Salah satu isu utama yang diusung pada saat reformasi tahun 1998 adalah menghapus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) pada struktur Pemerintahan di Republik ini.Â
Tetapi seiring berjalannya waktu, isu ini tergerus oleh zaman, sekarang boleh dibilang hanya isu korupsi yang menjadi fokus bangsa ini.Â
Tidak ada yang bisa disalahkan, faktanya, para mahasiswa yang dulunya demo memperjuangkan reformasi, sebagian besar sudah menjadi pemegang tampuk kekuasaan di negeri ini. Tetapi kekuasaan mungkin membuat mereka terlena, lupa akan cita-cita reformasi.
Profesor Dacher Keltner dari Universitas Barkeley dalam bukunya " How We Gain and Lose Influence ", mengungkapkan bagaimana kekuasaan dapat menambah hormon dopamine (kesenangan) yang diterima oleh otak, tetapi dalam jangka panjang menimbulkan efek negatif yaitu merubah karakter dan pemikiran seseorang, kekuasaan membuat seseorang mempunyai kecenderungan impulsif, penurunan rasa empati, suka membuat janji dan kehilangan rasa kepedulian terhadap orang.
Opini Keltner menjadi beralasan apabila kita melihat sejarah dan keadaan yang terjadi saat ini di pusaran kekuasaan politik di Indonesia, dalam hal ini merujuk pada pimpinan kewilayahan seperti Gubernur dan Bupati/Walikota. Hampir seluruh kepala daerah ingin berkuasa selama mungkin, meskipun peraturan hanya memperbolehkan masa jabatan maksimal 2 periode.Â
Tidak cukup dengan itu, untuk menjaga eksistensi kekuasaan, mereka juga mendorong keluarga baik itu istri, anak, paman agar terjun ke dunia politik demi mempertahankan supremasi keluarga di lingkaran kekuasaan.
Segala kenikmatan dan kekuasaan, cendrung membuat para pemimpin ini terlena, ingin berkuasa lebih lama lagi. Tidak hanya terjadi di Indonesia, hampir semua penguasa di seluruh dunia ini berusaha mempertahankan kekuasaannya selama mungkin.
Sebagai contoh Xi Jinping, Tayeb Erdogan, dan Vladimir Putin, mereka dengan ekstrim mendorong perubahan konstitusi dan undang-undang di negaranya, demi melanggengkan kekuasaan mereka.
Di Indonesia, ketika seseorang menang dalam konstestasi pemilihan kepala daerah, sang petahana beserta keluarganya secara otomatis menjadi tanggungan negara.Â
Sang Petahana dan keluarga akan mendapat fasilitas VIP, seperti rumah dinas yang melekat dengan fasilitas pengawalan beserta anggaran rumah tangga yang ditanggung oleh negara, mobil dinas lengkap dengan supir dan anggaran operasionalnya.
Kepala Daerah beserta istri juga memiliki ajudan melekat untuk membantu segala keperluan petahana dan keluarganya. Selain itu juga, dengan menduduki jabatan Gubernur atau Bupati membuat seseorang dilimpahi kewenangan yang sangat besar. Dengan segala organ-organ birokrat yang menjadi pembantunya, nasib rakyat berada di tangan para kepala daerah ini.