Mohon tunggu...
Donald Haromunthe
Donald Haromunthe Mohon Tunggu... Guru - Guru Seni Budaya di SMA Budi Mulia Pematangsiantar

Saya juga menulis di donald.haromunthe.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ada Si Dia di Wonderful Toba

16 Mei 2016   16:25 Diperbarui: 16 Mei 2016   18:27 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Promosi

Sebagai salah satu dari sepuluh destinasi prioritas, Danau Toba mendapat atensi besar dari banyak orang. Menyusul instruksi dari pak presiden Joko Widodo, semakin intens pula perbincangan baik di lapak-lapak media sosial maupun dalam interaksi harian diantara para pemerhati pengembangan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Danau Toba. Efektif atau tidak, ini adalah bagian dari promosi Danau Toba itu sendiri.

Sekedar mengingatkan, inilah pesan presiden Jokowi ketika beliau berhasil mengajak ketujuh pemangku kepentingan di tujuh kabupaten yang ada di sekitar Danau Toba untuk sign "Yes', tentu dengan teknik Yes Set yang khas dimiliki oleh beliau.

Dengan positioning lebih baik, dengan differensiasi yang berbeda dengan wisata yang lain, dan rebranding yang lebih baik lagi, dengan promosi yang lebih baik lagi, kita semua meyakini bahwa Danau Toba akan mejadi ikon destinasi yang betul-betul layak dikunjungi baik dari wisman maupun mancanegara.

Fun Walk for Wonderful Toba

"Ramai". "Seru". "Panas". "Meriah". 

Itulah sebagian ungkapan yang penulis rekam dalam acara Fun Walk for Wonderful Toba kemarin Minggu, 15 Mei 2016 pada area car free day di wilayah tugu Monas. Ada pula yang mengeluhkan panitia yang kurang sigapnya panitia yang tidak profesional mengakomodasi pengunjung yang datang membludak, "Panitia ... mana panitia?". Apalagi lagi kritik emak-emak bertopi lebar seperti kuali yang nyeletuk:

"Bah .. cem mananya panitia ini. Masak ada yang belum registrasi sudah dapat kaos Wonderful Toba. Ada pula stan registrasi tapi nggak ada panitia registrasi. Ahh ... pening lah awak liat acara begini". 

Apapun itu, dengan acara yang berupaya mengakomodasi 10 ribuan peserta, tentu reaksi bisa beragam. Penulis menikmatinya sebagai riuh-pikuk yang menjadi bumbu pada setiap acara. Konon, begitulah orang Batak. 

Lepas dari adanya kesan umum bahwa panitia Horas Halak Kita tidak siap dengan membludaknya peserta, acara ini adalah salah satu cara untuk mengemban amanat pak Jokowi: Re-branding dan promosi.

Saluran Aspirasi Warga

Bukan rahasia lagi bahwa bottleneck utama pada hampir setiap rencana pengembangan kawasan pariwisata adalah silang pendapat antara para pemangku kepentingan dari daerah-daerah yang beririsan dengan kawasan yang dimaksud. Dalam hal ini, di Danau Toba, ada tujuh kabupaten dan ketujuh perangkat pemerintahan kabupaten. Tidak persis benar bahwa setiap dari mereka adalah raja-raja kecil yang enggan bersinergi membangun Danau Toba. Tetapi jika pembaca mengikuti alotnya proses yang mesti ditempuh bahkan sekedar mendapatkan tanda-tangan dari ketujuh bupati, maka juga tidak salah untuk mengaffirmasi mental "raja-raja kecil" yang mesti ikut di-revolusi. 

  • Para warga yang awam dengan seluk-beluk pengembangan infrastruktur pariwisata ini tidak punya bahan untuk disuarakan tanpa harus terlihat sebagai membawa kepentingan tertentu.  
  • Mereka umumnya jauh dari akses ke pengambilan keputusan untuk membangun infrastruktur, tapi senang ketika aksesibilitas mulai menemui titik cerahnya dengan semakin rutinnya flight Jakarta-Silangit. 
  • Mereka menanti-nanti view yang menjanjikan kesejahteraan rakyat lokal ketika jalan tol dari Medan ke Tebing Tinggi selesai dibangun. 
  • Mereka berharap banyak pada Badan Otorita Danau Toba, yang diharapkan mampu memfasilitasi agenda pengembangan wisata yang berorientasi warga.
  • Menyuarakan ulang penutupan Toba Pulp Lestari, dinilai adalah riak kecil saja. Tidak sebanding dengan lobi-lobi bisnis tingkat tinggi antara pemberi izin dengan pemilik modal, yang tak selalu mudah untuk mendapatkan data publikasi audit eksternalnya.
  • Berteriak "Tutup Keramba" untuk Danau Toba yang bersih di tengah duka para petani keramba jaring apung di Haranggaol yang baru saja kehilangan 1.820 ton panen ikan adalah pilihan yang sulit pula.
  • Tidak mudah juga mengambil sikap opini yang aman ketika Mr. Freek, sang bos Aquafarm ditemui oleh Persatuan Wartawan Indonesia cabang Sumatera Utara. 
  • Begitu juga dengan PT Japfa, buruknya tata kelola limbah rumah tangga, dan sederet litani yang mengakselerasi rusaknya konservasi alam Danau Toba.

Maka, berpartisipasi dalam acara seperti perhelatan besar yang baru terjadi kemarin ini adalah momen yang berterima bagi kebanyakan orang awam, termasuk saya.

"Pokoknya, saya setuju Danau Toba jadi destinasi wisata, tetapi untuk masukan ke Badan Otorita Danau Toba berikut sekuens kebijakan yang akan dihasilkan, bukan ranah saya."

Ikut jalan santai atau hanya meramai-ramaikan saja acara Fun Walk for Wonderful Toba ini saja pun adalah sesuatu yang bisa dilakukan oleh sesama kami orang awam. Jika cermat membaca, emosi yang terpantul dalam keriuhan acara ini adalah petunjuk alternatif solusi yang mestinya dimarakkan guna membantu Jokowi melakukan "Yes Set" bagi segenap pemangku kepentingan itu. Inilah terjemahan dari para putra-putri bona pasogit, yang merasakan sumber spiritualitas mereka dengan "huta-huta na humaliang Tao Toba" yang tidak tahu persisnya harus berbuat apa untuk mengembalikan keindahan Danau Toba, tetapi tetap ingin berpartisipasi di dalamnya.

Maka senada dengan Menko Perekonomian Rizal Ramli yang mengajak semua masyarakat agar berpartisipasi untuk mempromosikan Danau Toba, agar terkenal di dunia‎, inilah yang dilakukan oleh para partisipan event besar ini.

Ada SI DIA di Wonderful Toba


Melihat animo yang luar biasa besarnya, acara Fun Walk for Wonderful Toba yang digagas oleh Komunitas Horas Halak Hita (H3) ini memang semestinya dipersiapkan lebih baik. 

Menarik melihat bahwa peran komunitas yang selama ini tanpa publikasi masif di media massa utama ternyata adalah engine yang turut menjadi encouragement bagi siapapun yang ingin mengakselerasi pengembangan wisata Danau Toba. Banyak peserta datang sebagai kelompok atau komunitas turut menciptakan euforia disana. Ada kelompok gereja, punguan se-marga, ada pula punguan satu huta hatubuan (sekampung halaman), misalnya SI DIA.

Bersama dengan teman-teman yang tergabung dalam SI DIA (Sidamanik Diaspora), saya menyaksikan euforia itu. Para kaum muda perantauan yang berasal dari daerah Sidamanik ini merasa mesti ikut mendukung acara promosi ini. Meskipun dataran tinggi Sidamanik yang terkenal dengan perkebunan teh milik PTPN IV itu tidak persis berada di pinggiran Danau Toba, tetapi sekelompok anak muda ini memahami bahwa ada multiplier effect pariwisata Danau Toba yang mesti didukung, dimonitor dan dievaluasi sehingga benar-benar mencerminkan pariwisata yang berorientasi warga.


Optimalkan Lapak

Orang Batak suka berkumpul. Suka berkomunitas. Terbukti dari perhelatan ini juga.

Logo Sidamanik Diaspora, Sumber: Dokumentasi Pribadi
Logo Sidamanik Diaspora, Sumber: Dokumentasi Pribadi
SI DIA (Sidamanik Diaspora) hanyalah satu dari sekian banyak nama kelompok dan komunitas sejatinya bisa didukung untuk menjadi sukarelawan marketeer dan brand evangelist KSPN Danau Toba. Masih banyak lagi "lapak-lapak" yang tercipta, diberdayakan sendiri dan dipupuk sendiri oleh komunitas-komunitas ini. Entah itu dari ikatan satu kampung halaman seperti SI DIA, ikatan marga seperti Punguan Lumban Gaol se-Jabodetabek ataupun hobbi seperti Geobike Kaldera Toba, ini adalah lapak-lapak yang sangat bisa diberdayakan untuk mengembang amanat promosi dan re-branding yang dimaksudkan oleh Pak Jokowi.

Mereka adalah sukarelawan yang bergerak sendiri, jadi buzzer efektif dan pembela soft tourism Danau Toba.  Mereka prihatin melihat tidak optimalnya potensi wisata Danau Toba. Tetapi mereka juga tidak rela jika kearifan lokal tergilas begitu saja jika kultur masyarakat Danau Toba di tujuh kabupaten begitu saja disamaratakan dengan kultur Monaco.

Lapak-lapak ini adalah agen efektif yang bisa menjadi counter position bagi para "raja-raja kecil", entah yang duduk di pemerintahan, maupun para tikus kue anggaran 21 Triliun dengan mengatasnamakan rakyat kecil.

Tentu saja, penghuni lapak-lapak ini umumnya adalah warga awam dengan karakter seperti disebutkan di atas. Awam yang tidak mengerti bagimana bisa caruk-maruk kerusakan lingkungan Danau Toba masih terjadi sampai hari ini. Jelas, mereka punya interest yang sama:

Saya dukung pariwisata Danau Toba, tapi tolong kita jaga bersama keindahannya.

Menurut hemat saya, ini senada dengan amanat pemimpin negara.

Tafsir terhadap foto Pak Jokowi (sumber: https://3.bp.blogspot.com/-UjC_By0I3dE/VtqB3uiczyI/AAAAAAAAFdo/Lt09Ynmm_CM/w225-h120-c/Jokowi%2BDanau%2BToba.png)
Tafsir terhadap foto Pak Jokowi (sumber: https://3.bp.blogspot.com/-UjC_By0I3dE/VtqB3uiczyI/AAAAAAAAFdo/Lt09Ynmm_CM/w225-h120-c/Jokowi%2BDanau%2BToba.png)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun