Jika wedding car membutuhkan jutaan rupiah dan sewa gedung serta wedding organizer meminta fee yang besar, mengapa kedua pihak tidak melakukannya sendiri secara lebih arif?
Mungkin upaya ini membutuhkan perbincangan dan upaya saling jujur akan melelahkan, tetapi lebih hemat biaya. Mungkin upaya ini menimbulkan sedikit shock bagi para pelaku adat istiadat yang membawa agenda hegemonis di setiap ritus pernikahan putera atau puterinya, tetapi akan lebih arif dan memberi makna khidmat yang lebih baik.
Sebuah postingan gambar dari teman Facebook saya ini menunjukkan bahwa kegembiraan yang sama tetap terpancar.
Tanpa menggunakan Pajero apalagi Lamborghini sebagai wedding car, Vespa P 150X juga ternyata bisa memberi senyum indah yang sama. Â
Ini baru inovasi efisiensi dari perlu tidaknya wedding car.
Kearifan lainnya tentu terus dibutuhkan, terutama setiap niat untuk mendefinisikan kembali arti Sinamot: Sinamot mesti dikembalikan pada asalnya yakni TANDA atau MAHAR dari pernikahan, awal dari pembentukan keluarga. Mestinya fokus adalah pada pembentukan keluarga.
Jika ada hal-hal yang malah destruktif terhadap pembentukan keluarga, termasuk jika hal itu adalah sinamot sendiri, maka jelaslah: Sudah saatnya mendefinisikan kembali arti sinamot.
*Seperti dalam artikel aslinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H