Layaknya mesin yang dipersenjatai dengan rem dan gas (sehingga penunggangnya sampai ke tujuan dengan selamat, tapi tidak buru-buru ke akhirat), maka road map pengembangan KSPN Danau Toba ini pun punya rem-nya yang akhir-akhir kerap lenyap dalam diskursus (mungkin karena para pemrasaran banyak yang sudah terbayang dengan proyek menggiurkan di depan mata sehingga terbawa dalam materi yang disampaikan ataupun citra yang tampak ke masyarakat). Rem yang dimaksud adalah konsep geopark.
Senada dengan tulisan Mangadar Situmorang, prinsip paling penting yang paling mungkin mengurangi cedera pada setiap mesin pembangunan kawasan wisata ialah sustainable and holistic ecotourism. Â Artinya, dengan analogi keindahan Danau Toba dan Pulau Samosir sebagai visualisasi alam paling konret dan universal dari sebuah rahim yang agung, mengembangkan Danau Toba berarti tidak melulu "memperkosa" alam sebagai paket-paket jualan wisata, tetapi membesarkannya, merawatnya dan bahkan jika bisa memperindahnya setelah bertahun-tahun lamanya dirusak oleh para "pejantan" ganas yang meninggalkannya begitu saja tanpa tanggung jawab setelah memuaskan "syahwat" bagi corporate income-nya.
Apa itu konsep geopark?Â
Wikipedia menulis seperti ini.
The Global Geoparks Network (GGN) is a UNESCO activity established in 1998. According to UNESCO, for a geopark to apply to be included in the GGN, it needs to:
- have a management plan designed to foster socio-economic development that is sustainable based on geotourism (memiliki rencana manajemen yang dirancang untuk mendorong pembangunan sosial-ekonomi yang berkelanjutan berdasarkan konsep geotourism);
- demonstrate methods for conserving and enhancing geological heritage and provide means for teaching geoscientific disciplines and broader environmental issues (memiliki menunjukkan metode untuk melestarikan dan meningkatkan warisan geologi dan menyediakan sarana untuk disiplin geosains dan isu-isu lingkungan yang lebih luas);
- have joint proposals submitted by public authorities, local communities and private interests acting together, which demonstrate the best practices with respect to Earth heritage conservation and its integration into sustainable development strategies (lengkap dengan proposal bersama yang disampaikan oleh otoritas publik, masyarakat lokal dan kepentingan pribadi bertindak bersama-sama, yang menunjukkan praktik terbaik sehubungan dengan pelestarian pusaka Bumi dan integrasinya ke dalam strategi pembangunan berkelanjutan).
Masyarakat yang cinta dengan keindahan Danau Toba, entah karena mereka benar-benar punya keterikatan emosional dengannya sebagai bona pasogit atau tidak, sempat kecewa karena menurut ekspektasi mereka mestinya Danau Toba bisa masuk sebagai Global Geoparks Network pada kontes beberapa waktu lalu. Sebagian malah saking emosionalnya menuduh bahwa ada yang tidak beres dengan para juri yang lebih memilih Danau Batur sebagai Geopark Nasional untuk Indonesia.
Menurut pemantauan saya, ternyata yang perduli dengan Danau Toba ini sangat banyak sekali, bukan hanya yang memilikinya sebagia bona pasogit, tetapi juga semua saja yang perduli dengan pengembangan kawasan wisata yang berkelanjutan  dan menyeluruh.
Pesannya jelas dan ringkas: berkelanjutan berarti ini mesti dipandang sebagai proyek puluhan, ratusan bahkan ribuan tahun, selamanya (kalau "selamanya'" itu ada); holistik berarti yang bertanggung jawab dan menikmati manfaat dari berkembangnya kawasan Danau Toba ini ialah alamnya sendiri dan manusianya (bukan satu kabupaten atau satu kelompok tertentu saja, sekalipun itu mayoritas - entah dari segi statistik pendukung ataupun dari kekuatan politis). Saya berharap Jokowi, Rizal Ramli, Luhut Binsar Panjaitan, gubernur Sumatera Utara dan ketujuh bupati juga SEPAKAT dan konsisten dengan konsep ini.
Tugas berikutnya:
BODT sudah ada sebagai gas-nya. Konsep geopark sebagai rem-nya. Tapi mesin ini bukan mesin matic yang bergerak otomatis. Mesti ada yang memposisikan diri sebagai persnelling atau "gigi"nya.
Siapakah yang mau jadi clutch atau persnelling-nya?