Mohon tunggu...
Donald Siwabessy
Donald Siwabessy Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Joni yang Bingung!

31 Oktober 2024   12:55 Diperbarui: 31 Oktober 2024   13:10 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Joni Yang Pernah Bingung! (Sumber: Freepik.com)

Joni Yang Pernah Bingung!

"... sepertinya kita perlu lebih bermurah hati dalam menilai orang lain. "

Tugasnya sebagai panitia sebuah acara kebaktian kebangunan rohani (KKR) telah berakhir, namun acara itu meninggalkan sebuah pertanyaan membingungkan bagi Joni.

Menari dibenaknya sebuah moment dalam rangkaian persiapan acara itu, kala seorang teman sesama panitia sedang berlatih memimpin pujian ...

"Selamat pagi Bapa, selamat pagi Yesus, selamat pagi Roh Kudus  ..." merdu  suara sang pemimpin pujian diiring instrumen keyboard melantunkan lagu pembuka, terdengar mengisi penuh ruang acara.

Tiba-tiba ...

"Stop! Stop! Jangan nyanyikan lagu itu. Ganti lagunya!" suara keras seorang laki-laki menghentikan nyanyian itu.

Suara itu ternyata milik Pendeta yang akan berkhotbah dalam acara itu. Yang dituju suara itu adalah seorang perempuan, tepatnya seorang ibu, sang pemimpin pujian.

Ditegur keras di depan banyak orang, si pemimpin pujian meradang. Ia hentikan nyanyiannya, lalu bergegas meninggalkan mimbar tempatnya berdiri memimpin. Sembari berurai air mata ia menjauh meninggalkan ruang acara, pulang ke rumah dan tak kembali lagi sampai acara KKR itu berakhir.

Kejadian tak sedap itu terus mengganggu Joni. Walau terjadinya sehari sebelum acara, saat berlangsung gladi resik (GR), acara itu pun telah berakhir dua hari lewat, namun betah membuat Joni bertanya dalam bingung. Kenapa? Apa yang salah dengan lagu itu hingga diresponi demikian?

Perkara bingung itu kemudian hari menemukan jalan terangnya ketika Joni bertemu dengan seorang Pendeta yang mencerahkannya.

"Mungkin saja sikap pendeta itu karena didasari anggapan bahwa kebiasaan itu merendahkan Allah, seakan-akan Allah terikat oleh waktu," begitu respons awal Pendeta pencerah usai mendengar kisah Joni tentang kejadian itu.

"Maksud bapak kebiasaan menyapa Allah dengan sapaan selamat pagi, siang atau malam seperti dalam lagu itu?" tanya Joni.

 "Ya, itu maksudnya! Apakah kamu pernah dengar sikap yang mirip dengan itu tapi bukan dalam lagu melainkan dalam doa?" tanya Pendeta.

"Belum! Maksudnya dalam doa?"

"Ya, ada juga orang yang ditanggapi demikian hanya karena ia terbiasa memulai doanya dengan menyapa selamat pagi, siang, atau malam pada Allah dalam doanya." lanjut Pendeta.

"Wah, apa yang salah? Fatalkah kesalahan karena menyapa Allah demikian sehingga harus disikapi seperti itu?" lanjut Joni bertanya.

"Sebenarnya kalau diselidiki menurut Alkitab, kebiasaan itu sah-sah saja dilakukan. Karena sapaan pada Allah sesuai waktu kita bukanlah sebuah persoalan bagi Nya, yang jadi persoalan itu kalau kita lupa bahwa waktu hidup kita adalah pemberian Tuhan, lalu dipakai seluruhnya untuk urusan kita semata, hingga untuk menyapa Nya dalam doa syukur saja kita tak sempat. Nah, itu persoalan!" sambil tersenyum ia meraih Alkitabnya lalu melanjutkan ...

"Kamu tahu Joni, dalam Alkitab memuat beberapa nyanyian atau doa yang berisi keterangan waktu," sambil menunjuk Alkitab ditangannya kemudian melanjutkan, "Misalnya dalam kitab Mazmur  88:13. Coba kamu tolong baca bagian Mazmur bani Korah ini!" alkitab itu disodorkan pada Joni yang lalu membaca ...

 ""Tetapi aku ini, ya TUHAN, kepada-Mu aku berteriak minta tolong, dan pada waktu pagi doaku datang ke hadapan-Mu".

 "Nah itu baru satu di antara beberapa kali pemazmur mengatakan bahwa ia menyembah atau berdoa kepada Allah diwaktu pagi. Yang lain misalnya dalam Mazmur 5:4; 59:17; 90:6, 14. Oh ya, tak hanya pagi ... juga malam, misalnya  dalam Mazmur 8 ayat 4. Nyanyian Daud itu dinyanyikan pada waktu ibadah malam. Di sini tertulis, "Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kau tempatkan ...", Pendeta membaca Alkitab ditangannya kemudian meneruskan ...

"Menemukan banyak pernyataan dengan keterangan waktu seperti itu dalam Alkitab, menurut kamu apakah itu berarti pemazmur sedang membatasi Allah dengan waktunya?" tanya Pendeta.

"Sepertinya tidak!" jawab Joni

"Ya, tentu tidak!" langsung disambut Pendeta, sejurus kemudian melanjutkan ...

 "Hal lain yang juga penting perlu diingat bahwa Allah itu terbiasa mengakomodasi diri-Nya sendiri pada ciptaan-Nya. Maksudnya Ia suka menyatakan diri-Nya kepada ciptaan-Nya. Memang benar bahwa Ia tidak dibatasi waktu pagi, siang, atau malam seperti kita. Namun, Ia memilih untuk menyatakan diri-Nya dalam kerangka waktu kita. Ia bahkan tak segan-segan hidup dalam keterbatasan waktu ciptaan-Nya. Contohnya bagaimana Yesus sebagai Allah membatasi diri-Nya sebagai manusia, hidup dalam waktu kita. Atau contoh lain yang menarik dalam kisah Perjanjian Lama pada saat TUHAN akan menghadirkan tulah kematian semua anak sulung di Mesir, tertulis: Sebab pada malam ini Aku akan menjalani tanah Mesir" (Keluaran 12:12a).

"Joni, jika sekarang kamu bertemu kembali dengan ibu pemimpin pujian itu, atau bertemu dengan pencipta lagu itu lalu bertanya pada mereka, apakah saat membuat lagu itu atau menyanyikannya mereka sedang sengaja membatasi Allah dalam waktu mereka? Saya yakin mereka akan menjawab tidak! Saya percaya mereka bahkan tidak bermaksud merendahkan Allah ...

Nah, belajar dari pengalaman itu, sepertinya kita perlu lebih bermurah hati dalam menilai orang lain. Tak perlu merasa diri dan ajaran kita paling benar lalu sombong, mudah menghakimi orang lain. Saya kira itu yang bisa saya tanggapi dari pertanyaanmu sebelumnya!" pungkas Pendeta mengakhiri.

Joni Yang Pernah Bingung! (Sumber: Dokpri)
Joni Yang Pernah Bingung! (Sumber: Dokpri)

Demikian kisah Joni yang bingung!

"Masah sih ada cerita demikian? Seandainya itu hanya fiksi, tegah banget beri kesan jelek pada seorang pendeta seperti itu!" mungkin saja Anda menanggapi demikian.

Sebelum Anda terlampau jauh bersuudzon alias berburuk sangka, saya tegaskan! Cerita tadi bukan fiksi. Itu true story alias kisah nyata. Itu pengalaman pribadi saya beberapa tahun silam. Sayalah si Joni itu. Sengaja saya ubah nama, biar keren ajah, haha. Ibu pemimpin pujian tadi adalah seorang dokter, sampai renungan ini dibuat beliau masih aktif berdinas disalah satu RS Ambon.

"Wah, kok bisa ada pendeta seperti itu? Siapa sih namanya? Gereja mana sih asalnya? Bagaimana sih pengajaran Alkitabnya?" anda bertanya lagi. Ssst! Sudahlah, tak perlu ikut-ikutan bingung, cukup saja Joni yang pernah bingung! []

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun