Pertanyaan-pertanyaan itu beruntun, serius, ia muncul menuntut perhatian.
Jadi apakah keberadaan gereja-gereja suku di Indonesia juga semua yang mereka lakukan selama ini merupakan sebuah bentuk rasisme? Inilah pertanyaan besar yang hendak dijawab dalam artikel ini.
Motivasi Awal Pembentukan Gereja Suku
Menjawab pertanyaan besar tadi, kita perlu menelisik motivasi awal pembentukan gereja suku. Hal ini penting.
Ide awal biasanya berkaitan dengan upaya untuk menjangkau suku tertentu secara lebih intensional dan intensif.
Mereka menawarkan ibadah dan komunitas yang relevan, sesuai dengan kultur suku yang bersangkutan.
Pada dirinya sendiri upaya ini patut diapresiasi. Dalam dunia misiologi, upaya ini seringkali disebut "kontekstualisasi." Injil memang perlu dipresentasikan sesuai kultur pendengarnya (1Kor. 9:19-23).
Melalui kontekstualisasi kita dapat menyingkirkan halangan-halangan kultural yang ada.
Sekalipun demikian, walau dimulai dengan motivasi yang mulia seperti di sebelumnya, gereja-gereja suku bisa saja terjebak pada rasisme jika tak berhati-hati bersikap.
Kriteria Perlu Diperhatikan
Sadar bahwa gereja-gereja suku dapat terjebak pada rasisme maka beberapa kriteria perlu diperhatikan sebagai pengingat sekaligus batasan guna menghindari rasisme.
Pertama, tak boleh menunjukkan superioritas suku.
Tak bisa dipungkiri bahwa hampir setiap suku memiliki tendensi menganggap diri lebih baik daripada suku lain. Paling tidak, mereka sangat rawan terhadap ethnosentrisme, yaitu memandang suku lain dari perspektif sukunya sendiri.