Ajakakan Hidup Berpengharapan Dalam Raja Damai
Dalam uraiannya Pdt. Desi mengemukakan bahwa gambaran sikon tak menentu penuh derita dalam teks Alkitab itu dan gambaran yang sama banyak ditemukan dalam bagian lain Alkitab adalah sebuah gambaran natural yang akan dialami dan perlu disadari setiap orang sebagai pendatang dalam dunia ini.
Kesadaran akan kenaturalan atau kewajaran hidup semacam itu, menurutnya patut disyukuri oleh setiap orang Kristen jika ia memiliki pergumulan dan masalah hidup. Sebuah kesadaran yang dapat mencegahnya dari kekaburan hidup di dunia, sebaliknya menuntunnya hidup jelas dalam pengharapan akan Raja Damai sebagaimana dikemukakan dalam teks Alkitab itu.
Melalui teks Alkitab yang dibacakan dalam ibadah Minggu pagi itu, Pdt. Desi lalu mengajak jemaat untuk hidup dalam pengharapan akan Raja Damai dengan memperhatikan beberapa hal memalui teks tersebut.
Pertama, hidupi pengenalan yang benar akan Tuhan yang beri pengharapan.
Dorongan kuat akan pengenalan ini adalah sebuah kebutuhan karena bukan hanya menjadi seruan dalam bagian teks Alkitab ini tetapi dalam banyak bagian Alkitab. Dorongan itu juga begitu penting karena Tuhan Sang pemberi pengharapan itu telah berjanji tidak akan pernah meninggalkan umat Nya.
Menurutnya, masalah akan selalu hadir dan terjadi dalam hidup umat namun penegasannya adalah jemaat harus terus membangun pengenalan yang benar akan Tuhan sumber pengharapan itu.
Itulah juga yang bisa dimaknai jemaat dari Natal, walau banyak persoalan hidup namun selalu datang pengharapan lewat apa yang dibawa Yesus dalam kelahiran Nya.
Kedua, berpengharapan di tengah kesesakan adalah keniscayaan.
Menurut Pdt. Desi itulah juga yang sudah jemaat jalani di dalam hidup. Sebagaimana derita masalah kehidupan adalah sebuah kewajaran yang akan selalu dihadapi, maka sama demikian pengharapan pada Tuhan adalah sebuah keniscayaan untuk hadapi dan lepas dari derita hidup.
"Kehidupan kita menjadi tidak tergoyahkan oleh karena pengharapan yang teguh di dalam Tuhan," tegas Pdt. Desi ketika menekankan makna bahwa benar pengharapan itu adalah sebuah keniscayaan.
Menarik di sini ia membuat sebuah evaluasi kelaziman cara hidup jemaat yang paham dengan baik kebenaran soal pengharapan itu namun tak mengalaminya dalam hidup karena hanya berhenti di kepala tak selanjutnya turun ke hati dan sikap laku jemaat.