Mohon tunggu...
H.D. Silalahi
H.D. Silalahi Mohon Tunggu... Insinyur - orang Tigarihit

Military Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

China Kembali Berulah, Kapal Bakamla "Scramble" Kapal Coast Guard China

14 September 2020   15:54 Diperbarui: 14 September 2020   17:28 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak berselang lama, China kembali berulah di Laut Natuna Utara.  Mengutip laman Bakamla, Kapal Coast Guard Cina kembali memasuki Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, tepatnya di Laut China Selatan. Kapal China CCG-5204 diketahui memasuki perairan Indonesia pada tanggal 12 September 2020

Kali ini, respon dari Bakamla patut diberi apresiasi, dengan tindakan terukur,  Kepala Bakamla RI Laksdya TNI Aan Kurnia menugaskan KN Nipah 321 untuk melakukan shadowing dan mengusir kapal China tersebut. 

Tindakan yang dapat dilakukan oleh Indonesia memang hanya diperbolehkan sampai sebatas itu, membayangi dan berusaha memperingatkan kapal China untuk keluar dari ZEE Indonesia. 

Sebagaimana diatur dalam hukum laut internasional, kapal asing memang diperbolehkan melintas di ZEE, dengan catatan,tidak melakukan aktifitas eksplorasi dan eksploitasi kekayaan lautnya.

Baca juga : BAKAMLA, Sang Pengawal Lautan Yang Layak Diperkuat

Tingkah laku China ini memang membuat hampir seluruh negara di kawasan Laut China Selatan meradang. Amerika Serikat bahkan menuduh China  memanfaatkan kelengahan negara-negara yang memang sedang tertekan menghadapi masalah ekonomi dan kesehatan akibat pandemi covid19.  

Indonesia sendiri, selain kejadian kemarin, di akhir tahun 2019, juga harus menghadapi Kapal Coast Guard China yang mengawal kapal nelayan China menangkap ikan di ZEE Laut Natuna Utara.

China Coast Guard

Kendatipun saat ini, China bersitegang dengan Amerika Serikat, Pemerintah China tidak tabu untuk meniru aktifitas diplomasi yang sudah dilakukan oleh AS sejak Perang Dunia Ke-2. 

Mereka mencoba mengadaptasi "Gun Boat Diplomacy" yang sudah dilakoni AS puluhan tahun, yaitu berusaha mendapatkan keuntungan  dengan menyebarkan armada lautnya untuk menekan secara fisik dan psikologis, negara-negara yang dianggap menghambat  kepentingan Nasional Amerika Serikat

China sepertinya sadar bahwa kekuatan laut adalah salah satu cara berdiplomasi yang paling efektif demi mendukung ambisi global mereka. 

Selain itu, China belajar dari pengalaman pahit pada krisis Selat Taiwan jilid I, II dan III. Bagaimana tidak, keseluruhan krisis tersebut memberi pelajaran bagaimana China harus meredam ambisi mengokupasi Taiwan hanya karena ancaman dari Armada ketujuh, Grup Tempur Kapal induk AS.

Sekarang, boleh dibilang, kekuatan armada Laut China, secara kuantitas dan tekhnologi sudah mampu mengimbangi kekuatan laut negara-negara besar pemenang Perang Dunia Ke-2 seperti AS, Rusia, Inggris dan Prancis.

Pembangunan Coast Guard juga tidak dilupakan oleh China, mereka meningkatkat kuantitas dan kualitas armada kapal coast guard. Sampai dengan saat ini, China sudah memiliki 200-an kapal Coast Guard. 

Meskipun belum bisa mengimbangi rivalnya, AS, setidaknya kapal coast guard mereka sudah bisa petantang-petenteng mendukung diplomasi mereka di Laut China Selatan.

Ukuran armada China memang tidak boleh lagi dianggap sepele, sebagai contoh, kapal CCG-5204, yang diturunkan di Laut Natuna Utara berukuran panjang 102 m, hampir sama ukurannya dengan kapal flasgship TNI AL saat ini, KRI RE Martadinata. 

Belum lagi kalau dikomparasi dengan kapal CCG Haijing 2901 dan 3901, kapal milik China Coast Guard ini, diakui sebagai kapal coast guard terbesar di dunia. Ukurannya?jangan ditanya, lebih besar dari flagship armada Angkatan Laut AS, cruiser USS Ticonderoga.

Boleh dibilang, ambisi China memperkuat armada lautnya sudah sudah menuai hasil positif untuk ambisi global mereka, hampir seluruh negara di kawasan Laut China Selatan tertekan secara psikologis dengan kehadiran Armada Coast China.

Badan Keamanan Laut  (BAKAMLA)

Dibanding kejadian yang sama di akhir tahun 2019, BAKAMLA kelihatannya sudah lebih siap menghadapi gangguan Kapal Coast Guard China. Kendatipun begitu, seiring belum ada penyelesaian sengketa LCS, kedepannya, BAKAMLA harus mempersiapkan diri menghadapi gangguan Kapal China yang diperkirakan akan terus berulang.

Melihat kondisi BAKAMLA saat ini, diukur dari tingkat ancaman, BAKAMLA menghadapi tantangan berat untuk mengamankan wilayah Laut Seluruh Indonesia, mengingat jumlah armada kapal yang minim dan belum dipersenjatai. 

Padahal calon lawan yang dihadapi,sebut saja Coast Guard China dan Vietnam, selain memiliki armada kapal yang berukuran lebih besar juga sudah diperlengkapi dengan persenjataan.

Dari kesiapan armada, tidak dapat dipungkiri, BAKAMLA membutuhkan penambahan kapal yang sanggup berlayar sepanjang waktu di laut Natuna Utara tanpa dipengaruhi musim angin utara. Untuk diketahui, Musim angin utara adalah kurun waktu tertentu dimana angin yang bertiup dari utara acapkali menyebabkan badai dan ombak besar. 

Sebagai referensi, boleh dibilang, hanya 4 unit kapal BAKAMLA yang mampu berlayar di Laut Natina Utara pada musim angin utara, salah satunya kapal yang diturunkan kemarin, KN Nipah. Selain ke-4 unit kapal tersebut, armada yang ada, hanya berukuran kurang 60 m, sangat riskan berlayar di musim angin utara, dengan ketinggian ombak, 2 - 6 m.

KN Tanjung Datu 110 m (indomiliter.com)
KN Tanjung Datu 110 m (indomiliter.com)

Mengutip rilis berita BAKAMLA, insiden masuknya Kapal Coast Guard China sudah dapat diselesaikan dengan baik, kapal China sudah keluar dari ZEE Laut Natuna Utara. Tetapi melihat ambisi China untuk menguasai 90% wilayah LCS, sepertinya kejadian ini akan terus berulang, selama China tidak menghargai UNCLOS.

Hal terdekat yang dapat dilakukan oleh Pemerintah adalah menyelesaikan regulasi Peraturan Pemerintah turunan UU No. 32 tahun 2014 tentang Kelautan. 

Karena Peraturan Pemerintah (PP) tentang Penjagaan Laut dan Pantai, merupakan payung hukum yang sangat dibutuhkan untuk menggabungkan BAKAMLA dan KPLP dalam tataran teknis dan operasional. Tambahan armada kapal dari KPLP pastinya akan semakin memperkuat BAKAMLA mengamankan Laut Natuna Utara.

Apa boleh buat, apabila mengikuti petuah dari Jenderal perang dari China, Sun Tzu, "Jika Anda tahu siapa musuh Anda dan mengenal diri sendiri, Anda tidak perlu takut dengan hasil dari seratus pertempuran yang terjadi". Sebelum konflik meledak di laut china selatan, Indonesia sudah harus mempersiapkan diri mulai dari sekarang.

Mumpung belum terjadi, China sudah mempersiapkan diri. Nah, sebagai Negara Poros Maritim Dunia, Indonesia tidak boleh ketinggalan.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun