengakui peran ibu lebih besar dari Bapak. Banyak sikap-sikap dan karakter positif yang saya dapatkan selama diasuh oleh Ibu. Beberapa diantaranya adalah : 

1. Demokratis

Buat saya pribadi, ibu adalah sosok yang sangat demokratis. Bagaimana tidak, beliau tidak pernah menentang pilihan-pilihan hidup yang saya ambil. Misalnya, ketika saya memilih jurusan kuliah yang saya sukai, ibu tidak pernah protes macam-macam. Ibu hanya mengingatkan saya bahwa saya harus mengusahakan untuk dapat diterima di Universitas Negeri.  Dia hanya bilang " Kau harus masuk Universitas Negeri, kalau di universitas swasta omak tidak sanggup bayar. Kalau kalah kau tahun ini, coba lagi tahun depan".

2. Kepercayaan dan Tanggung Jawab.

Ketika saya membuat pilihan dalam hidup misalnya pilihan sekolah, pilihan pekerjaan maupun pilihan istri, omak selalu percaya semua tindakan saya. Beliau hanya mengingatkan dan gambaran konsekuensi atas pilihan itu. Biasanya sih tepat...he.he.

3. Ketenangan.

Sikap ini yang sampai sekarang belum berhasil saya terapkan. Ibuku orangnya sangat tenang, tidak reaktif dan mengumbar emosi. Sebesar apapun masalah yang dihadapinya, beliau tidak pernah panik. Kadang penulis sendiri merasa heran melihat sikapnya yang selalu tenang. Saya hanya melihat ibu menangis ketika Bapak dan ibunya meninggal.

4. Perhatian

Ditengah kesibukan ibu mengurus rumah tanggal plus ikut juga mencari nafkah, beliau masih menyempatkan diri untuk menanyakan kegiatan kami di sekolah, mengingatkan untuk mandi, makan dan banyak lagi hal-hal yang sering kami abaikan.

Sampai saat ini, ketika sudah memiliki rumah tangga sendiri, sosok ibuku tetap kuanggap sebagai problem solver bagiku. Bagaimana tidak, acapkali dalam berberbagi kesempatan, saya mendapati kiat-kiat yang diterapkan oleh ibuku menghadapi dalam masalah, seringkali menjadi solusi dalam permasalahan hidupku. Terkadang gambaran-gambaran hidup yang beliau utarakan terjadi di masa depan. Saking tepatnya, saya malah kadang menganggap omak saya ini adalah seorang peramal, manusia setengah dewa...he.he.he. 

Tidak heran, sampai dengan saat ini, saya masih sering bertanya perihal kiat-kiat mengurus rumah tangga dan masih sering meminta solusi dari beliau bilamana penulis menghadapi masalah rumah tangga yang sulit terpecahkan.

Kasih Ibu Sepanjang Masa.

Sumber : theheartysoul.com
Sumber : theheartysoul.com
Boleh percaya atau tidak . Ketika saya sudah berumah tangga, ibu masih memperlakukan saya sama seperti ketika belum berkeluarga. Bagaimana tidak, kala penulis pulang ke rumah ibu atau berbicara via ponsel, ibu masih menanyakan hal-hal receh seperti sudah makan belum?, jangan begadang ya, harus kurangi merokok, dan berbagai hal yang intinya sama saja, bentuk perhatian beliau buat anak-anaknya.

Padahal dengan usianya yang sudah menginjak 76 tahun, beliau tidak perlu lagi repot memberikan perhatian terhadap anak-anaknya. Tambahan pula,  sebagian besar anak-anaknya sudah mandiri dan berumah tangga. 

Seyogyanya, di usia yang sudah senja, omak menyempatkan waktunya untuk menikmati hidup dan menjalani masa tuanya dengan tenang. Lagi pula, sudah menjadi kewajiban bagi kami untuk memperhatikan omak dan memberinya kebahagiaan. Tetapi begitulah naluri seorang ibu. 

Mungkin sifat ini sudah menjadi sifat bawaan semua ibu. Mereka tetap saja mengganggap anak-anaknya seperti seorang bayi yang harus dilindungi dan diperhatikan. Mungkin begitulah bentuk kasih sayang seorang ibu. Kasih sayang yang tulus dan tidak mengharapkan imbalan, kasih ibu akan selalu ada buat kita sepanjang hayat masih dikandung badan.

Inspirasi dari Ibu

Kini, ketika penulis sudah berumah tangga dan memiliki keluarga sendiri, pola asuh yang diterapkan oleh ibu, menjadi inspirasi bagiku dalam mendidik anak-anak. Saya mencoba menerapkan nasehat beliau yang selalu menekankan prilaku sederhana dan rendah hati kepada anak-anak saya. Disamping itu, sikap beliau yang tidak pernah memaksakan kehendaknya terhadap pilihan hidup anak-anaknya sangat berkesan bagi saya. Semoga bekal ini dapat saya terapkan kepada anak-anakku, ketika kelak mereka dewasa.

"Kasih Ayah Sepanjang Jalan, Kasih Ibu Sepanjang Masa". Terima Kasih buat ibu dan seluruh ibu di seluruh dunia. Kokoh atau rapuhnya sebuah keluarga berada di pundak seorang ibu.. 

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun