Mohon tunggu...
H.D. Silalahi
H.D. Silalahi Mohon Tunggu... Insinyur - orang Tigarihit

Military Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Nikmatnya Kekuasaan, Menggoda Keluarga

22 Juli 2020   13:01 Diperbarui: 23 Juli 2020   08:46 685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: keluarga politik. (sumber: KOMPAS/HANDINING)

Dengan segala fasilitas dan kemudahan itu, keluarga petahana, sebagai pihak yang langsung menyaksikan dan menikmati segala kemudahan itu, pastinya akan tergoda menjadi pemeran utama, tidak hanya sebagai figuran. Selain godaan fasilitas, bujukan dari partai politik juga menambah keinginan keluarga petahana agar berkiprah di pentas politik.

Dengan sistem pemilihan sekarang, rezim pemilihan langsung, keluarga petahana memang menjadi sasaran bagi partai politik untuk didorong bertarung di pemilihan kepala daerah. 

Dengan modal popularitas yang otomatis dimiliki keluarga petahana ini, partai politik juga bisa memanfaatkan jaringan dan koneksi yang sudah dibangun oleh petahana selama berkuasa. Dengan modal itu, partai berharap, tidak perlu membuang energi untuk memoles dan meningkatkan elektabilitas calon yang berasal dari keluarga petahana.

Ditinjau dari undang-undang, tidak ada yang salah dengan praktik dinasti politik. Undang undang dasar maupun Undang-undang Pilkada memberikan hak kepada seluruh warga negara Indonesia untuk berkompetisi menjadi Kepala Daerah ataupun berkiprah di kursi legislatif.

Tetapi seperti dikutip dari sejarawan Inggris abad ke-19, Lord Acton yang mengatakan "Power tends to corrupt", kekuasaan dapat menggoda seorang pemimpin untuk berbuat menyimpang.

Dinasti politik cendrung menciptakan konflik kepentingan yang muaranya mengarah kepada penyelewengan kekuasaan. Sebagai pemisalan, sulit membayangkan seorang Gubernur berlaku objektif terhadap seorang Bupati yang berstatus anak atau memiliki hubungan keluarga dekat. 

Contoh teranyar, Bupati Kutai Timur dan istrinya yang merupakan Ketua DPRD di Kabupaten tersebut, ditangkap oleh KPK akibat dugaan korupsi. Ungkapan kasarnya, hubungan eksekutif dan legislatif di Kutai Timur disahkan di KUA..he.he....

Dinasti politik boleh-boleh saja, undang-undang saja tidak melarang, tetapi para pemimpin ini seharusnya menjaga kepantasan. Jangan sampai teori Profesor Dacher Keltner dan Lord Acton menjadi kenyataan di negeri ini.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun