Mohon tunggu...
Donald Haromunthe
Donald Haromunthe Mohon Tunggu... Guru - Guru Seni Budaya di SMA Budi Mulia Pematangsiantar

Saya juga menulis di donald.haromunthe.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Ingin Koranmu Dibaca? Tag-lah Namaku di Sana!

5 Januari 2016   20:27 Diperbarui: 9 April 2016   09:56 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maka seperti layaknya seorang Kaisar bisa kehilangan tahta jatuh karena seorang wanita dan menghianati cinta sang ratu, maka tulisan bernas di Kompas pun bisa tidak terbaca kalau kami tidak merasa disapa.

Kalau kami bisa menulis tentang Jokowi, mengapa kami harus mendengarkan opini pendapat gadungan yang ijazahnya pun bisa saja palsu? Kalau kami bisa mengupas dan berkas-kus ria memperbincangkan Petral, Hambalang, Century, mengapa kami harus mengutip kata-kata diplomasi tanpa indikasi ke arah aksi dari para pejabat pemerintah yang mulia? (Maaf, yang ini masih terbawa euforia dagelan para anggota MKD yang mulia itu). Kalau kami bebas menyuarakan aspirasi lewat Change.Org atau Uber, mengapa kami harus menggantungkan suara kami pada segerombolan wakil rakyat yang lebih banyak menghabiskan waktu dan hanya merampungkan beberapa biji saja undang-udang yang baru?

Nah, kalau Bapak dan para punggawa di harian cetak Kompas itu bisa memberi alasan atas kegundahan dan sedikit kekesalan kami generasi alay ini, percayalah, senjakala media cetak bisa ditunda dulu.

Pagi hari, ngopi masih akan ditemani dengan baca koran, bukan selfie dan upload gambar setiap saat seperti para penggila media sosial yang haus dan lapar dengan like dan jumlah follower.

Tentu ini tidak akan mudah. Sebab, bagaimanapun, rating koran harus dipertahankan. Dan, berhubung rakyat Indonesia, juga para Kompasianer masih tidak luput dari kesesatan logika terutama argumentum ad authoritatem (hanya mau mendengar jika yang berbicara punya uang, kuasa atau tahta), maka tentu saja para rekan kami kuli tinta harus mendahulukan pendapat dari para pejabat bertopi dan pengusaha berdasi daripada kami para blogger muda yang hanya menumpang jaringan wi-fi sambil menikmati indomie. Tapi, jika Bapak dan Kompas yang saya cintai ini mau, pasti bisa.

Begitulah, pak.
Sekian dulu.

Wassalam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun