Mohon tunggu...
H.D. Silalahi
H.D. Silalahi Mohon Tunggu... Insinyur - orang Tigarihit

Military Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

C4ISR, Quantum Leap Buat TNI

20 September 2020   08:00 Diperbarui: 20 September 2020   08:10 1504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada bulan Agustus, Kementerian Pertahanan RI, resmi menjalin kontrak dengan vendor militer Scytalys. Perusahaan Militer asal Yunani ini, diberi kontrak untuk membangun sistem terintegrasi pertahanan darat, laut, dan udara Tentara Nasional Indonesia (TNI), selama 3 tahun kedepan.

Berbicara sistem pertahanan terintegrasi antar matra, boleh dibilang pasti terkait dengan pembangunan infrastruktur C4ISR (Command, Control, Communications, Computers, Intelligence, Surveillance, and Reconnaissance). C4ISR sendiri adalah sebuah sistem terintegrasi yang memanfaatkan teknologi informasi dan peralatan penginderaan meliputi radar dan satelit, untuk memonitor kawasan darat, laut, maupun udara Indonesia.

Asal Muasal C4ISR.

evolusi konsep C4ISR (sumber : diolah pribadi)
evolusi konsep C4ISR (sumber : diolah pribadi)

Konsep C4ISR mulai dikenal ketika AS mulai memanfaatkannya dalam  Operasi "Desert Storm" pada Perang Teluk I  tahun 1991. Operasi ini kemudian terbukti berhasil menerapkan interoperabilitas antar matra, serta antar alutsista berbagai negara yang tergabung dalam pasukan multinasional, terutama alutsista yang dimiliki AS dan negara Eropa anggota NATO, yang bergabung untuk membebaskan Kuwait dari pendudukan Irak.

Pada operasi tersebut, komunikasi antara Markas-War Room- dengan komandan di lapangan dan para pengawak alutsista sudah menggunakan pola komunikasi jaringan data. Hal ini terbukti mampu lebih efektif memimalisir kesalahan perintah oleh operator lapangan, dan aksi penyadapan komunikasi oleh lawan, dibanding ketika masih mengunakan pola komunikasi suara (voice) yang rentan disadap dan diintersep oleh lawan.

Pada saat itu, AS dan negara-negara Eropa sekutunya dari NATO, sudah menggunakan jaringan data yang sama, yang kemudian lebih dikenal dengan jaringan data "Link 11". Seiring perkembangan tekhnologi, AS dan NATO sudah meninggalkan jaringan data link 11. Saat ini mereka memakai Link16, jaringan data yang lebih canggih.

Keberhasilan penggunaaan konsep C4ISR di Perang Teluk I, pada akhirnya menginspirasi berbagai negara di seluruh dunia untuk mengadaptasi konsep ini di Angkatan Perangnya. Sekutu AS seperti NATO, Australia, Jepang, Korea Selatan dan lain-lain cendrung memakai link16 buatan AS, sedang negara besar seperti China dan Rusia memakai jaringan data buatan sendiri.

Tentara Nasional Indonesia

Bagi para perwira di jajaran TNI, konsep C4ISR sendiri bukanlah hal yang asing. Mereka tahu dan mengerti apa itu konsep C4ISR, karena materi pengajaran di di SESKO setiap matra (Sekolah Staf dan Komando) sendiri, sudah memuat pengetahuan tentang konsep C4ISR.  Namun, sampai dengan saat ini TNI belum dapat mengaplikasikan konsep C4ISR di seluruh matra. 

Penerapan konsep ini di TNI memang bukan hal gampang, masih banyak kendala dan tantangan yang dihadapi, sebut saja antara lain : 

Interoperabilitas antar matra (sumber : telegrid.com)
Interoperabilitas antar matra (sumber : telegrid.com)

1. Platform Alutsista TNI  belum seragam.

Sebagaimana diketahui, untuk menghindari embargo negara produsen alutsista, TNI memilih strategi pembelian alutsista campuran dari blok barat dan blok Timur. Strategi ini memang lebih meminimalisir resiko apabila terjadi embargo suku cadang alutsista.

Tetapi keragaman platform alutsista membuat sesama alutsista TNI, tidak dapat berkomunikasi dengan jaringan data, karena produsen alutsista mempunyai jaringan data yang berbeda. Sebagai contoh Pesawat tempur Sukhoi SU 30 TNI AU  tidak bisa berkomunikasi data dengan Jet tempur F16 TNI AU, karena kedua produsen pesawat ini, Rusia dan AS, memiliki jaringan data yang berbeda.

2. Keterbatasan Penguasaan Teknologi

Sampai dengan saat ini, belum ada putra/putri Indonesia yang mampu menciptakan Jaringan Data sendiri. Negara tetangga seperti Thailand, lebih memilih meminta bantuan dari perusahaan militer Swedia, SAAB, untuk menciptakan jaringan Data taktis Thailand, LINK T.

3. Ketiadaan Satelit Militer

Penerapan konsep C4ISR, mutlak memerlukan keberadaan Satelit militer sebagai penyambung komunikasi antar platform. Memang, ketiadaan satelit militer dapat dikomplementer dengan keberadaan infrastruktur  BTS (Base Transceiver Station) milik provider seluler. Tetapi penggunaan jaringan data hanya terbatas di daerah yang berada dalam jangkauan BTS.

Konklusi

Sampai dengan saat ini pola komunikasi antar matra dan antar alutsista di TNI, sebagian besar masih menggunakan Voice, dengan mengandalkan peralatan radio komunikasi. 

Namun begitu, TNI AD sudah mulai mencoba melakukan inovasi dengan menerapkan C4ISR, yaitu dengan pogram pembangunan Battle Management Sistem (BMS) Kartika, memang masih terbatas dalam lingkup TNI AD. Di matra lain, TNI AL juga sudah mulai menerapkannya pada alutsista yang memang diproduksi oleh produsen yang sama. Komunikasi antara Kapal Perang TNI jenis Sigma Class dengan Pesawat MPA (Maritime Patrol Aircraft) CN-235, sudah mengunakan jaringan data Link Y, jaringan data yang diciptakan oleh produsen senjata dari Eropa,Thales. 

Besar Harapan, kerjasama Kemenhan dengan Scytalys ini, dapat menyelesaikan masalah komunikasi data antar alutsista buatan blok barat dan alutsista produksi Rusia milik TNI. Mana tahu, kerjasama ini juga menyertakan alih tekhnologi, kemampuan menciptakan jaringan data sendiri. Sehingga, beberapa tahun kedepan, TNI sudah dapat mengunakan jaringan data buatan anak bangsa.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun